PEMBANGUNAN KARAKTER CEGAH KECELAKAAN LALIN DALAM PERSPEKTIF DEMOGRAFI

Penulis: Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd. dan Drs. Priyono, M.Si.

Dibaca: 661 kali

Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd. dan Drs. Priyono, M.Si.

Oleh

1. Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd. (Guru di SMAK St. Hendrikus, Surabaya)

2. Drs. Priyono, M.Si. (Dosen Senior pada Fakultas Geografi UMS)

 

Data menunjukkan bahwa angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia mencapai 103.645 tahun 2021. Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan data tahun 2020 yang sebanyak 100.028 kasus. Berdasarkan jenis kendaraan, keterlibatan kasus kecelakaan lalu lintas yang paling tinggi adalah sepeda motor dengan angka fantastis 73%. Urutan kedua adalah angkutan barang dengan persentase 12%. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/24.

Kecelakaan sepeda motor sebesar 73%, didominasi oleh pengendara usia produktif. Usia produktif dalam demografi berusia 15-64 tahun.  Usia produktif ini, diperkirakan karena usia yang masih melakukan aktivitas bersekolah, bekerja. Faktor penyebab kecelakaan adalah pelanggaran terhadap ketentuan dalam berlalu lintas sebesar 77%. Hal ini terbukti dari Razia yang dilakukan oleh pihak kepolisian menyatakan bahwa pelanggaran yang dilakukan didominasi oleh sepeda motor dan kesalahan yang dilakukan adalah pelanggaran lalu lintas.

Penggambaran kecelakaan lalu lintas memberikan gambaran pada kondisi sebuah negara. Sebuah posisi negara tersebut sebagai negara maju atau sebagai negara berkembang, bahkan sebagai negara miskin. Nampaknya kecelakaan lalu lintas berbanding terbalik dengan kemajuan sebuah negara. Data yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) menunjukkan, India menempati urutan pertama dalam kecelakaan lalu lintas. Indonesia menempati urutan kelima. Indonesia justru menempati urutan pertama peningkatan kecelakaan menurut data Global Status Report on Road Safety yang dikeluarkan WHO. Indonesia dilaporkan mengalami kenaikan jumlah kecelakaan lalu lintas hingga lebih dari 80 persen.

Pelanggaran lalu lintas yang menyebabkan kecelakaan tidak terlepas dari karakter kepribadian masing-masing pengendara. Pembentukan karakter tidak terlepas dari peranan orang tua, dan khususnya peranan guru dalam membangun karakter dari para pelajar yang berusia produktif. Character Building atau membangun karakter terdiri dari 2 suku kata yaitu membangun (to build) dan karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat memperbaiki, membina, mendirikan. Karakter mempunyai arti tabiat,watak, aklak atau budi pekerti.

Salah satu negara di Asia Timur ini menekankan nilai bahwa setiap manusia harus berguna bagi masyarakat, tidak merugikan orang lain, mengetahui cara berinteraksi, memahami emosi lawan bicara, menekan sifat egois, mau bekerja sama, disiplin, dan tertib, seharusnya sifat masyarakat di negara ini dikenal dengan sifat disiplin dan memiliki etos kerja yang tinggi. Namun, pada kenyataan sifat dasar masyarakat negara Asia Timur jauh dari aplikasi dalam kehidupan berkendara.

Kondisi di atas perlu dicari penyebab dan solusinya. Guru sebagai agen perubahan dalam pembentukan karakter para pelajar. Guru diharapkan dapat menanamkan, memberikan motivasi, dan bahkan memberikan contoh pengembangan sikap-sikap yang luhur. Pengembangan karakter dapat dilakukan di dalam dan di luar pembelajaran. Albert Einstein pernah mengatakan, ”Education is what remains after one has forgotten what one has learned in school.” Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan adalah hal yang tersisa setelah seseorang melupakan apa yang telah dipelajari saat di sekolah. Artinya pendidikan menjadi lebih bermakna jika nilai-nilai yang dipelajari masih tetap teraplikasi saat para pelajar tidak berada di sekolah atau bahkan telah meninggalkan sekolah.

Masalahnya adalah terkadang pemahaman pengembangan karakter tertutupi oleh pengembangan kecerdasan kognitif dalam pembelajaran. Guru sangat sibuk mengembangkan kecerdasan kognitif sehingga melewatkan pembentukan cara berpikir, dan menjauhkan pembentukan karakter serta pengasahan hati. Guru terpaku oleh penuhnya konten pembelajaran yang harus diajarkan. Kegiatan pembelajaran selain berupa materi yang diajarkan akan lebih hidup jika pembelajaran tersebut dimaknai. Bagaimana cara pengaplikasiannya di sekolah, menjadi pertanyaan agar pembelajaran menjadi bermakna. Beberapa kegiatan umum yang biasa dilakukan di Jepang dalam membangun karakter siswanya di antaranya dengan menempelkan ucapan terima kasih pada teman di media berbentuk hati, membuat karya berupa peta suatu rute lalu menuliskan semacam peringatan saat melewati jalan tersebut, melakukan piket membersihkan kelas serta mengurus makan siang sesuai jadwal, mendidik siswa agar mempunyai target setiap semester, menulis koran dengan tangan, hingga menumbuhkan simpati melalui gambar yang kemudian ditindaklanjuti oleh sang guru dengan bertanya bagaimana ketika mereka berada di situasi tersebut.

Hal yang terpenting dalam konteks ini adalah proses pembelajaran tersebut ditindaklanjuti oleh sang guru. Tindak lanjut dari proses belajar dapat membangun cara berpikir yang logis, rasional, dan mengembangkan nilai-nilai manusiawi yang mendukung pembentukan karakter. Dalam pembentukan karakter tersebut, para usia produktif diharapkan mampu untuk berpikir logis, rasional sehingga dapat mempertimbangkan rasa manusiawi dengan tidak meninggikan ego, memberikan belas kasih kepada orang lain yaitu pengendara yang lain. Sikap-sikap yang mengembangkan karakter diri yang luhur seperti identitas masyarakat Asia Timur, akan memberikan keselamatan pada diri sendiri dan orang lain. Pada akhirnya Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro, yang artinya  para pelajar yang usia produktif perlu diingatkan bahwa manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan / kesejahteraan bagi orang lain dan memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak dari diri sendiri.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...