Pandemi: Sebuah Ujian Keperkasaan Masyarakat Madani

Penulis: Katman, M.A.

Dibaca: 497 kali

Katman, M.A.

Oleh Katman, M.A.

(Satgas Gerakan Literasi Sekolah/Komunitas Cinta Indonesia/KACI#PASTIBISA#)

 

Masyarakat Madani adalah sekumpulan manusia yang berada dalam suatu wilayah atau daerah yang hidup dengan aman serta patuh pada aturan atau ketentuan hukum tertentu dan segala bentuk tatanan kemasyarakatan yang telah disepakati oleh suatu masyarakat di daerah tersebut.

Konsep umum menjelaskan bahwa masyarakat madani atau civil society atau al-mujtama’ al- madani berpedoman pada pola hidup masyarakat yang berkeadilan dan berperadaban. Di dalam Al-Quran kehidupan masyarakat Madani adalah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur yang diartikan sebagai negeri yang baik di atas keridhaan Allah. (Sumber: Redaksi Dalamislam; dalamislam.com).

Rasanya agak rumit mengaitkan pandemi yang saat ini sedang melanda seluruh dunia dengan pencapaian pranata sosial masyarakat khususnya Indonesia. Oleh karena itu perlu mencoba secara kritis mengamati transformasi bangsa Indonesia menuju masyarakat madani, dan ketangguhannya dalam menghadapi pandemi covid-19 saat ini. Sebuah konsep dan cita-cita kondisi ideal masyarakat madani Indonesia telah dicanangkan 22 tahun yang lalu. Selama lebih dari dua kali dasawarsa kehidupan berbangsa boleh kita bersama-sama mengevaluasinya dengan methode observasi masing-masing. Mengevaluasi terhadap apa yang terjadi, apa yang beredar, apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan, apa yang kita dengar, apa yang kita baca, bahkan apa yang kita persepsipkan. Mengevaluasi dengan metode subyektif.

Negeri tercinta Indonesia yang mengalami puncak pergolakan reformasi pada tahun 1998, telah membangun komitmen untuk membentuk suatu masyarakat madani. Pak Habibie sebagai Presiden Republik Indonesia pada saat itu telah mengangkat Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani (Keppres 198 Tahun 1998). Pada perubahan terakhir susunan Tim Nasional tersebut terdapat tujuh kelompok kerja; 1. Kelompok Reformasi ekonomi; 2. Kelompok Reformasi Tehno Industri; 3. Kelompok Reformasi Politik; 4. Kelompok Reformasi Kelembagaan; 5. Kelompok Reformasi Sosial Budaya; 6. Kelompok Reformasi Hukum dan Perundang Undangan; 7. Kelompok Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Evaluasi ini tentunya tidak dilakukan terhadap hasil kinerja dari ke tujuh kelompok tersebut. Namun lebih kepada kondisi ideal yang diharapkan terhadap kondisi yang terjadi saat ini. Itu pun tidak pada ketujuh-tujuhnya, hanya satu tolok ukur saja yang akan menjadi fokus observasi, yaitu tentang Reformasi Pendidikan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia. Masyarakat madani yang ingin diwujudkan ketika itu memiliki karakteristik, kompetensi dan perilaku positif yang membawa suasana hidup masyarakat damai dan menyenangkan.

Pertama, adalah masyarakat agamis yang memahami dan memaknai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menghargai pluralisme dan kebhinekaan. Sehingga yang tampak adalah kesetiakawanan, kebersamaan dan persaudaraan. Suasana agamis yang penuh tolernsi, kehidupan masyarakat yang tenteram, damai dan harmonis dapat terwujud.

Kedua, kehidupan demokrasi semakin mantap. Banyaknya perbedaan pendapat tidak meruncing menjadi suatu perselisihan dan dendam, dan bukan sebagai bibit kecurigaan yang dapat berujung pada pertikaian antar individu maupun antar kelompok. Munculnya perbedaan pendapat sebagai pencerminan meningkatnya tingkat berpikir kritis masyarakat yang membuat kedewasaan hidup berdemokrasi.

Ketiga, pengakuan akan hak-hak asasi manusia semakin nyata. Masyarakat memiliki pilihan- pilihan yang terkait dengan nilai-nilai universal, seperti hak atas pekerjaan, hak untuk membentuk perserikatan, jaminan sosial, dan hak atas pendidikan.

Keempat, masyarakat yang tertib dan sadar hukum. Proses pendidikan diharapkan dapat membentuk masyarakat yang tertib dan sadar hukum. Perlanggaran terhadap tata tertib dan berbagai aturan dirasakan oleh masyarakat sebagai aib diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sehingga tidak ada lagi kata-kata “si A-putus urat malunya”. Budaya keteladanan menjadi perilaku hidup sehari hari.

Kelima, masyarakat mandiri, kreatif dan memiliki daya nalar yang baik. Kurang lebihnya sebagai masyarakat yang literat. Berkembang wawasannya terhadap ilmu pengetahuan dan tehnologi, dinamis, kompetitif dan inovatif. Bukan hanya sebagai pengguna tehnologi, tetapi menjadi bagian dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi dunia.

Keenam, masyarakat yang kompetetif dan kooperatif pada dunia global. Distribusi kesejahteraan masyarakat yang merata sebagai hasil dari pembangunan nasional. Kesejahteraan tidak lagi dinikmati hanya oleh kelompok ras, suku dan golongan tertentu. Terbangun kompitisi yang sehat tanpa ada lagi monopoli dalam sekala nasional maupun internasional.

Ketujuh, masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai luhur dan jati diri bangsa. Yaitu berkembangnya silahturrahmi, cinta kasih sesama manusia, sesama anggota bangsa Indonesia, dalam hidup bertetangga, berkerbat dan bersaudara. Tidak ada lagi satu kelompok yang merendahkan kelompok lainnya, tidak ada lagi satu kelompok yang menghina, mengejek, merendahkan, berprasangka, menyalahkan dan mengumpat kelompok lainnya. Tidak ada lagi bias gender dan bias kesukuan dan antar kelompok. Mengedepankan intergritas dalam penyelesaian suatu masalah secara adil. Berkembangnya sikap berpikir positif dalam setiap persoalan. Rendah hati merupakan sikap yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat. Komitmen terhadap janji baik anaatar individu maupun perjanjian atau kesepakatan antar kelompok. Mengedepankan musyawarah terhadap perbedaan yang muncul. Mengemban amanah dengan penuh tanggungjawab. Belas kasih terhadap orang lain, namun tidak mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Bersikap hemat dalam pemanfaatan sumber daya. Tumbuh suburnya sikap saling menolong dan kedermawanan kepada orang miskin dan yang sedang membutuhkan.

Kedelapan, masyarakat pembelajar. Belajar tidak lagi dibatasi oleh dimensi ruang dan lembaga. Pendidikan dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja. Kehidupan alam sekitar daan masyarakat merupakan salah satu sumber belajar.

Masyarakat madani Indoensia akan terwujud jika ke delapan kondisi tersebut tumbuh dan berkembang di masyarakat. Beberapa jawabannya dapat diperoleh dengan mecoba memperhatikan hikmah dari pandemi Covid – 19 saat ini.

Pada masa pandemi Covid 19, pembatasan kegiatan keagamaan merupakan salah satu protokol yang harus dipatuhi oleh masyarakat. Beberapa kegiatan ibadah yang mengumpulkan jamaah dalam jumlah banyak harus dihentikan untuk sementara sampai kondisi dinyatakan kondusif. Kondisi ini menyebabkan umat muslim tidak bisa melaksanakan ibadah jumat, ibadah lima waktu berjamaah di masjid, bahkan mungkin Idul Fitri. Demikian pula dengan umat kristiani tidak pula melaksanakan kegiatan mingguan di gereja. Sama halnya dengan umat Hindu di Bali yang melaksanakan upacara pecaruan secara terbatas menjelang nyepi tahun ini.

Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Larangan beribadah berjamaah dan beribadah Jumat di Masjid banyak disoroti oleh media sosial dan media elektronik karena timbulnya reaksi yang menentang pada beberapa lapisan masyarakat di beberapa tempat. Pemahaman masyarakat terhadap protokol kesehatan yang harus ditaati oleh seluruh masyarakat masih memunculkan persepsi yang berbeda. Namun demikian tidak sedikit lembaga kemasjidan yang menyelesaikan permasalahan melalui musyawarah antara dewan pengurus masjid, tokoh agama, tokoh masyarakat, pengurus RT dan RW serta perwakilan jamaah untuk melakukan kesepakatan dalam menerapkan kebijakan PSBB tersebut. Perdebatan seru antara kelompok pro dan kontra terjadi pada musyawarah tersebut. Berbagai argumentasi dan pertimbangan saling adu. Tidak ada yang merasa kalah dan tidak ada yang merasa menang. Pendapat para ustads ternama dijadikannya sebagai referensi untuk mengambil keputusan. Fatwa majelis Ulama Indonesia pun masih diperdebatkan. Walaupun pada akhirnya kesepatan yang diambil tetap merupakan jalan tengah yang disepakati oleh semua pihak. Sekalipun kesepakatan tidak 100% mematuhi fatwa MUI tetapi setidaknya protokol kesehatan dalam upaya mencegah penyebaran pandemi dapat dilakukan. Mereka yang tetap beribadah di masjid menjalankan sesuai dengan keputusan dan keyakinaannya dan mereka yang memilih menjalankan ibadah di rumah merupakan ketetapan hati dan kepatuhannya terhadap peraturan yang ada. Namun yang perlu mendapat perhatian adalah yang menentang baik ketetapan pemerintah tentang PSBB dan Fatwa MUI dan menyebarkannya dengan penuh rasa kebencian. Munculnya bentuk perbedaan pendapat semacam itu hendaknya dihindari karena dapat mengusik ketentraman kehidupan masyarakat yang dicita-citakan oleh tatantan masyarakat madani.

Peningkatan kasus pasien positif dari hari ke hari terus meningkat dan sampai saat ini belum menunjukkan penurunan, bahkan stabilitas kondisi juga belum tampak. Pada masa sulit yang sangat rentan menyulut emosi masyarakat, kematangan demokrasi dan tingkat berpikir masyarakat diuji. Perdebatan terkait mudik dan pulang kampung sempat viral dari istana negara. Namun pada akhirnya kebijakan yang diterbitkan beberapa kepala daerah terkait penganggulangan pandemi yang kemudian mendapat dukungan secara luas dari masyarakat menunjukkan adanya kedewasaan berpikir masyarakat. Mereka menyediakan dan menerapakan protokal kesehatan bagi warganya yang berasal dari kota lain dan bermaksud kembali ke kampung. Mengkarantina pemudik sebelum berbaur dengan masyarakat kampungnya.

Pandemik tahun 2020 ini benar-benar menjadi ujian bagi bangsa Indonesia untuk mengetahui seberapa tangguh memenuhi hak asasi warganya. Ada dua hak asasi yang sangat menjadi isu strategis pada masa pandemi saat ini, yaitu hak atas pekerjaan dan hak untuk memperoleh jaminan sosial. Pandemi telah meningkatkan jumlah pemutusan hubungan kerja pada beberapa sektor industri dan usaha lainnya. Beberapa segmen masyarakat yang rentan kehilangan pekerjaan adalah pegawai pada industri penjualan mobil, pekerja bangunan, pekerja sektor priwisata dan perhotelan, operator angkutan umum, dan sektor terdampak lainnya. Belum ada jaminan bahwa pekerjaan mereka akan kembali. Yang lebih sulit lagi belum adanya jaminan bahwa mereka mendapatkan kompensasi penghasilan bulanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara itu bantuan dari pemerintah dan donatur lainnya hanya dapat untuk memenuhi kebutuhan pada saat bantuan itu diterima.

Baik buruk kondisi masyarakat adalah hasil pendidikan dan yang bisa mengkondisikan baik buruknya masyarakat juga pendidikan. Namun pendidikan bukan hanya di sekolah. Pendidikan termasuk di masyarakat dan di dalam keluarga. Kalau kita selalu tertib dan patuh terhadap nurma yang berlaku di masyarakat itu artinya diri kita telah memenuhi kriteria sebagai anggota masyarakat madani Indonesia dan dunia. Sebaliknya jika kita masih suka membuang sampah sembarangan, melanggar tata tertib, melanggar protokol kesehatan di masa pandemi. Nah artinya kita belum pantas sebagai bagian dari masyarakat madani Indonesia apalagi masyarakat dunia.

Bekerja dari rumah dan belajar di rumah menjadi sangat populer pada saat pandemik Covid-19. Pada minggu-minggu awal diberlakukannya BDR yang paling banyak ditemui adalah keluhan masyarakat karena mengalami kesulitan bagaimana melakukan BDR. Bagaimana mendampingi putra putrinya belajar di rumah. Media sosial sarat dengan komplain kepada guru dan pemerintah. Caci maki dan hujatan terhadap kondisi yang sedang terjadi memenuhi candaan di grup grup whatsaap. Kondisi tersebut rupanya sebuah pertanyaan ujian masyarakat madani. Mampukah kita mandiri kemudian berkreasi dan keluar dari persoalan tersebut sembari berhenti mengeluh, mengumpat dan mencaci. Akhirnya harus keluar dari permasalahan dengan mengenal dan menggunakan berbagai fasilitas tehnologi digital. Namun demikian kita masih sebatas pengguna produk tehnologi negara lain. Harapannya kita sebagai kreator fasilitas digital tersebut. Pada kenyataannya kita belum memiliki produk tehnologi yang memadai untuk rapat virtual dan pembelajaran virtual. Masih ketinggalan dalam hal inovasi tersebut.

Sebuah pemetaan kesejahteraan secara alami telah diperoleh dari pandemi Cocid 19. Bagaimanapun tingkat pendapatan masih menunjukkan ketimpangan. Mengemukannya pertentangan pendapat antara perlunya lockdown atau tidak lockdown, salah satunya karena urusan kesjahteraan belum merata. Pertanyaan yang muncul adalah “saya makan apa kalau lockdown”. Karena sebagian masyarakat makan dari apa yang dihasilkan setiap hari dan cukup untuk sehari saja. Sebagian masyarakat dapat makan dari apa yang mereka hasilkan secara mingguan dan ada pula yang secara bulanan yang bisa jadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan seminggu atau sebulan. Ada pula yang peroleh penghasilan tidak menentu.

Pandemi telah memutus cara silahturahmi yang selama ini kita lakukan. Covid 19 menguji kita untuk tetap bersilahturahmi kendati tanpa perjumpaan. Berapa banyak konser amal yang dilakukan untuk membantu saudara saudara yang terdampat pandemik Covid 19. Mereka yang meningkatkan rasa sosial dan saling membantu kepada tetangga, saudara dan handai tolan itulah sesungguhnya bagian dari masyarakat madani. Sementara mereka yang mengumpat dan mencela setiap keadaan tanpa upaya turut mencari solusi itu bagian dari kegagalan masyarakat madani yang masih tersisa.

Nyata sekali bahwa Covid 19 secara fisik telah menjauhkan murid dari gurunya dan menjauhkan murid dari meja belajar di kelas. Namun murid, guru dan orang tua dituntut berkolaborasi untuk mewujudkan dan membuktikan bahwa belajar tidak harus di sekolah, tidak harus di dalam kelas dan tidak harus berhadapan secara fisik dengan guru. Pembelajaran secara virtual bisa dilakukan dari rumah masing-masing dengan materi pembelajaran yang sangat fleksibel. Sayangnya tidak semua murid dapat menikamti cara belajar yang sama. Akses internet belum merata. Sebagian masyarakat belum memiliki alat canggih untuk belajar secara virtual. Sekali lagi pandemi covid telah menguji ketangguhan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat madani. ***

Daftar Bacaan:

-            Transformasi Bangsa Menuju Masyarakat Madani

-            dalamislam.com

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...