“GEOGRAFI, MOTHER of SCIENCE?” Urgensitas Penjelasan atas Sebuah Definisi

Penulis: Ade Fathurahman

Dibaca: 2152 kali

Ade Fathurahman

Oleh Ade Fathurahman

(SMAN 1 Kota Sukabumi)

 

Pengertian geografi menurut Preston E James: Geografi adalah suatu induk dari segala ilmu pengetahuan, dikarenakan banyak bidang ilmu pengetahuan lain yang pembahasannya selalu dimulai dari keadaan permukaan bumi, sebelum masuk ke dalam pembahasan berdasarkan studi keilmuan masing-masing.

Pendapat yang dahulu lewat begitu saja dipikiran saya, padahal merupakan salah satu pendapat yang sebagian besar Guru SMA sampaikan pada anak didiknya di jenjang kelas 10. Salah satu pendapat tentang Definisi Geografi, di samping pendapat dari Bapak Geografi, Eratosthenes, Harrtshorn, Ellsworth Huntington serta Bintarto. Yang pada akhirnya mengerucut pada definisi dari IGI (Ikatan Geografi Indonesia) pada SEMILOKA dan Kongres V di Semarang, 1988 yang menegaskan bahwa: “Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dalam konteks keruangan dengan sudut pandang kewilayahan/kelingkungan.”

Sebagai bagian dari komunitas mediator pendidikan di satuan pendidikan menengah atas, tentu saja saya dan beberapa teman sering berbincang-bincang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan keseluruhan proses KBM mulai dari perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi serta tindak lanjut.

Salah satu hal yang sering diperbincangkan adalah tentang hakikat dari mata pelajaran yang kita ampu, baik dari ruang lingkup, pendekatan dan hal lain yang diperbincangkan, karena memiliki irisan kajian materi di antara mapel-mapel yang kita ampu. Beberapa di antaranya mengenai perbedaan pendekatan pembelajaran bio-geografi dengan biologi, geografi sejarah dengan sejarah, atau pendekatan kajian kosmografi di geografi dengan pendekatan di fisika serta posisi matematika dalam pembelajaran geografi.

Beberapa anak muda yang baru menyelesaikan Studi S1-nya dan masih sering bercanda tentang definisi geografi yang disampaikan Preston F. James di atas. Tentu saja sebuah pendapat yang membuat beberapa rekan mediator pendidikan (guru) yang mengampu mata pelajaran di luar geografi mengernyitkan dahi atau tersenyum masam. Mereka menganggap definisi yang disampaikan oleh Preston itu sesuatu yang “absurd”.

Tentu saja hal tersebut berbenturan dengan pengalaman belajar rekan-rekan guru pengampu mata pelajaran yang lain. Sebagaimana kita ketahui, nyaris semua sarjana bidang apapun pernah dibekali dengan mata kuliah filsafat. Mata kuliah yang secara literasi panjang telah menyampaikan bahwa induk semua ilmu adalah filsafat. Artinya, nyaris, hampir seluruh ilmu pengetahuan/sains lahir dari produk filsafat. Sebagai salah seorang guru geografi pun saya sependapat dengan pendapat bahwa filsafat lebih layak disebut induk ilmu pengetahuan dibandingkan geografi. Pendapat ini berdasarkan pada pengalaman belajar saya pada mata pelajaran filsafat ilmu yang menjelaskan secara detail tentang ontologi, epistomologi dan aksiologi yang menjadi acuan sebuah kajian bisa dikelompokkan, memenuhi prosedur-prosedur sebagai sebuah ilmu pengetahuan/sain yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.

Mengapa hal ini perlu saya bahas di sini, karena kebanyakan dari rekan-rekan guru geografi nyaris terlupa untuk menjelaskan bahwa pendapat Preston F. James ini sebagai bagian khazanah ilmu pengetahuan yang mewakili pendapat-pendapat yang gugur secara ilmiah. Maksudnya, pendapat ini boleh dikemukakan sebagai bentuk dari salah satu karakteristik ilmu pengetahuan/ sains, yakni “akumulatif’.

Hal lain yang sebetulnya bisa menjadi salah satu metode pembelajaran yang harus dilakukan pada materi definisi geografi ini adalah model yang biasa dilakukan para guru geografi saat mengkaji perkembangan teori terjadinya alam semesta mulai dari teori steady state-nya Einstein yang gugur oleh Teori Big Bang yang selanjutnya diperkuat dengan Teori Efek Doffler serta Expanding Universe-nya Stephen Hawking.

Pada bahasan proses terjadinya bumi pun, sebetulnya para guru geografi SMA bisa mengambil model pengajaran komparatif studi by teori di materi definisi geografi ini dengan mengambil model pembelajaran pada materi proses terjadinya tata surya dan perubahan bentuk muka bumi yang terakumulasi, saling menggugurka atau saling melengkapi, mulai dari teori Bintang Kembar-nya Lyttleton, Nebulae Hypothetic-nya Kant & Laplace, Planetesimal-nya Chamberlein dan TidalvHypothesis-nya Jean-and Jeffreys, Teori Apungan Benuanya Alfred Wegwnwr hingga Teori Lempeng Tektoniknya Eduard Suess.

Sub target ketuntasan belajarnya adalah peletakkan geografi sebagai ilmu pengetahuan pada posisinya yang proporsional yang menghindari pembiasan makna, terutama pada ruang lingkup geografi sebagi studi kebumian.

Sukabumi, Awal Maret 2022 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...