Penulis: Ade Fathurahman
Ade Fathurahman
(Guru Geografi
SMAN 1 Kota Sukabumi)
Saya tidak begitu
faham tentang jenis tulisan ini. Apakah narasi, atau opini, bahkan mungkin tak
termasuk ke dalam jenis tulisan apapun. Biarlah, yang penting saya harus
menulis untuk menceritakan suatu hal yang saya anggap pantas untuk ditulis. Ini
tentang hal yang berkenaan dengan teman sejawat, seorang guru yang lebih muda
dari saya, tetapi memiliki kompetensi profesionalisme di atas rata-rata.
Sepertinya saya
sekarang ini lebih tepatnya sedang menulis tentang seorang penulis. Ya, seorang
penulis artikel yang beberapa bulan belakangan sampai bulan ini like dan komen
yang berkenaan dengan tulisan-tulisannya memenuhi panel notifikasi di FB dan wA
saya.
Sedikitnya sudah 3
redaksi online yang beliau kirim tulisannya dalam berbagai judul.
Terakhir kali
tulisannya tentang peristiwa yang masih hangat, yakni tentang "Tragedi
Kanjuruhan" dari perspektif bidang studi yang beliau ampu di sekolah.
Kajian kontekstual yang tentu saja tidak fokus untuk menempatkan orang-orang
yang hadir di TKP sebagai tersangka, ataupun korban.
Sepertinya, jika
dikaitkan dengan kajian Geografi akan mengingatkan saya pada salah satu teori
dari beberapa teori yang pernah ada dalam Geografi, yakni Ecolofmgy Approach.
Ya, sebuah teori yang menawarkan manusia untuk senantiasa menjaga hubungan
timbal balik yang seimbang dengan lingkungannya.
Di awal tahun
pembelajaran Mata Pelajaran Geografi Kelas 10, kisaran Juli, secara kebetulan,
mengacu pada RPP yang dipergunakan, saya harus membimbing siswa untuk
memperkenalkan teori-teori tentang Hubungan Timbal Balik Antara Mannusia dengan
Lingkungannya (Human and Environment Relationship Teories). Secara runtun
selama bertahun-tahun saya harus menjelaskan tentang teori-teori tersebut mulai
dari Determinism, Possibilism, Culture Relatifism, Anthroposentrist hingga
Ecology Approach.
Jika diambil
benang merah antar kedua mata pelajaran tadi, Kimia dan Geografi, maka dalam
penyajiannya di KBM kita dituntut untuk menghadirkan psebuah peristiwa yang
mewakili tataran-tataran konseptual yang kita jelaskan. Intinya proses KBM
harus menganut pada "Contextual Learning" agar para peserta didik
memahami tujuan pembelajaran yang diharapkan kurikulum. Pesan Paedagogiknya "Sesungguhnya
kita para guru, mediator pendidikan pada
umumnya termasuk saya dengan rekan
sejawat tadi, tentu saja harus terus mengasah Kompetensi Paedagogik agar
pembelajaran kontekstual senantiasa hadir pada setiap MP yang diampu.