Penulis: Bayu Surya Pramana
Bayu Surya Pramana
Oleh Bayu Surya Pramana
(Ketua
MGMP Geografi Kota Sukabumi/Guru Geografi SMA Negeri 1 Sukabumi)
Jika
berbicara tentang kemajuan wilayah, sebagian besar dari kita akan terfokus pada
wilayah bernama kota, seperti smart city,
green city, kota maju berkelanjutan,
ataupun istilah lain yang mengarah pada makna kota beserta dengan semua atribut
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hanya sedikit bahkan mungkin hampir sangat
jarang yang terlintas tentang makna kemajuan itu diidentikkan dengan desa. Maka
persepsi itu kemudian menggiring stigma bahwa desa identik dengan tradisional,
tertinggal, kebodohan, kemunduran dan hal – hal negative lain yang selaras
dengan makna ketertinggalan atau keterlambatan. Hal senada memang tidak terlalu
disalahkan, karena apabila kita lihat kenyataan di lapangan memang rata – rata
desa kita identik dengan tradisional, kesederhaan, dan IPM yang rendah.
Tidak
banyak yang menyadari bahwa sebenarnya desa memiliki banyak sekali potensi yang
mampu mendorong sebuah perubahan kemajuan terutama di dalam menjawab tantangan
sustainable development goals yang dewasa ini tengah digaungkan oleh lembaga
internasional. Diakui atau tidak, desa menyimpan banyak peran strategis dalam
kemajuan suatu negara. Selain peran strategis sebagai sumber produksi bahan
mentah untuk industry dan kota, penyuplai tenaga kerja produktif, dan
penyeimbang / kontrol sosial kehidupan bermasyarakat, jauh lebih daripada itu
desa adalah sebagai sebuah culture core.
cikal bakal sebuah peradaban atau sebuah kota itu terlahir dari sebuah desa
yang kemudian baik penduduk maupun pemerintahannya mampu mengoptimalkan semua
potensi baik fisik dan non fisik sehingga terciptalah sebuah kemajuan yang
berdampak pada perubahan dan perkembangan pola berpikir masyarakat dan
pembangunan fisik daerah sehingga mewujud menjadi apa yang kita kenal dengan
istilah “kota”. Artinya jika ingin memajukan sebuah negara, maka majukanlah
desa.
Menyadari
betul peran tersebut, maka pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2001
membentuk sebuah kementerian khusus yang bernama Kementerian Negara Percepatan
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia yang memudian menjadi cikal bakal dari Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi saat ini. Tidak tanggung-tanggung
pada tahun 2015 pemerintah melalui kementerian ini menggelontorkan dana untuk
dikelola setiap desa kurang lebih 1 miliar per tahun. Kebijakan itu terus
berkembang, sehingga saat ini dana tersebut bisa bertambah ataupun berkurang
sesuai dengan klasifikasi desa berdasarkan hasil penilaian atau monev desa.
Pada
tahun 2021 saja pemerintah telah mengeluarkan Rp. 71,58 Triliun yang disalurkan
untuk 74.939 Desa yang dihitung per 10 Januari 2022. Ini nominal yang tidak
sedikit, dana ini sangat strategis dan sangat besar untuk ukuran pemerintahan
desa, bahkan sangat riskan terjadi penyalahgunaan didalam pemanfataan dan
pengelolaannya. Tak jarang, karena adanya dana tersebut, dewasa ini jabatan
kepala desa menjadi banyak peminatnya. Diakui atau tidak, jabatan kepala desa
dengan pengelolaan dana sebesar itu menjadi sebuah pemicu atau stimulus bagi
sebagian masyarakat yang ingin meningkatkan strata sosial dengan jalan menjadi
kepala desa. Tak khayal, hal itu dapat kita saksikan saat ini, pemilihan kepala
desa sudah hampir mirip dengan pemilihan bupati atau walikota. Banyak yang
berambisi hampir seperti pala politisi dengan berbagai strategi untuk menarik
simpati para penduduk pribumi. Mulai dari mincing mania, pengajian bersama,
hiburan rakyat, sampai pada money politik pun kian merebak di kalangan
pemerintahan bawah.
Sayangnya,
animo dan partisipasi aktif yang besar tersebut tidak diimbangi dengan
kepribadian, dan visi – misi yang kuat dalam memajukan pemerintahan desa. Hal
itu dapat terlihat dari maraknya kasus Korupsi penggunaan dana desa yang kian
hari kian marak di layar media. Sampai – sampai Komisi Pemberantasan Korupsi
kini harus terjun ke dasar pemerintahan untuk mengusut pengelolaan dana
tersebut. Bahkan di tahun 2019 bukan hanya tentang penyalahgunaan dana desa
yang telah digunakan, beberapa oknum bahkan sengaja membuat desa fiktif/desa
bohongan dan dengan jumlah yang tidak sedikit. Mungkin bila kita coba
kalkulasikan, kasus korupsi dana desa kini menjadi kasus korupsi yang paling
banyak di indonesia. Kasus yang seharusnya tidak ada di tingkat masyarakat
desa, karena seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat desa itu identik dengan
adat dan tradisi yang kuat, hubungan didasarkan pada
kekeluargaan/paguyuban/gemeinschaft, ramah, Jujur, toleransi rendah, dan
memegang teguh nilai dan norma yang salah satunya tidak pernah berani mengambil
hak yang bukan hak sendiri.
Selain
dari penyalahgunaan dana desa, faktor kurangnya efektivitas dan solusitifitas
dari berbagai kebijakan penggunaan dana desa pun menjadi hal dasar yang
menyebabkan gelontoran dana puluhan triliun tidak memberikan dampak yang
siginifikan. Kebanyakan penggunaan dana desa, menurut hemat penulis dinilai
tidak tepat guna, masih berorientasi pada pembangunan yang sifatnya kurang
produktif. Artinya hanya sebatas memperbaiki fasilitas tetapi tidak dapat
meningkatkan kesejahteraan perekonomian penduduk desa. Dimana kita masih bisa
melihat banyak sekali penduduk desa yang berada di bawah garis kemiskinan,
angka kriminalitas/pencurian masih relative tinggi, sehingga desa tidak lagi
menjadi tempat yang aman dan nyaman, pengangguran didesa masih tinggi, bahkan
penduduk desa masih banyak yang memiliki motivasi tinggi untuk melakukan
urbanisasi demi meningkatkan perekonomian keluarga atau sekedar ingin dapat
bekerja. Hal itu kemudian berdampak pada menurunnya tenaga kerja produktif di
desa yang akhirnya berdampak buruk pada perekonomian desa bahkan desa cenderung
mengalami penurunan.
Maka
dari itu, penulis mencoba menuangkan beberapa gagasan yang tentunya besar
harapan penulis dapat sedikit memberikan ide untuk membangun desa dengan
stimulus dana desa yang kita miliki. Pertama,
lakukan seleksi yang komprehensif terhadap calon kepala desa. Seorang kepala
desa harus memiliki visi dan misi yang jelas untuk memajukan desa, kalau perlu
para calon kepala desa harus dikompetisikan dalam bentuk adu ide, gagasan, dan
program. Meraka harus menyusun program realistis, efektif, kreatif, inovatif
dalam masa jabatan yang akan mereka emban. Hal ini sangat penting karena
seorang pemimpin harus memiliki rencana yang matang, terarah, visioner, dan
terukur untuk menciptakan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kedua,
menciptakan command center desa. Setiap akses masuk desa disiapkan cctv beserta
pos pemeriksaan. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh cukup besar dalam
memantau dan menciptakan keamanan desa. Mengingat saat ini kejahatan mengalami
perubahan yang signifikan juga sehingga bentuk pengamanan desa tidak hanya
menitik beratkan pada siskamling saja yang saat ini pun mengalami penurunan
tetapi juga harus dibantu dengan perangkat lain sehingga pemerintahan desa
dapat memastikan dan memantau titik – titik strategis keamanan desanya.
Ketiga,
bentuk pusat kegiatan literasi penduduk. Desa dapat menyediakan sarana literasi
berupa buku, pengetahuan ataupun semacam perpustakaan digital desa. Dengan
menyediakan berbagai macam buku pertanian, peternakan, budidaya, ekonomi
kreatif, industry, atau penerapan teknologi tepat guna untuk mendukung proses
ekonomi di desa. Selain itu dilengkapi pula dengan perangkat computer,
lingkungan yang representative, dan juga jaringan internet yang memadai.
Sehingga tidak hanya penduduk dewasa yang datang tetapi anak – anak usia
sekolah yang memiliki akses rendah terhadap internet dapat di cover oleh
program desa ini. mengingat penggunaan akses disekolah masih terbatas oleh dana
dan waktu, mungkin dengan adanya fasilitas internet dan literasi ini dapat
membantu dalam IPM masyarakat desa sekaligus mengurangi beban pengeluaran orang
tua.
Keempat,
Angkutan desa terpadu. Dewasa ini, banyak sekali ojeg atau kendaraan desa yang
mengalami kemunduran karena dianggap tidak lagi banyak ketertarikan. Kenapa
tidak, desa menyediakan layanan aplikasi seperti layanan Ojek Online atau Taksi
Online. Aplikasi ini hanya berlaku di wilayah desa tersebut, tentunya saat ini
hampir seluruh masyarakat desa memiliki smartphone, sehingga layanan ini hampir
bisa dipastikan dapat diterapkan di desa. Tentunya perusahaan dari ojek online
ini dibawah desa dan menjadi badan usaha milik desa. Selain sifatnya produktif,
juga bisa membuka lapangan kerja untuk penduduk yang pengangguran dan
mempercepat arus ekonomi dalam desa dengan tentunya didalamnya dilengkapi
dengan fasilitas pengiriman barang, pesan makanan dll layaknya aplikasi ojek
online yang berkembang.
Kelima,
membeli alat pengelola sampah plastik yang merubah sampah plastik menjadi bahan
bakar minyak dan produk tersebut adalah asli buatan hand made orang indonesia
pernah muncul di berita dan televisi. dengan alat ini, kita bisa mengatasi
masalah sampah plastik di desa sekaligus juga menambah sumber operasional desa,
sedangkan sampah organiknya kita kumpulkan untuk dibuat humus yang selanjutnya
akan kita bahas di program selanjutnya. kenapa hal ini menjadi program produktif,
karena salah satu masalah lingkungan yang terjadi di desa adalah tidak memiliki
tempat penampungan dan pengelolaan sampah sehingga banyak warga yang membuang
sampah ke sungai dan pinggiran lahan kosong milik orang lain dan itu memicu
masalah lainnya. Dan juga jumlah produksi sampah plastic saat ini tidak bisa
dihindari, kita harus bijak dalam mengoptimalkan potensi ikatan karbon dalam
senyawa plastik ini.
Keenam,
membeli sumber sumber mata air milik lahan warga. jadi setip mata air yang ada
di wilayah desa akan dibeli oleh desa sebagai aset desa dimana akan
dimanfaatkan dan disebarkan untuk seluruh warga desa sehingga meminimalisir
pengeluaran untuk membeli air mineral, pun akan disalurkan sebagai pengairan
sawah sehingga sumber pangan meningkat. Tidak hanya itu, sumber mata air berupa
situ atau telaga ini dapat dimanfaatkan juga untuk tempat budidaya perikanan
organic sebagai sumber pemasukan lain dari sektor produksi bahan usaha milik
desa. Jika tidak memungkin dijual setidaknya bisa menjadi sumber makanan bagi
masyarakat desa yang kurang mampu.
Ketujuh,
mengoptimalkan tanah atau lahan desa untuk sumber - sumber pangan dan sayuran.
yang mengelola para pengangguran dan dibimbing oleh ahli pertanian sehingga
lahan tersebut menjadi produktif, menyerap lapangan kerja dan jika harga nya
bagus dijual dan hasilnya dimasukkan kedalam pendapatan desa untuk disalurkan
kepada para penerima bantuan tetap seperti orang tua/jompo, janda, dan penduduk
dibawah standar ekonomi. kalau perlu, desa membeli lahan sawah produktif
sebagai tabungan pangan desa mengantisipasi kelaparan.
Kedelapan,
normalisasi sungai. setelah sungai bebas sampah maka selanjutnya sungai kita
kembalikan ke fungsi dasarnya dan setelah bersih kita tebar benih ikan - ikan
konsumsi dan endemik. sehingga masyarakat bisa mencari sumber pangan jika
kesulitan, tetapi diterbitkan aturan ikan yang boleh ditangkap hanya yang
berbobot tertentu dan dihari tertentu saja serta hanya menggunakan alat pancing
atau tangan kosong ataupun alat tradisional seperti bubu.
Demikian
gagasan penulis tentang desa, masih banyak ide, keinginan, dan gagasan –
gagasan yang ingin dituangkan, namun keterbatasan pula yang lebih banyak
penulis miliki. Semoga desa semakin maju, masyarakat makin sejahtera dan
Indonesia semakin jaya.