Penulis: Hasbulllah Fudail
Festival Kewarganegaraan
Para tenaga pendidikan khususnya guru untuk tidak perlu merasa ketakutan dipidana dalam menegakkan disiplin di lingkungan sekolah karena takut dituduh melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Demikian disampaikan Hasbullah Fudail (Kepala Bidang HAM Kanwil Kemenkumham Jawa Barat) ketika memberikan arahan kepada para guru pendamping dari berbagai sekolah SMA, SMK, MAN dari Jawa Barat yang mengikuti lomba Festival Kewarganegaraan 2022 di Universitas Islam Nusantara Bandung Selasa (13/09/2022).
Hal itu disampaikan Hasbullah menyikapi banyaknya ketakutan dari para guru pendidik untuk memberikan sanksi kepada para siswa siswi yang melakukan pelanggaran terhadap aturan di sekolah karena takut dilaporkan ke pihak berwajib dengan tuduhan melakukan pelanggaran HAM.
Berdasarkan
yurisprudensi Mahkamah Agung (MA), guru tidak bisa dipidana saat menjalankan
profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa. Hal itu
diputuskan saat mengadili guru dari Majalengka, Jawa Barat, SD Aop Saopudin.
Kala itu, Aop
mendisiplinkan empat siswanya yang berambut gondrong dengan mencukur rambut
siswa tersebut pada Maret 2012. Salah seorang siswa tidak terima dan melabrak
Aop dengan memukulnya. Aop juga dicukur balik.
Atas dakwaan itu,
Aop dikenakan pasal percobaan oleh PN Majalengka dan Pengadilan Tinggi (PT)
Bandung. Tapi oleh MA, hukuman itu dianulir dan menjatuhkan vonis bebas murni
ke Aop. Putusan yang diketok pada 6 Mei 2014 itu diadili oleh ketua majelis
hakim Dr Salman Luthan dengan anggota Dr Syarifuddin dan Dr Margono. Ketiganya
membebaskan Aop karena sebagai guru Aop mempunyai tugas untuk mendisiplinkan
siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong untuk menertibkan para siswa.
Pertimbangannya adalah:
Apa yang dilakukan
terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana
dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut
karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin.
Menurut Hasbullah,
dunia pendidikan kita khususnya tingkat SMA, SMK, dan MAN termasuk yang berbasis pesantren atau boording
school saat ini banyak diuji dengan berbagai kekerasan. Kekerasan yang
terjadi di sekolah atau pondok sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh
lingkungan masyarakat, karena sekolah dan pondok adalah bentuk miniatur masyarakat
secara umum. Jika kekerasan terjadi di lingkungan masyarakat maka sekolah atau
pondok pasti juga akan mendapat pengaruh. Sekolah dan pondok adalah tempat
kedua setelah rumah untuk menyemai kesadaran hukum dan HAM menjadi kebiasaan,
norma, dan budaya.