Dampak COVID-19 pada Pendidikan di Sekolah dan Keluarga

Penulis: Bambang Aryan

Dibaca: 4491 kali

Bambang Aryan

Oleh Bambang Aryan

(Kepala SMAN 1 Kota Bogor/Komunitas Cinta Indonesia/KACI #PASTI BISA#)

Pandemi COVID-19 adalah krisis kesehatan yang sangat memprihatinkan. Tidak sedikit negara dengan tepat memutuskan untuk menutup sekolah, perguruan tinggi dan universitas. Krisis ini membuat dilema bagi pengambil kebijakan, antara meliburkan sekolah (lockdown sekolah) agar mengurangi kontak fisik dan menyelamatkan para siswa atau siswa tetap masuk dengan menjaga mereka agar tidak terkena COVID 19. Walaupun pilihan kedua ini sangat sulit diwujudkan.

Banyak keluarga merasa terganggu dengan wabah ini. Bagaimana tidak, siswa belajar di rumah tidak hanya mengganggu produktivitas orang tua, tetapi juga mengganggu tatanan kehidupan sosial dan pembelajaran anak-anak. Walaupun saat ini di rumah adalah pilihan paling aman di masa pamdemi COVID-19.

Yang menarik adalah pembelajaran saat ini sedang bergerak menuju pembelajaran moda daring atau online. Walaupun pembelajaran secara online pada skala besar yang belum diuji dan jarang terjadi sebelumnya. Penilaian siswa juga bergerak secara online, dengan banyak trial and error dan ketidakpastian untuk semua orang. Tidak sedikit juga penilaian telah dibatalkan. Gangguan ini tidak hanya akan menjadi masalah jangka pendek, tetapi juga dapat memiliki konsekuensi jangka panjang untuk beberapa orang yang terkena dampak dan cenderung meningkatkan ketidaksetaraan.

Dampak pada Pembelajaran di Sekolah

Pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah merupakan kebijakan publik terbaik yang tersedia untuk meningkatkan keterampilan siswa. Sementara itu, siswa belajar atau pergi ke sekolah juga bisa menyenangkan, dapat meningkatkan keterampilan sosial dan kesadaran sosial. Hal terpenting bagi siswa berada di sekolah adalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Dengan waktu yang relatif singkat di sekolah akan berdampak juga pada pertumbuhan keterampilan. Tetapi dapatkah kita memperkirakan seberapa besar gangguan COVID-19 akan memengaruhi pembelajaran?

Berbicara seberapa besar gangguan COVID-19 memengaruhi pembelajaran, sudah tentu harus didasarkan hasil penelitian. Kali ini kita masih pada tataran prediksi saja. Bahwa wabah COVID-19 berdampak pada pengurangan waktu pembelajaran seperti biasanya adalah sudah pasti. Biasanya di sekolah siswa belajar sekitar 8 jam perhari, berbeda pada kondisi saat ini mungkin hanya 3 sampai 4 jam saja dalam satu hari. Ini artinya bahwa setiap hari kehilangan waktu belajar siswa di sekolah sekitar 4 sampai dengan 5 jam perhari.

Pengurangan waktu pembelajaran tentu saja dan tidak dapat dihindari akan berdampak pada berbagai komponen. Ketuntasan kurikulum, kedalaman konten materi dalam pembelajaran, dan proses penilaian. Selain itu, kita tetap patuh pada anjuran pemerintah bahwa pada masa wabah COVID-19 ini semua orang seyogyanya memperhatikan daya tahan tubuh masing-masing. Nah, pemberian tugas-tugas yang banyak dan materi yang memiliki tingkat kesukarannya tinggi harus dihindari pada masa wabah ini. Guru disarankan agar memberikan pembelajaran yang menyenangkan dengan harapan kekebalan tubuh siswa tetap terjaga. Ini sejalan dengan ungkapan Hendarman (2020) bahwa beban tugas di rumah itu akan membuat meningkatnya level stress anak. Meningkat level stress anak secara tidak sadar akan memengaruhi tingkat imunitas.

Dampak pada Pendidikan Keluarga

Kondisi wabah COVID-19 mungkin mengecewakan beberapa siswa dalam konteks keinginan terus belajar (walaupun pada dasarnya semua orang juga akan kecewa). Biasanya siswa yang memiliki keinginan dan motivasi belajar tinggi yang merasa kecewa. Umumnya anak-anak ke sekolah untuk belajar sambil bermain dan bersosialisasi bersama teman-temannya serta membangun peradaban. Ide utamanya adalah ketika siswa kembali ke rumah bersama keluarga, mereka dapat melanjutkan belajar di rumah, dengan harapan materi pelajaran tidak ketinggalan terlalu banyak.

Keluarga adalah pusat dari pendidikan dan secara luas disepakati bahwa pendidikan di dalam keluarga merupakan pendidikan yang utama dalam pembelajaran anak-anak, seperti yang dijelaskan oleh Bjorklund dan Salvanes (2011). Pembelajaran bagi anak-anak di rumah mungkin saja pada awalnya dianggap cukup positif, dan akan efektif. Biasanya, peran ini dipandang sebagai pelengkap input dari sekolah. Misalnya, orangtua melengkapi pembelajaran matematika dengan berlatih menghitung atau menyoroti masalah matematika sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

Kondisi seperti saat ini pada masa wabah COVID-19, siswa belajar di rumah akan menimbulkan beberapa respon. Bisa jadi dapat menginspirasi, membuat orangtua marah, membuat prustasi, dan tidak menutup kemungkinan merupakan perbuatan yang menyenangkan. Untuk sementara bisa kita katakan bahwa: tampaknya peran pembelajaran di rumah tidak akan menggantikan pembelajaran di sekolah.

Poin penting dampak wabah COVID-19 pada pendidikan keluarga adalah: kemungkinan akan ada perbedaan besar antara keluarga yang dapat membantu anak-anak belajar di rumah dengan yang tidak. Perbedaan utama termasuk  jumlah waktu yang tersedia untuk mencurahkan mengajar dan membimbing, keterampilan non-kognitif yang dimiliki para orang tua. Selain itu, sumber daya yang dimiliki akan membuat perbedan. Misalnya, tidak semua orang akan memiliki alat atau media untuk mengakses materi online. Hal lain yang dapat berpengaruh adalah seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh orangtua, karena orangtua akan kesulitan dalam membantu anaknya mempelajari sesuatu yang mungkin tidak dipahami sendiri oleh anaknya (Oreopoulos et al. 2006). Akibat dari semua ini, pada akhirnya akan mengarah pada peningkatan dan pertumbuhan yang berbeda bagi orang-orang yang terkena dampak COVID-19.

Penilaian

Lockdown sekolah tidak hanya mengganggu pembelajaran untuk siswa. Lockdown sekolah juga berpengaruh pada proses penilaian dan ujian. Dengan wabah COVID-19 akan berdampak pada penundaan atau bahkan pembatalan ulangan dan ujian. Walaupun ada yang beranggapan bahwa penilaian internal di sekolah bisa jadi dianggap kurang penting dan banyak yang membatalkan begitu saja. Dilain pihak penilaian diharapkan dapat memberikan informasi tentang kemajuan siswa kepada orangtua dan guru. Sehingga hilangnya informasi ini akan memiliki konsekuensi jangka panjang yang berbahaya bagi siswa.

Lockdown  sekolah tidak hanya mempengaruhi penilaian internal, tetapi juga mendorong melakukan pembatalan penilaian dan cenderung diganti dengan menggunakan “nilai yang diprediksi”. Murphy dan Wyness (2020) menunjukkan bahwa penilaian selama lockdown sekolah seringkali tidak akurat. Penilaian bagi siswa berprestasi, diprediksi kurang beruntung dan mendapat nilai lebih rendah daripada siswa yang memiliki kemampuan biasa.

Tidak dapat dipungkiri penilaian pun akan terjadi bias. Biasanya tergantung pada apakah siswa itu termasuk dalam kelompok yang biasanya berkinerja baik (Burgess and Greaves 2013, Rangvid 2015). Misalnya, jika anak perempuan biasanya memiliki kinerja yang lebih baik dalam suatu subjek, penilaian terhadap kinerja siswa laki-laki cenderung lebih rendah. Karena penilaian semacam itu digunakan sebagai kualifikasi utama untuk memasuki pendidikan yang lebih tinggi, sehingga langkah yang harus dilakukan adalah menghapus penilaian subjektif. Selain itu, penilaian subjektif juga dapat memiliki potensi konsekuensi jangka panjang untuk kesetaraan kesempatan.

Begitu pula, karier lulusan dan kenaikan kelas siswa tahun ini mungkin sangat terpengaruh oleh pandemi COVID-19. Siswa telah mengalami gangguan pembelajaran di bagian akhir studi mereka. Siswa mengalami gangguan utama dalam penilaian dan akhirnya mereka cenderung lulus dan naik kelas pada pertengahan atau akhir krisis global ini.

Solusi?

Lockdown institusi pendidikan akan menyebabkan gangguan besar dalam pembelajaran siswa; gangguan dalam penilaian internal; dan pembatalan penilaian atau penggantian penilaian dengan alternatif yang lebih rendah. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak negatif ini?

Ketika siswa kembali dan belajar lagi ke sekolah,  dibutuhkan sumber daya untuk membangun kembali apa yang telah hilang dalam pembelajaran. Bagaimana sumber daya ini digunakan, dan bagaimana meningkatkan kepercayaan diri para siswa yang sangat terpukul akibat dampak pandemik COVID-19.

Bagaimana pun penilaian itu penting untuk pembelajaran. Sekolah sudah selayaknya melaksanakan penilaian daripada melewatkan penilaian dan menunda sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan. Untuk siswa yang baru lulus, kebijakan sudah semestinya mendukung masuknya mereka ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Semoga bermanfaat.

#DiRumahSaja

#LawanCOVID-19

#WorkFromHome

#SocialDistancing

#PhysicalDistancing

Sumber Bacaan

 Bjorklund, A and K Salvanes (2011), “Education and Family Background: Mechanisms and Policies”, in E Hanushek, S Machin and L Woessmann (eds), Handbook of the Economics of Education, Vol. 3.

 Burgess, S and E Greaves (2013), “Test Scores, Subjective Assessment, and Stereotyping of Ethnic Minorities”, Journal of Labor Economics 31(3): 535–576.

 Hendarman (2020), Koneksi Batin dan Covid-19, https://www.facebook.com/ permalink.php?story_fbid=1493403014167085&id=100004922025998

 Murphy, R and G Wyness (2020), “Minority Report: the impact of predicted grades on university admissions of disadvantaged groups”, CEPEO Working Paper Series No 20-07 Centre for Education Policy and Equalising Opportunitites, UCL Institute of Education.

 Oreopoulos, P, M Page and A Stevens (2006), “Does human capital transfer from parent to child? The intergenerational effects of compulsory schooling”, Journal of Labor Economics 24(4): 729–760.

 Rangvid, B S (2015), "Systematic differences across evaluation schemes and educational choice", Economics of Education Review 48: 41-55.

  

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...