Penulis: Bambang Aryan
Bambang Aryan
Oleh Bambang
Aryan
(Kepala
SMAN 1 Kota Bogor/Komunitas Cinta Indonesia/KACI #PASTI BISA#)
Pandemi COVID-19 adalah krisis
kesehatan yang sangat memprihatinkan. Tidak sedikit negara dengan tepat
memutuskan untuk menutup sekolah, perguruan tinggi dan universitas. Krisis ini
membuat dilema bagi pengambil kebijakan, antara meliburkan sekolah (lockdown
sekolah) agar mengurangi kontak fisik dan menyelamatkan para siswa atau siswa
tetap masuk dengan menjaga mereka agar tidak terkena COVID 19. Walaupun pilihan
kedua ini sangat sulit diwujudkan.
Banyak keluarga merasa terganggu
dengan wabah ini. Bagaimana tidak, siswa belajar di rumah tidak hanya mengganggu
produktivitas orang tua, tetapi juga mengganggu tatanan kehidupan sosial dan
pembelajaran anak-anak. Walaupun saat ini di rumah adalah pilihan paling aman
di masa
pamdemi COVID-19.
Yang menarik adalah pembelajaran saat
ini sedang bergerak menuju pembelajaran moda daring atau online.
Walaupun pembelajaran secara online pada skala besar yang belum diuji
dan jarang terjadi sebelumnya. Penilaian siswa juga bergerak secara online,
dengan banyak trial and error dan ketidakpastian untuk semua
orang. Tidak sedikit juga penilaian telah dibatalkan. Gangguan ini tidak hanya
akan menjadi masalah jangka pendek, tetapi juga dapat memiliki konsekuensi
jangka panjang untuk beberapa orang yang terkena dampak dan cenderung
meningkatkan ketidaksetaraan.
Dampak pada Pembelajaran di Sekolah
Pembelajaran yang diselenggarakan
di sekolah merupakan kebijakan publik terbaik yang tersedia untuk meningkatkan
keterampilan siswa. Sementara itu, siswa belajar atau pergi ke sekolah juga bisa
menyenangkan, dapat meningkatkan keterampilan sosial dan kesadaran sosial. Hal terpenting
bagi siswa berada di sekolah adalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.
Dengan waktu yang relatif singkat di sekolah akan berdampak juga pada
pertumbuhan keterampilan. Tetapi dapatkah kita memperkirakan seberapa besar
gangguan COVID-19 akan memengaruhi pembelajaran?
Berbicara seberapa besar gangguan
COVID-19 memengaruhi pembelajaran, sudah tentu harus didasarkan hasil
penelitian. Kali ini kita masih pada tataran prediksi saja. Bahwa wabah
COVID-19 berdampak pada pengurangan waktu pembelajaran seperti biasanya adalah
sudah pasti. Biasanya di sekolah siswa belajar sekitar 8 jam perhari, berbeda
pada kondisi saat ini mungkin hanya 3 sampai 4 jam saja dalam satu hari. Ini
artinya bahwa setiap hari kehilangan waktu belajar siswa di sekolah sekitar 4
sampai dengan 5 jam perhari.
Pengurangan waktu pembelajaran tentu
saja dan tidak dapat dihindari akan berdampak pada berbagai komponen.
Ketuntasan kurikulum, kedalaman konten materi dalam pembelajaran, dan proses
penilaian. Selain itu, kita tetap patuh pada anjuran pemerintah bahwa pada masa
wabah COVID-19 ini semua orang seyogyanya memperhatikan daya tahan tubuh
masing-masing. Nah, pemberian tugas-tugas yang banyak dan materi yang memiliki
tingkat kesukarannya tinggi harus dihindari pada masa wabah ini. Guru
disarankan agar memberikan pembelajaran yang menyenangkan dengan harapan
kekebalan tubuh siswa tetap terjaga. Ini sejalan dengan ungkapan Hendarman
(2020) bahwa
beban tugas di rumah itu akan membuat meningkatnya level stress anak. Meningkat
level stress anak secara tidak sadar akan memengaruhi tingkat imunitas.
Dampak pada Pendidikan Keluarga
Kondisi wabah COVID-19 mungkin
mengecewakan beberapa siswa dalam konteks keinginan terus belajar (walaupun
pada dasarnya semua orang juga akan kecewa). Biasanya siswa yang memiliki
keinginan dan motivasi belajar tinggi yang merasa kecewa. Umumnya anak-anak ke
sekolah untuk belajar sambil bermain dan bersosialisasi bersama teman-temannya
serta membangun peradaban. Ide utamanya adalah ketika siswa kembali ke rumah
bersama keluarga, mereka dapat melanjutkan belajar di rumah, dengan harapan materi
pelajaran tidak ketinggalan terlalu banyak.
Keluarga adalah pusat dari
pendidikan dan secara luas disepakati bahwa pendidikan di dalam keluarga
merupakan pendidikan yang utama dalam pembelajaran anak-anak, seperti yang
dijelaskan oleh Bjorklund dan Salvanes (2011). Pembelajaran bagi anak-anak di
rumah mungkin saja pada awalnya dianggap cukup positif, dan akan efektif. Biasanya,
peran ini dipandang sebagai pelengkap input dari sekolah. Misalnya, orangtua
melengkapi pembelajaran matematika dengan berlatih menghitung atau menyoroti
masalah matematika sederhana dalam kehidupan sehari-hari.
Kondisi seperti saat ini pada masa
wabah COVID-19, siswa belajar di rumah akan menimbulkan beberapa respon. Bisa
jadi dapat menginspirasi, membuat orangtua marah, membuat prustasi, dan tidak
menutup kemungkinan merupakan perbuatan yang menyenangkan. Untuk sementara bisa
kita katakan bahwa: tampaknya peran pembelajaran di rumah tidak akan
menggantikan pembelajaran di sekolah.
Poin penting dampak wabah COVID-19
pada pendidikan keluarga adalah: kemungkinan akan ada perbedaan besar antara
keluarga yang dapat membantu anak-anak belajar di rumah dengan yang tidak.
Perbedaan utama termasuk jumlah waktu
yang tersedia untuk mencurahkan mengajar dan membimbing, keterampilan
non-kognitif yang dimiliki para orang tua. Selain itu, sumber daya yang
dimiliki akan membuat perbedan. Misalnya, tidak semua orang akan memiliki alat
atau media untuk mengakses materi online. Hal lain yang dapat
berpengaruh adalah seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh orangtua,
karena orangtua akan kesulitan dalam membantu anaknya mempelajari sesuatu yang
mungkin tidak dipahami sendiri oleh anaknya (Oreopoulos et al. 2006). Akibat
dari semua ini, pada akhirnya akan mengarah pada peningkatan dan pertumbuhan
yang berbeda bagi orang-orang yang terkena dampak COVID-19.
Penilaian
Lockdown sekolah tidak hanya mengganggu
pembelajaran untuk siswa. Lockdown sekolah juga berpengaruh pada proses penilaian
dan ujian. Dengan wabah COVID-19 akan berdampak pada penundaan atau bahkan pembatalan
ulangan dan ujian. Walaupun ada yang beranggapan bahwa penilaian internal di sekolah
bisa jadi dianggap kurang penting dan banyak yang membatalkan begitu saja. Dilain
pihak penilaian diharapkan dapat memberikan informasi tentang kemajuan siswa
kepada orangtua dan guru. Sehingga hilangnya informasi ini akan memiliki
konsekuensi jangka panjang yang berbahaya bagi siswa.
Lockdown sekolah tidak hanya mempengaruhi penilaian
internal, tetapi juga mendorong melakukan pembatalan penilaian dan cenderung
diganti dengan menggunakan “nilai yang diprediksi”. Murphy dan Wyness (2020) menunjukkan
bahwa penilaian selama lockdown sekolah seringkali tidak akurat. Penilaian
bagi siswa berprestasi, diprediksi kurang beruntung dan mendapat nilai lebih
rendah daripada siswa yang memiliki kemampuan biasa.
Tidak dapat dipungkiri penilaian pun
akan terjadi bias. Biasanya
tergantung pada apakah siswa itu termasuk dalam kelompok yang biasanya
berkinerja baik (Burgess and Greaves 2013, Rangvid 2015). Misalnya, jika anak
perempuan biasanya memiliki kinerja yang lebih baik dalam suatu subjek, penilaian
terhadap kinerja siswa laki-laki cenderung lebih rendah. Karena penilaian
semacam itu digunakan sebagai kualifikasi utama untuk memasuki pendidikan yang
lebih tinggi, sehingga langkah yang harus dilakukan adalah menghapus penilaian
subjektif. Selain itu, penilaian subjektif juga dapat memiliki potensi
konsekuensi jangka panjang untuk kesetaraan kesempatan.
Begitu pula, karier lulusan dan
kenaikan kelas siswa tahun ini mungkin sangat terpengaruh oleh pandemi
COVID-19. Siswa telah mengalami gangguan pembelajaran di bagian akhir studi
mereka. Siswa mengalami gangguan utama dalam penilaian dan akhirnya mereka
cenderung lulus dan naik kelas pada pertengahan atau akhir krisis global ini.
Solusi?
Lockdown institusi pendidikan
akan menyebabkan gangguan besar dalam pembelajaran siswa; gangguan dalam
penilaian internal; dan pembatalan penilaian atau penggantian penilaian dengan
alternatif yang lebih rendah. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi
dampak negatif ini?
Ketika siswa kembali dan belajar
lagi ke sekolah, dibutuhkan sumber daya
untuk membangun kembali apa yang telah hilang dalam pembelajaran. Bagaimana
sumber daya ini digunakan, dan bagaimana meningkatkan kepercayaan diri para
siswa yang sangat terpukul akibat dampak pandemik COVID-19.
Bagaimana pun penilaian itu penting
untuk pembelajaran. Sekolah sudah selayaknya melaksanakan penilaian daripada
melewatkan penilaian dan menunda sampai batas waktu yang belum dapat ditentukan.
Untuk siswa yang baru lulus, kebijakan sudah semestinya mendukung masuknya
mereka ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Semoga bermanfaat.
#DiRumahSaja
#LawanCOVID-19
#WorkFromHome
#SocialDistancing
#PhysicalDistancing
Sumber Bacaan
Burgess, S and E Greaves (2013), “Test Scores, Subjective Assessment, and Stereotyping of Ethnic Minorities”, Journal of Labor Economics 31(3): 535–576.