Bersyukur Masih Diberi Waktu dan Bertemu Matahari

Penulis: Ade Fathurahman

Dibaca: 2007 kali

Ade Fathurahman

Kajian terintegrasi Geografi dan IMTAQ

Oleh Ade Fathurahman

(SMANSA KOTA SUKABUMI)

 

Berdasarkan hasil observasi melalui obrolan-obrolan ringan: ”nyaris hampir semua teman yang sudah memasuki masa lanjut usia awal (46 – 55 tahun), maupun akhir (56 – 65 tahun) mendapatkan pendampingan dari Tuhan untuk dapat bangun lebih pagi dengan mudah di usianya sekarang, dibanding saat mereka masih lebih muda dahulu.” Tentu saja hal ini tidak bisa digeneralisasikan pada setiap manusia. Walaupun demikian, setidaknya beberapa orang kolega saya yang pernah melakukan percakapan tentang hal tersebut, kebanyakan dari mereka membenarkan tren “lebih cepat bangun” tersebut.

Mungkin pula hal tersebut yang menyebabkan kebanyakan dari “lansia” yang dulunya pernah beraktivitas harian sejak pagi hari, ketika memasuki masa lanjut usia dengan senang hati melakukan kegiatan yang bisa menyehatkan mereka melalui berbagai aktivitas yang tidak mengikat. Aktivitas harian yang sebelumnya dilakukan dengan dasar tuntutan profesi, kini beralih menjadi suatu kebutuhan. Kebutuhan bergerak dan berpikir agar otot tidak menjadi kaku dan otak tidak menjadi beku.

Hal yang sangat menarik bagi saya, dari semua aktivitas yang dilakukan lansia adalah berolah raga ringan hingga agak berat. Jalan santai, joging, tenis meja, badminton, golf, bersepeda, hingga tenis lapangan dan yang sejenisnya. Kegiatan yang membuat otot yang kaku menjadi agak lemas dan otak menjadi fresh inilah yang kemudian menjadi pengganti kegiatan harian yang sebelumnya secara rutin mereka lakukan. Kegiatan-kegiatan tersebut juga dilakukan para lansia awal seperti rekan-rekan seusia yang masih menjalankan tugas kedinasan atau kewirausahaannya.

Tiga paragraf di atas, jika diperhatikan adalah bentuk-bentuk perilaku bersyukur kita akan anugerah Allah Yang Maha Kuasa berupa kesempatan dan kesehatan. Kebanyakan dari kita tentunya sepakat, jika dengan cara bersyukurlah seseorang akan bertambah kebugaran dan imunnya, mengingatkan saya pada lirik lagunya Ebiet G. Ade yang berjudul “Masih Ada Waktu”. Bagian lirik yang sering menjadi bagian dari narasi saya, manakala sedang bertugas memberikan spirit pada kawula muda. Bagian lirik: “…. Kita mesti bersyukur bahwa masih diberi waktu...” dan “bersyukur masih bisa bertemu matahari.”

“Masih diberi waktu dan bertemu matahari” adalah keajaiban bagi manusia yang pandai bersyukur, apalagi bagi mereka yang sudah faham begitu banyak keberuntungan yang didapatkannya, dibandingkan dengan sesama manusia lain yang harus berjuang keras untuk mendapatkan kedua anugerah tersebut. Secara kolektif, kita Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia yang mendapatkan keberuntungan dihadirkan Allah Yang Maha Kuasa di wilayah tropis tanpa harus berjuang sebelumnya.

Kita wajib bersyukur, karena tak harus berjuang untuk mendapatkan matahari yang sebagian besar orang di iklim sedang, baik di Belahan Bumi Utara, maupun Belahan Bumi Selatan harus mengalami masa puasa tidak bisa bertemu matahari saat musim dingin. Tak harus berjuang keras mengumpulkan makanan, pakaian dan cahaya untuk menghadapi musim dingin selama tiga bulan atau bahkan harus menabung untuk persiapan libur musim dingin mereka dengan cara meninggalkan negaranya menuju negara-negara tropis, seperti halnya Indonesia.

Anugerah Allah Yang Maha Kuasa untuk wilayah tropis, seperti yang kita dapatkan di pelajaran Geografi sejak SD adalah fenomena hujan sepanjang tahun dan matahari bersinar sepanjang tahun pula. Artinya, kita yang di Tropis, sekali-kali akan mendapatkan hujan, walau pada musim kemarau dan akan senantiasa mendapatkan sinar matahari, walau pada musim penghujan sekalipun. Keberadaan musim yang seperti ini pula yang menyebabkan masyarakat kita yang determinis (kehidupannya sanagat ditentukan alam) menjadi cenderung lebih rendah etos kerjanya, dibanding mereka yang di negara-negara wilayah iklim sedang. Tentu saja generalisasi ini pun ada pengecualiannya untuk wilayah-wilayah sabana dan semi arid tropis. Fenomena negara maju di dunia pun menunjukkan bahwa bangsa-bangsa di iklim sedang secara umum mendominasi kemajuan peradaban modern saat ini, jika melihat HDI/IPM (Human Development Index/ Indeks pembangunan Manusia) yang ditentukan UNDP melalui 3 parameternya, yakni kesehatan, pendidikaan, dan ekonomi. Tentu saja dengan pengecualian untuk negara maju di Tropis seperti Singapura atau negara-negara Eropa Timur yang belum maju di iklim sedang di pecahan negara-negara Uni Soviet dahulu.

Sayang sekali, banyak generasi muda kita yang masih belum menyadari betapa mahalnya pancaran sinar matahari pagi yang kaya akan kandungan vitamin D dengan kebiasaan begadang setiap malam, apalagi saat ini milenia disibukkan dengan game online yang dilakukan hingga larut malam, sehingga kadang sebagian dari mereka saat berkegiatan di pagi hari lebih mendekati tempat tidur. Saat yang bersamaan Allah Yang Maha Kuasa sedang menebarkan anugerahnya berupa sinar matahari pagi yang penuh energi bagi tubuh kita.

Sebagian dari mereka sering lupa bahwa Rasulullaah Muhammad SAW telah mewanti-wanti agar kita menyegerakan tidur dan menyegerakan bangun. Beliau juga sangat melarang kegiatan tidur yang dilakukan pada rentang waktu antara shalat waktu shubuh hingga dhuhur dan di rentang waktu antara ‘Ashar dan Maghrib.    

BERSAMBUNG…

 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...