Penulis: Dudung Nurullah Koswara
Dudung Nurullah Koswara
Oleh Dudung
Nurullah Koswara
(Praktisi
Pendidikan)
Dalam media tiktok
selalu ada narasi-narasi mencubit yang edukatif dengan cara dan gaya
penyampaian ragam. Ada yang soft dan ada pupa yang semi hard. Netizen maha
merdeka dalam menarasikan sebuah pesan.
Kok ada anjing
berkaki dua? Namanya juga dunia netizen. Mereka bebas membuat diksi dan narasi,
mencuri perhatian. Anjing berkaki dua versi mereka adalah kita, karena hati,
kata, dan tindakan buruk dan negatif.
Sang Tiktoker mau
menyampaikan bahwa kita (kaum muslim) sangat anti dan menghindari jilatan
anjing. Mengapa? Karena najis dan menjijikan. Namun kita lupa bahwa jilatan dan
air liur narasi kita bisa jauh lebih menjijikan.
Bila ucapan,
tindakan kita menyakiti orang lain, fitnah, gosip dan iri dengki maka jauh
lebih najis dari jilatan anjing. Anjing dalam kisah ashabul kahfi bisa masuk
Surga. Kita orang beragama belum tentu masuk Surga.
Anjing berkaki dua
contohnya adalah orang yang suka menjilat dan memuja atasan. Namun di sisi lain
rekan sejawat diinjak dan dihinakan. Intinya menyakiti orang lain adalah najis,
versi Sang Tiktoker.
Kalau tubuh kita
(muslim) tersentuh jilatan anjing masih bisa dicuci. Namun kalau tubuh dan hati
kita dilukai dengan terlalu, mau dicuci pakai apa? Susah mencucinya, bahkan
bisa terluka seumur hidup.
Semoga kita semua
bukan bagian dari dog doble kaki. Semoga kita pun (muslim) sangat menjaga diri
dari khianat, bohong dan melukai sesama. Semoga kita konsisten dalam tindak
baik, sekonsisten menghindari jilatan
anjing.