Penulis: Tatang Sunendar
Tatang Sunendar
Oleh Tatang Sunendar
(Widyaiswara
BBGP/Anggota Kaci)
Sebuah wadah baru peningkatan
profesi guru bernama Komunitas Belajar (Kombel). Komunitas belajar adalah sekelompok
pendidik dan tenaga kependidikan dalam satu sekolah yang belajar bersama-sama
dan berkolaborasi secara rutin dengan tujuan yang jelas dan terukur untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga berdampak pada hasil belajar
peserta didik. Tujuan Komunitas Belajar dalam sekolah diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi pendidik dan membangun budaya belajar bersama yang berkelanjutan,
sehingga berdampak pada peningkatan hasil belajar peserta didik.
Komunitas belajar
merupakan adaptasi dari pola komunitas praktisi sebuah prinsip yang diperkenalkan
oleh Etienne Wenger dalam bukunya Community of Practice. Ia mengatakan bahwa Komunitas
Praktisi adalah sekelompok individu yang memiliki semangat dan kegelisahan yang
sama tentang praktik yang mereka lakukan dan ingin melakukannya dengan lebih
baik dengan berinteraksi secara rutin (Wenger, 2010). Praktik yang dimaksud
bergantung pada konteks peran sehari-hari anggota komunitas praktisi. Prinsip komunitas
praktisi digunakan untuk menuntun komunitas belajar dalam menentukan tujuan dan
mengembangkan aktivitas yang bermakna.
Dalam
pelaksanaannya komunitas belajar terdiri dari 1) Komunitas belajar sekolah 2) Komunitas
belajar antar sekolah dan 3) Komunitas belajar daring. Komunitas belajar
sekolah anggotanya terdiri dari kepala
sekolah, guru dengan penggeraknya kepala sekolah dan guru yang ditunjuk, Komunitas
belajar antar sekolah anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, pengawas
dalam satu gugus, dan di dalamnya terdapat juga KKG. MGMP atau yang lainnya,
penggeraknya mitra pembangunan, kepala sekolah, pengawas sekolah maupun guru
penggerak sedangkan komunitas belajar daring terdiri dari Guru, Kepala Sekolah,
Pengawas Sekolah yang belajar bersama dalam sebuah platform daring tertentu.
Seperti: FB Group, WA Group, dll.
Dalam melaksanakan
kegiatannya komunitas belajar mengikuti siklus yang dimulai dengan 1) Mengidentifikasi kebutuhan
belajar atau permasalahan yang sedang dihadapi oleh anggotanya, 2) Membuat
rencana pembelajaran bersama, berbagi pengalaman, dan berdiskusi memecahkan masalah 3) Mempraktikkan hasil diskusi ke
dalam kelas atau sekolah 4) berdiskusi dan mereflesikan praktek yang telah
dilaksanakan dan dampaknya pada siswa serta 5) Mendokumentasikan kegiatan dan
hasil diskusi sebagai bahan belajar anggota. Selanjutnya dalam melaksanakan
kegiatan setiap anggota diatur oleh norma atau aturan yang telah disepakati
bersama.
Muncul pertanyaan dari guru dan kepala sekolah apakah
dengan adanya komunitas belajar (Kombel) itu menggantikan KKG/MGMP atau
bagaimana, jika melihat dari pengurus dan anggota nampaknya tidak jauh berbeda.
Di KKG/MGMP juga ada KKG/MGMP sekolah dan antar sekolah yang tidak ada adalah
KKG/MGMP daring, pun dalam kegiatannya tidak jauh berbeda, namun dalam kombel
kegiatan diatur dengan siklus yang telah ditentukan sedangkan di KKG/MGMP tidak
ada siklus yang ditetapkan lebih jauh KKG/MGMP hanya sebatas wadah saja
sedangkan aktivitas di dalamnya digerakkan oleh penggerak komunitas belajar.
Secara prinsip
kombel dan KKG/MGMP tidak jauh berbeda, masing-masing berorientasi untuk
meningkakan kompetensi dan profesionalisme guru. Oleh karena hal tersebut maka
sewajarnya untuk menjalin sinergisitas dan berkolaborasi dalam merumuskan
program yang bisa dijadikan dasar untuk merumuskan program yang bisa menjadi
daya ungkit peningkatan prestasi peserta didik.
Langkah kolaborasi
yang dilakukan melalui saling melengkapi antara hal yang baik di Kombel dan praktek
baik di KKG/MGMP untuk dijadikan program prioritas, misalnya yang baik di kombel
setelah merencanakan program terus dipraktikkan, setelah dipraktikkan dilakukan
refleksi apakah program tersebut berdampak pada siswa atau belum. Hal yang lain
yang menarik adalah perlunya dokumentasi dari kegiatan yang dilakukan sebagai
dasar untuk mengidentifiasi dan
merancang progam selanjutnya.
Inovasi wadah
peningkatan profesi dan kompetensi guru kombel ini wajib untuk didukung, karena
dengan dukungan tersebut akan melahirkan sebuah ekosistem pemberdayaan guru
yang optimal. Yang menjadi masalah apakah semua guru, kepala sekolah dan
pengawas sudah memahami tentang Kombel atau belum? Jika belum semua memahami
sudah selayaknya dilakukan sosialisasi terhadap seluruh guru, kepala sekolah,
dan pengawas sekolah.
Upaya melakukan
sosialisasi Kombel bisa dilakukan oleh guru penggerak, kepala sekolah penggerak,
pengawas pembina yang telah mengikuti program penguatan maupun guru, kepala
sekolah alumni kegiatan akselerasi penggerak komunitas belajar, sehingga akan
mendorong pemahaman yang lebih masif dan terstruktur. Jika pemahaman telah
terbentuk maka mau menggunakan istilah Kombel maupun KKG/MGMP sepanjang
programnya jelas dan bersinergi tidak ada masalah. Adapun terkait dengan
kepengurusan bisa saja sama.
Kombel dihadirkan
sebagai upaya untuk meningkatkan mutu siswa. Oleh karena itu dalam melaksanakan
kegiatan anggota kombel selalu berorientasi pada usaha untuk merumuskan strategi,
metode dan pelayanan agar peserta didik betul-betul memperoleh layanan yang
optimal. Untuk itu setiap selesai melakukan praktik pembelajaran dilakukan
refleksi apakah target sudah tercapai atau belum. Dalam melakukan refleksi
angota kombel menggunakan pendekatan 4P (perasaan, pengalaman, pembelajaran,
program tidak lanjut). Artinya saat melakukan refleksi anggota kombel menyampaikan
perasaan, pengalaman, pembelajaran apa yang diperoleh saat memberikan layanan pada
siswa ini dilakukan sebagai umpan balik bagi guru untuk melakukan perbaikan, selanjutnya
dilakukan program tindak lanjut sebagai upaya perbaikan di tahap berikutnya. Saat
menyampaikan 4P perlu ditanggapi oleh seluruh anggota Kombel sampai dihasilkan sebuah moteda/strategi dan
pendekatan baru yang akan diterapkan pada pertemuan berikutnya.
Output komunitas
belajar di satuan pendidikan yang efektif indikatornya pada seberapa
berdampaknya hal tersebut pada peningkatan hasil belajar peserta didik. Bukan
pada seberapa baiknya rencana yang telah disusun dan dilaksanakan. Hasil
belajar peserta didik berupa tercapainya kompetensi yang diharapkan sesuai
dengan tujuan pembelajaran, bukan berupa nilai angka yang menunjukkan kemampuan
kognisi semata. Dalam prosesnya, satuan pendidikan harus secara sistematis
memantau pembelajaran peserta didik dan menggunakan bukti pencapaian untuk
segera membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dan mendorong perbaikan berkelanjutan.
Hal itu semua dibahas di Komite belajar...semoga…