DINAMIKA DANA DESA DALAM PERSPEKTIF MENCIPTAKAN KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA

Penulis: Bayu Surya Pramana

Dibaca: 886 kali

Bayu Surya Pramana

Oleh Bayu Surya Pramana

(Ketua MGMP Geografi Kota Sukabumi/Guru Geografi SMA Negeri 1 Sukabumi)

 

Jika berbicara tentang kemajuan wilayah, sebagian besar dari kita akan terfokus pada wilayah bernama kota, seperti smart city, green city, kota maju berkelanjutan, ataupun istilah lain yang mengarah pada makna kota beserta dengan semua atribut kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hanya sedikit bahkan mungkin hampir sangat jarang yang terlintas tentang makna kemajuan itu diidentikkan dengan desa. Maka persepsi itu kemudian menggiring stigma bahwa desa identik dengan tradisional, tertinggal, kebodohan, kemunduran dan hal – hal negative lain yang selaras dengan makna ketertinggalan atau keterlambatan. Hal senada memang tidak terlalu disalahkan, karena apabila kita lihat kenyataan di lapangan memang rata – rata desa kita identik dengan tradisional, kesederhaan, dan IPM yang rendah.

Tidak banyak yang menyadari bahwa sebenarnya desa memiliki banyak sekali potensi yang mampu mendorong sebuah perubahan kemajuan terutama di dalam menjawab tantangan sustainable development goals yang dewasa ini tengah digaungkan oleh lembaga internasional. Diakui atau tidak, desa menyimpan banyak peran strategis dalam kemajuan suatu negara. Selain peran strategis sebagai sumber produksi bahan mentah untuk industry dan kota, penyuplai tenaga kerja produktif, dan penyeimbang / kontrol sosial kehidupan bermasyarakat, jauh lebih daripada itu desa adalah sebagai sebuah culture core. cikal bakal sebuah peradaban atau sebuah kota itu terlahir dari sebuah desa yang kemudian baik penduduk maupun pemerintahannya mampu mengoptimalkan semua potensi baik fisik dan non fisik sehingga terciptalah sebuah kemajuan yang berdampak pada perubahan dan perkembangan pola berpikir masyarakat dan pembangunan fisik daerah sehingga mewujud menjadi apa yang kita kenal dengan istilah “kota”. Artinya jika ingin memajukan sebuah negara, maka majukanlah desa.

Menyadari betul peran tersebut, maka pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2001 membentuk sebuah kementerian khusus yang bernama Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia yang memudian menjadi cikal bakal dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi saat ini. Tidak tanggung-tanggung pada tahun 2015 pemerintah melalui kementerian ini menggelontorkan dana untuk dikelola setiap desa kurang lebih 1 miliar per tahun. Kebijakan itu terus berkembang, sehingga saat ini dana tersebut bisa bertambah ataupun berkurang sesuai dengan klasifikasi desa berdasarkan hasil penilaian atau monev desa.

Pada tahun 2021 saja pemerintah telah mengeluarkan Rp. 71,58 Triliun yang disalurkan untuk 74.939 Desa yang dihitung per 10 Januari 2022. Ini nominal yang tidak sedikit, dana ini sangat strategis dan sangat besar untuk ukuran pemerintahan desa, bahkan sangat riskan terjadi penyalahgunaan didalam pemanfataan dan pengelolaannya. Tak jarang, karena adanya dana tersebut, dewasa ini jabatan kepala desa menjadi banyak peminatnya. Diakui atau tidak, jabatan kepala desa dengan pengelolaan dana sebesar itu menjadi sebuah pemicu atau stimulus bagi sebagian masyarakat yang ingin meningkatkan strata sosial dengan jalan menjadi kepala desa. Tak khayal, hal itu dapat kita saksikan saat ini, pemilihan kepala desa sudah hampir mirip dengan pemilihan bupati atau walikota. Banyak yang berambisi hampir seperti pala politisi dengan berbagai strategi untuk menarik simpati para penduduk pribumi. Mulai dari mincing mania, pengajian bersama, hiburan rakyat, sampai pada money politik pun kian merebak di kalangan pemerintahan bawah.

Sayangnya, animo dan partisipasi aktif yang besar tersebut tidak diimbangi dengan kepribadian, dan visi – misi yang kuat dalam memajukan pemerintahan desa. Hal itu dapat terlihat dari maraknya kasus Korupsi penggunaan dana desa yang kian hari kian marak di layar media. Sampai – sampai Komisi Pemberantasan Korupsi kini harus terjun ke dasar pemerintahan untuk mengusut pengelolaan dana tersebut. Bahkan di tahun 2019 bukan hanya tentang penyalahgunaan dana desa yang telah digunakan, beberapa oknum bahkan sengaja membuat desa fiktif/desa bohongan dan dengan jumlah yang tidak sedikit. Mungkin bila kita coba kalkulasikan, kasus korupsi dana desa kini menjadi kasus korupsi yang paling banyak di indonesia. Kasus yang seharusnya tidak ada di tingkat masyarakat desa, karena seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat desa itu identik dengan adat dan tradisi yang kuat, hubungan didasarkan pada kekeluargaan/paguyuban/gemeinschaft, ramah, Jujur, toleransi rendah, dan memegang teguh nilai dan norma yang salah satunya tidak pernah berani mengambil hak yang bukan hak sendiri.

Selain dari penyalahgunaan dana desa, faktor kurangnya efektivitas dan solusitifitas dari berbagai kebijakan penggunaan dana desa pun menjadi hal dasar yang menyebabkan gelontoran dana puluhan triliun tidak memberikan dampak yang siginifikan. Kebanyakan penggunaan dana desa, menurut hemat penulis dinilai tidak tepat guna, masih berorientasi pada pembangunan yang sifatnya kurang produktif. Artinya hanya sebatas memperbaiki fasilitas tetapi tidak dapat meningkatkan kesejahteraan perekonomian penduduk desa. Dimana kita masih bisa melihat banyak sekali penduduk desa yang berada di bawah garis kemiskinan, angka kriminalitas/pencurian masih relative tinggi, sehingga desa tidak lagi menjadi tempat yang aman dan nyaman, pengangguran didesa masih tinggi, bahkan penduduk desa masih banyak yang memiliki motivasi tinggi untuk melakukan urbanisasi demi meningkatkan perekonomian keluarga atau sekedar ingin dapat bekerja. Hal itu kemudian berdampak pada menurunnya tenaga kerja produktif di desa yang akhirnya berdampak buruk pada perekonomian desa bahkan desa cenderung mengalami penurunan.

Maka dari itu, penulis mencoba menuangkan beberapa gagasan yang tentunya besar harapan penulis dapat sedikit memberikan ide untuk membangun desa dengan stimulus dana desa yang kita miliki. Pertama, lakukan seleksi yang komprehensif terhadap calon kepala desa. Seorang kepala desa harus memiliki visi dan misi yang jelas untuk memajukan desa, kalau perlu para calon kepala desa harus dikompetisikan dalam bentuk adu ide, gagasan, dan program. Meraka harus menyusun program realistis, efektif, kreatif, inovatif dalam masa jabatan yang akan mereka emban. Hal ini sangat penting karena seorang pemimpin harus memiliki rencana yang matang, terarah, visioner, dan terukur untuk menciptakan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kedua, menciptakan command center desa. Setiap akses masuk desa disiapkan cctv beserta pos pemeriksaan. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh cukup besar dalam memantau dan menciptakan keamanan desa. Mengingat saat ini kejahatan mengalami perubahan yang signifikan juga sehingga bentuk pengamanan desa tidak hanya menitik beratkan pada siskamling saja yang saat ini pun mengalami penurunan tetapi juga harus dibantu dengan perangkat lain sehingga pemerintahan desa dapat memastikan dan memantau titik – titik strategis keamanan desanya.

Ketiga, bentuk pusat kegiatan literasi penduduk. Desa dapat menyediakan sarana literasi berupa buku, pengetahuan ataupun semacam perpustakaan digital desa. Dengan menyediakan berbagai macam buku pertanian, peternakan, budidaya, ekonomi kreatif, industry, atau penerapan teknologi tepat guna untuk mendukung proses ekonomi di desa. Selain itu dilengkapi pula dengan perangkat computer, lingkungan yang representative, dan juga jaringan internet yang memadai. Sehingga tidak hanya penduduk dewasa yang datang tetapi anak – anak usia sekolah yang memiliki akses rendah terhadap internet dapat di cover oleh program desa ini. mengingat penggunaan akses disekolah masih terbatas oleh dana dan waktu, mungkin dengan adanya fasilitas internet dan literasi ini dapat membantu dalam IPM masyarakat desa sekaligus mengurangi beban pengeluaran orang tua.

Keempat, Angkutan desa terpadu. Dewasa ini, banyak sekali ojeg atau kendaraan desa yang mengalami kemunduran karena dianggap tidak lagi banyak ketertarikan. Kenapa tidak, desa menyediakan layanan aplikasi seperti layanan Ojek Online atau Taksi Online. Aplikasi ini hanya berlaku di wilayah desa tersebut, tentunya saat ini hampir seluruh masyarakat desa memiliki smartphone, sehingga layanan ini hampir bisa dipastikan dapat diterapkan di desa. Tentunya perusahaan dari ojek online ini dibawah desa dan menjadi badan usaha milik desa. Selain sifatnya produktif, juga bisa membuka lapangan kerja untuk penduduk yang pengangguran dan mempercepat arus ekonomi dalam desa dengan tentunya didalamnya dilengkapi dengan fasilitas pengiriman barang, pesan makanan dll layaknya aplikasi ojek online yang berkembang.

Kelima, membeli alat pengelola sampah plastik yang merubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak dan produk tersebut adalah asli buatan hand made orang indonesia pernah muncul di berita dan televisi. dengan alat ini, kita bisa mengatasi masalah sampah plastik di desa sekaligus juga menambah sumber operasional desa, sedangkan sampah organiknya kita kumpulkan untuk dibuat humus yang selanjutnya akan kita bahas di program selanjutnya. kenapa hal ini menjadi program produktif, karena salah satu masalah lingkungan yang terjadi di desa adalah tidak memiliki tempat penampungan dan pengelolaan sampah sehingga banyak warga yang membuang sampah ke sungai dan pinggiran lahan kosong milik orang lain dan itu memicu masalah lainnya. Dan juga jumlah produksi sampah plastic saat ini tidak bisa dihindari, kita harus bijak dalam mengoptimalkan potensi ikatan karbon dalam senyawa plastik ini.

Keenam, membeli sumber sumber mata air milik lahan warga. jadi setip mata air yang ada di wilayah desa akan dibeli oleh desa sebagai aset desa dimana akan dimanfaatkan dan disebarkan untuk seluruh warga desa sehingga meminimalisir pengeluaran untuk membeli air mineral, pun akan disalurkan sebagai pengairan sawah sehingga sumber pangan meningkat. Tidak hanya itu, sumber mata air berupa situ atau telaga ini dapat dimanfaatkan juga untuk tempat budidaya perikanan organic sebagai sumber pemasukan lain dari sektor produksi bahan usaha milik desa. Jika tidak memungkin dijual setidaknya bisa menjadi sumber makanan bagi masyarakat desa yang kurang mampu.

Ketujuh, mengoptimalkan tanah atau lahan desa untuk sumber - sumber pangan dan sayuran. yang mengelola para pengangguran dan dibimbing oleh ahli pertanian sehingga lahan tersebut menjadi produktif, menyerap lapangan kerja dan jika harga nya bagus dijual dan hasilnya dimasukkan kedalam pendapatan desa untuk disalurkan kepada para penerima bantuan tetap seperti orang tua/jompo, janda, dan penduduk dibawah standar ekonomi. kalau perlu, desa membeli lahan sawah produktif sebagai tabungan pangan desa mengantisipasi kelaparan.

Kedelapan, normalisasi sungai. setelah sungai bebas sampah maka selanjutnya sungai kita kembalikan ke fungsi dasarnya dan setelah bersih kita tebar benih ikan - ikan konsumsi dan endemik. sehingga masyarakat bisa mencari sumber pangan jika kesulitan, tetapi diterbitkan aturan ikan yang boleh ditangkap hanya yang berbobot tertentu dan dihari tertentu saja serta hanya menggunakan alat pancing atau tangan kosong ataupun alat tradisional seperti bubu.

Demikian gagasan penulis tentang desa, masih banyak ide, keinginan, dan gagasan – gagasan yang ingin dituangkan, namun keterbatasan pula yang lebih banyak penulis miliki. Semoga desa semakin maju, masyarakat makin sejahtera dan Indonesia semakin jaya.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...