Penulis Budi Suhardiman
Budi Suhardiman
Oleh Budi Suhardiman
Malapraktik di dunia pendidikan jarang
mendapat perhatian. Bahkan dianggap seolah-olah tidak akan berdampak apa-apa.
Padahal malapraktik di dunia pendidikan berdampak tidak hanya pada satu orang tetapi
pada beberapa generasi ke depan. Oleh karena itu malapraktik dalam dunia
pendidikan sangat berbahaya bagi generasi bangsa di masa yang akan datang.
Pada dunia kedokteran, malapraktik artinya
tindakan dokter yang salah dalam mendiagnosa dan mengobati pasien. Kesalahan
itu disebabkan keteledoran dalam menjalankan tugas profesionalnya. Akibatnya, pasien
merasa dirugikan bahkan bisa jadi jiwanya terancam. Oleh karena itu keluarga pasien
mengadukan tindakan dokter tersebut pada pihak yang berwajib agar diproses
secara hukum.
Malapraktik pada dunia pendidikan sering
terjadi pada pembelajaran di kelas. Guru sebagai orang yang bertanggung jawab
dalam memberikan layanan pembelajaran kepada siswa terkadang tidak sadar sering
melakukan malapraktik. Di era kurikulum
merdeka dengan pembelajaran paradigma barunya, guru dituntut untuk melakukan
pembelajaran yang berpihak kepada siswa. Pembelajaran yang memerdekan siswa.
Guru harus melayani semua siswa dengan berbagai potensinya. Guru harus menganggap
bahwa semua siswa itu memiliki potensi, minat, bakat, dan gaya belajar yang
berbeda-beda. Oleh karena itu guru harus melayaninya dengan berbeda-beda pula.
Dengan demikian semua potensi siswa bisa berkembang dengan baik. Tidak ada
seorangpun siswa yang tidak terlayani atau tertinggal dalam belajar.
Namun faktanya berdasarkan hasil supervisi
pembelajaran yang dilakukan penulis, masih ada saja guru yang menganggap bahwa
semua siswa itu karakteristiknya sama. Akibatnya layanan guru untuk semua siswa
disamakan. Begitu juga guru masih belum
memerdekakan siswa dalam belajar. Peran guru dalam pembelajaran masih dominan
sehingga pembelajaran tidak aktif. Pembelajaran tidak menantang bagi para
siswa. Semua itu menurut penulis
merupakan contoh malapraktik pada dunia pendidikan. Tentu saja kondisi itu pada
awal-awal kurikulum merdeka ini diterapkan masih dianggap wajar. Namun kalau
terus dilakukan, hal itu menjadi sesuatu
yang dianggap tidak wajar dan bisa dikategorikan malapraktik layanan
pembelajaran.
Secara umum malapraktik yang dilakukan
guru bisa dalam hal merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan
mengevaluasi pembelajaran. Di dalam perencanaan pembelajaran bisa saja guru
salah dalam memetakan capaian pembelajaran (CP), menentukan tujuan pembelajaran
(TP), dan menyusun alur tujuan pembelajaran (ATP). Akibatnya yang dituangkan
pada modul ajar juga salah atau tidak tepat. Jika perencanaannya salah maka
pelaksanaan pembelajarnnya juga akan salah. Guru melakukan pembelajaran di
kelas berdasarkan perencanaan yang salah. Begitu pula evaluasi, guru akan
mengevaluasi hasil belajar yang tidak tepat. Hasil belajar yang tidak
diinginkan. Bahkan dalam konteks evaluasi, guru seringkali hanya mengukur hasil
belajar tidak dengan proses. Padahal evaluasi merupakan sesuatu yang tidak
terpisahkan dari proses pembelajaran.
Lalu mengapa ketika ada guru yang
melakukan malapraktik mengajar tidak pernah disentuh secara hukum? Bahkan tidak
pernah mendengar ada orang tua melaporkan guru gara-gara melakukan malapraktik
mengajar kepada putra-putrinya. Guru merupakan jabatan profesional yang
menuntut keahlian metodologi dan penguasaan substansi bahan ajar seperti halnya
dokter harus memiliki kompetensi dalam mendiagnosa dan mengobati pasien. Oleh
karena itu, menurut penulis, ke depan jika ada guru yang melalukan malapraktik
mengajar, bisa saja dilaporkan orang tua siswa kepada yang berwajib atau dinas
pendidikan karena dianggap sudah merusak masa depan putra-putrinya.
Pada saat ini mengapa tidak ada orang tua
yang protes ketika guru melakukan malapraktik? Setidaknya ada lima alasan. Pertama, siswa tidak pernah melapor
kepada orang tuanya bahwa gurunya melakukan kesalahan dalam mengajar. Kedua, orang tua tidak terlalu peduli
terhadap pembelajaran yang dilakukan guru. Ketiga,
malapraktik mengajar dianggap tidak akan berpengaruh apa-apa pada perkembangan
pendidikan anak. Keempat, tidak
adanya komunikasi yang intensif antara orang tua dengan sekolah. Kelima, orang tua terlalu percaya
kepada sekolah dalam melaksanakan pendidikan putra-putrinya.
Malapraktik mengajar disebabkan oleh
beberapa hal, (1) pemahaman guru terhadap filsafat pendidikan masih kurang, (2)
pengetahuan guru tentang prinsip-prinsip pembelajaran minim, (3) penguasaan
guru terhadap bahan ajar masih kurang, (4) pengawasan dari kepsek dan pengawas
pembina belum maksimal, (5) guru terlena dengan kebiasaan lamanya, yang
terkadang kebiasaan lama itu sudah tidak sesuai lagi, (6) guru bersifat
tertutup terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Filsafat pendidikan sebagai dasar atau
landasan guru dalam menjalankan tugas profesionalnya sangat penting. Filsafat
pendidikan akan memberi arah kepada guru ketika melakukan pembelajaran.
Penguasaan guru terhadap filsafat pendidikan terintegrasi dengan mata pelajaran
yang diampunya ketika mereka belajar di LPTK (Lembaga Pendidik dan Tenaga
Kependidikan). Namun kenyataan di lapangan masih ada guru yang latar belakang
pendidikannya berbeda dengan mata pelajaran yang diampunya. Hal ini jelas
penguasaan guru yang bersangkutan terhadap filsafat pendidikan sangat kurang.
Pengalaman penulis ketika melakukan
supervisi pembelajaran, guru masih lemah dalam hal membuka, menyajikan, dan
menutup pembelajaran. Padahal ketiga hal ini merupakan inti dari pembelajaran
di kelas. Jika guru mampu melaksanakan ketiga hal tersebut dengan baik, maka
pembelajaran bisa dikatakan berhasil. Sebaliknya, jika tidak mampu
melaksanakannya, maka pembelajaran tidak berhasil, sehingga tujuan pembelajaran
akan sulit dicapai.
Pengawasan pembelajaran yang dilakukan
kepala sekolah dan pengawas pembina sebaiknya dilakukan secara terus menerus,
tidak hanya melalui supevisi. Kepala sekolah atau pengawas bisa saja melakukan
diskusi terbatas dengan guru mata pelajaran untuk membicarakan pembelajaran
yang telah mereka lakukan. Bisa juga dengan cara menyediakan angket tentang
pelaksanaan pembelajaran yang harus diisi oleh siswa. Dari angket itu akan
terlihat gambaran pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru tersebut.
Guru-guru kita terlalu asik dengan
kebiasaan lamanya. Mereka marasa nyaman dengan kebiasaan lamanya itu, sehingga
saking asiknya tidak mau diganggu dengan hal-hal yang baru, yang menurut
pandangan mereka akan membuat tidak nyaman. Kebiasaan lama itu misalnya (1) potensi,
bakat, minat, dan gaya belajar siswa semuanya dianggap sama, (2) pembelajaran
masih berpusat pada guru, (3) siswa belum merdeka dala mbelajar, (4) bahan ajar
hanya mengandalkan buku teks (tidak bervariasi), (5) pembelajaran monoton, guru
memposisikan diri sebagai nara sumber, model ceramah selalu mendominasi pada
setiap pembelajaran, dan (6) guru menyuruh anak untuk mencatat bahan ajar tanpa
ditindaklanjuti dengan penjelasan. Kebiasaan lama itu sudah merasuk pada
relung-relung hati guru kita, sehingga sangat sulit untuk diubahnya.
Kebiasaan baru yang bisa dilakukan guru
misalnya pembelajaran berbasis IT, penerapan model pembelajaran aktif,
pembelajaran berbasis masalah, melakukan penelitian tindakan kelas, dan pembelajaran
projek. Untuk mengubah kebiasaan lama itu dibutuhkan waktu dan kesabaran. Yang
penting menyadarkan guru dulu bahwa kebiasaan lama itu sudah tidak zamannya
lagi.
Ketertutupan guru pada hal-hal yang baru
bisa saja disebabkan karena mereka sudah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki.
Mereka punya pandangan bahwa ilmu pengetahuan pada waktu kuliahpun sudah cukup.
Padahal ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama yang kaitannya dengan
pembelajaran selalu berkembang. Hasil-hasil penelitian mutahir tentang
pendidikan dan pembelajaran sangat mudah untuk diakses oleh siapapun.
Supaya tidak terjadi malapraktek mengajar,
ada beberapa hal yang bisa kita upayakan. Pertama
mengefektifkan peran organisasi profesi guru seperti MGMP, forum ilmiah guru,
PGRI, dan lain-lain. Semua organisasi profesi tersebut harus fokus pada upaya
peningkatan kompetensi guru. Kegiatan-kegiatannya bisa melalui pelatihan,
workshop, seminar, lesson study, micro
teaching, dan lain-lain. Kedua, mendorong
para guru agar memanfaatkan platporm merdeka mengajar (PMM). Ketiga, para
pembina, kepala sekolah atau pengawas harus secara berkesinambungan melakukan
pengawasan. Supervisi yang selama ini kita lakukan harus ditindaklanjuti dalam
bentuk pembinaan-pembinaan. Diskusi pembelajaran dengan guru harus sudah
menjadi kebiasaan. Keempat, guru
harus sudah mulai sadar bahwa zaman ini berubah. Artinya ilmu pengetahuan dan
teknologi juga berkembang sangat pesat. Oleh karena itu, guru harus selalu
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Kelima,
budaya meneliti di kalangan guru harus sudah menjadi kebiasaan. Guru mengajar
sebenarnya sudah biasa, karena memang tugasnya, tetapi guru meneliti menjadi
luar biasa karena masih sedikit yang melakukanya. Setiap akreditasi sekolah
jumlah guru yang melakukan penelitian sangat sedikit. Penelitian yang dianjurkan untuk para guru
yaitu penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini bertujuan untuk
memperbaiki kinerja guru, terutama dalam hal pembelajaran. Jika kelima hal tadi
dilaksanakan secara konsisten, maka guru yang melakukan malapraktik mengajar
sangat tidak mungkin ditemukan lagi. Semoga!
(Penulis adalah kepala SMPN 6 Garut
dan Ketua Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) Kab. Garut)