Penulis Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana
Oleh Ahmad Rusdiana
Ketika saya memposting tulisan di WAG komunitas tulisan bertajuk "Lima
Pilar Kepemimpinan Abad 21" pada 11 Mar 2023, yang dipublis di MO beritadidik.com. Di WAG tersebut begitu yakin teman memberikan
arahan kepada saya dengan bahasanya tidak kurang dari: "Dalam
berpolitik masa kini, rumusnya memang MPH, lah. Untuk Indonesia plus Ketuhanan
Yang Maha Esa". Saya pikir pernyatan tersebut, sebelumnya agak kurang
jelas dan konteksnya, namun dari yang dapat saya tangkap, mungkin pernyaataan
itu terkait dengan formula "MPH" yang digunakan dalam politik masa
kini di Indonesia, serta hubungannya dengan prinsip "Ketuhanan Yang Maha
Esa" yang tercantum dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Konsep kepemimpinan MPH muncul dari ideologi "Merakyat, Profesional,
dan Humanis" yang telah lama menjadi idealisme dan aspirasi dalam
kepemimpinan di Indonesia. Konsep
ini sering dikaitkan dengan tokoh-tokoh nasional seperti Soekarno dan Bung Hatta
yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dengan semangat nasionalisme,
kepemimpinan yang kuat, dan rasa kemanusiaan yang tinggi. Konsep MPH sendiri
muncul secara resmi pada tahun 2019 dalam acara peringatan Hari Ulang Tahun
ke-92 Bung Karno yang diadakan oleh Forum Merakyat Baru (Formarb), yang saat
itu dihadiri oleh tokoh-tokoh nasional, intelektual, dan aktivis muda.
Beberapa hal yang
melatarbelakangi konsep kepemimpinan MPH antara lain: (1) Keinginan untuk
membangun kepemimpinan yang mampu mengayomi dan melayani rakyat, serta
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan nasional. (2) Mengakui
pentingnya profesionalisme dan kualitas dalam kepemimpinan, serta menghindari
praktik-praktik nepotisme dan korupsi dalam pengambilan keputusan. (3)
Mendorong kepemimpinan yang humanis dan peduli terhadap kepentingan masyarakat,
serta mampu membangun kebersamaan dan toleransi dalam keragaman budaya dan
agama di Indonesia.
Dalam ber politik, serasa penting
untuk memahami nilai-nilai yang diusung oleh partai politik atau kandidat yang
akan dipilih, serta sejauh mana nilai-nilai tersebut sejalan dengan prinsip
dasar negara. Selain itu, perlu juga melihat track record dan
program-program yang ditawarkan oleh partai politik atau kandidat, sehingga
dapat membuat keputusan yang tepat saat memilih wakil rakyat atau pemimpin
negara.
Indikator
untuk nilai-nilai "MPH": (1) Merakyat: partai politik atau kandidat memiliki
program-program yang fokus pada kesejahteraan rakyat, seperti pembangunan
infrastruktur, program-program sosial, dan ketersediaan lapangan kerja yang
memadai. (2) Profesional: partai politik atau kandidat memiliki pengalaman dan
kompetensi yang memadai dalam bidangnya, serta mengedepankan prinsip
transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan tugasnya; dann (3) Humanis:
partai politik atau kandidat mempunyai perhatian dan empati yang tinggi
terhadap kebutuhan dan hak asasi manusia, serta menempatkan kemanusiaan dan
nilai-nilai moral di atas kepentingan politik atau ekonomi.
Indikator
untuk prinsip "Ketuhanan Yang Maha Esa": (1) Partai politik atau kandidat mengakui dan
menghargai keberadaan Tuhan yang maha esa dalam setiap aspek kehidupan dan
kegiatan negara. (2) Partai politik atau kandidat tidak melakukan tindakan yang
merugikan atau merusak agama atau kepercayaan orang lain. (3) Partai politik
atau kandidat menghargai dan mengakui keberagaman agama dan kepercayaan di
Indonesia, serta berupaya menjaga kerukunan dan harmoni antara umat beragama.
Namun,
perlu dicatat bahwa penilaian terhadap partai politik atau kandidat harus
dilakukan dengan cermat dan berdasarkan fakta yang valid, serta tidak hanya
berdasarkan slogan atau retorika semata. Selain itu, indikator-indikator
di atas juga tidaklah lengkap dan dapat berbeda-beda tergantung pada konteks dan
pandangan masing-masing individu.
Konsep "Merakyat, Profesional, dan Humanis" dalam politik
Indonesia tidak dapat dikaitkan dengan teori kepemimpinan yang spesifik karena
istilah tersebut lebih merupakan slogan yang digunakan oleh beberapa partai
politik. Meskipun demikian, nilai-nilai yang terkandung dalam konsep tersebut
dapat dihubungkan dengan beberapa teori kepemimpinan yang ada.
Pertama: Sebagai contoh, nilai "Merakyat" dapat
dihubungkan dengan teori kepemimpinan transformasional yang menekankan
pada hubungan antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin transformasional
memperhatikan kebutuhan dan keinginan pengikutnya, dan berusaha untuk
memotivasi mereka agar mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, pemimpin
transformasional harus mampu memahami masalah dan kebutuhan masyarakat, serta
memimpin dengan pendekatan yang berorientasi pada rakyat.
Kedua: Sementara nilai "Profesional" dapat dihubungkan
dengan teori kepemimpinan situasional yang menekankan pada fleksibilitas
dan adaptabilitas dalam memimpin. Pemimpin situasional mampu menyesuaikan gaya
kepemimpinannya dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, sehingga dapat
memimpin dengan efektif dalam berbagai konteks dan tantangan. Dalam hal ini,
pemimpin yang profesional harus memiliki kemampuan dan kompetensi yang memadai
dalam bidangnya.
Ketiga: Terakhir, nilai "Humanis" dapat dihubungkan
dengan teori kepemimpinan servant yang menekankan pada
pelayanan kepada orang lain. Pemimpin servant mengutamakan kepentingan orang
lain di atas kepentingan dirinya sendiri, dan memimpin dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingan orang lain. Dalam hal ini, pemimpin yang
humanis harus mempunyai empati dan kepedulian yang tinggi terhadap orang lain.
Namun, perlu dicatat bahwa hubungan antara konsep "Merakyat, Profesional,
dan Humanis" dengan teori kepemimpinan yang ada tergantung pada
interpretasi masing-masing individu atau partai politik yang menggunakannya.
Konsep tersebut lebih merupakan semacam nilai atau panduan dalam memimpin, yang
tidak terikat dengan satu teori kepemimpinan spesifik.
Wallahu A'lam Bishowab
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Founder tresnabhakti.org, pegiat Rumah
Baca Tresna Bhakti, Pengampu mata kuliah manajemen pendidikan; Penulis buku:
Kepemimpinan Pendidikan; Kebijakan Pendidikan; Etika Komunikasi Organisasi;
Manajemen Risiko, Kewirausahaan Teori dan Praktek; Manajemen Kewirausahaan
Pendidikan; Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Pendidik, Peneliti, dan Pengabdi; Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana
Pendidikan Al Misbah Cipadung Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA,
MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan
Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun
1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan
pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 70
mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket A B C. Rumah Baca Tresna
Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan Panawangan Kab. Ciamis Jawa Barat.
Korespondensi :(1) http://a.rusdiana.id (2)
http://tresnabhakti.org/webprofil; (3)
http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators (4)
https://www.google.com/search?q=buku+ a.rusdiana +shopee&source (5)
https://play.google.com/store/books/author?id.