Pembelajaran Literasi dalam Sejarah

Penulis: Indar Cahyanto

Dibaca: 191 kali

Indar Cahyanto

Oleh Indar Cahyanto

(GURU SMAN 25 JAKARTA DAN PENGURUS APKS PGRI PROV. DKI JAKARTA)

 

Sejarah berasal dari kata “Syajarotun” yang artinya pohon kehidupan. Artinya dalam setiap proses giat langkah kehidupan kita diwarnai dengan gerak sejarah yang memberikan pemahaman bahwa kehidupan itu terus berlangsung dan berkelanjutan. Sehingga akan memberikan manfaat yang berguna bagi kehidupan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Mempelajari sejarah merupakan rekam jejak perjalanan kehidupan manusia dan masyarakat yang didasari atas adanya memori kolektif dari kehidupan masyarakat yang dijalaninya. Dan manusia hidup masa kini sebagai kelanjutan dari masa lampau sebagai dasar pengetahuan untuk memahami kehidupan masa lalu, dalam membangun kehidupan masa depan

Sejarah diartikan secara sederhana sebagai ilmu tentang asal usul dan perkembangan peristiwa yang telah terjadi pada masa lampau. Menurut Taufik Abdullah sejarah dapat dilihat dalam beberapa sisi, yaitu sejarah dapat digunakan sebagai nasehat kehidupan misalnya dengan mengutip kata-kata Sukarno “jangan sekalisekali melupakan sejarah” ini berarti belajar sejarah adalah sebuah kearifan yang dapat membimbing kita secara bijak dalam mengarungi hidup saat ini dan merintis hari depan yang lebih baik. Sejarah dapat juga dimaknai sebagai “guru” seperti “sejarah telah mengajarkan pada kita bahwa pengalaman pada masa lalu dijadikan pembelajaran kehidupan sebagaimana pohon yang memiliki kebermanfaatan dari akar hingga buahnya”.  Dalam bidang filsafat, Hegel mengatakan bahwa “sejarah adalah proses ke arah cita kemanusiaan yang tertinggi” (Restu Gunawan dkk,2017:2)

Dalam buku guru pembelajaran sejarah Kurikulum 2013, pengertian sejarah lebih ditekankan pada sejarah sebagai kisah, yaitu sejarah sebagai instrument pendidikan dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam konteks sejarah sebagai kisah, penting untuk memilih pembabakan waktu yang digunakan sebagai pembelajaran pada siswa namun tidak keluar dari konteks sejarah sebagai ilmu. Karena itulah dalam buku siswa digunakan praaksara, bukan prasejarah.

Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 menjelaskan adanya lima pengalaman belajar, sebagai berikut. Pertama, Mengamati yaitu proses pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengamatan langsung di lapangan atau di luar sekolah terhadap objek sejarah yang dipelajari misalnya situs sejarah dan peninggalan sejarah seperti museum, candi, benteng, istana dan sebagainya. Kemudian pengamatan secara tidak  langsung dengan memperhatikan data, gambar, foto, tayangan film tentang objek sejarah yang sedang dipelajari didapat dari pencarian menggunakan mesin telusur melalui internet seperti google, Microsoft. Pengamatan juga dapat dilakukan dengan meminta peserta didik mengunjungi perpustakaan yang menyediakan data sekunder dari peristiwa yang terjadi pada masa lampau melalui buku-buku, koran, majalah dan ensklopedi.

Kedua, menanya merupakan keterampilan yag perlu dilatih dalam diskusi kelompok ataupun pada saat guru menerangkan. Kelemahan pendidikan selama ini salah satunya karena peserta didik tidak biasa mengemukakan pertanyaan sebagai hasil dari proses berpikir yang mereka lakukakan karena  kurangnya guru memberikan kesempatan bertanya. Keterampilan menyusun pertanyaan ini sangat penting untuk melatih daya kritisnya. Misalnya setelah mengamati sumber sejarah yang di dapat tentang candi, muncul pertanyaan dari peserta didik: kapan candi itu dibangun, termasuk jenis candi apa, candi Hindu atau candi Buddha, peninggalan kerajaan atau raja siapa dan begitu seterusnya.

Ketiga, mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber yang di dapat dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap peristiwa sejarah termasuk wawancara dari tokoh yang pernah terlibat dalam peristiwa sejarah itu. Data dan informasi dapat diperoleh secara langsung dari lapangan (data primer) maupun dari berbagai bahan bacaan (data sekunder). Hasil pengumpulan data tersebut kemudian menjadi bahan bagi peserta didik untuk melakukan penalaran antara satu data atau fakta lainnya untuk dikaji ada tidaknya asosiasi diantara keduanya.

Keempat, mengolah informasi dalam pembelajaran Sejarah mungkin agak kesulitan. Tetapi mengolah informasi ini dapat digantikan tahapan mempraktikkan. Misalnya dalam kaitannya dengan hasil pengamatan, peserta didik ditugasi untuk menggambarkan candi dan mendeskripsikan ciri-cirinya. Membuat laporan dalam bentuk tulisan. Kelima, Keterampilan menyajikan atau mengomunikasikan hasil temuan atau kesimpulan sangat penting dilatih sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran. Dengan kemampuan tersebut, peserta didik dapat mengomunikasikan secara jelas, santun, dan beretika. Misalnya peserta didik membuat tulisan tentang perkembangan Kerajaan Singhasari dengan beberapa peninggalan candi yang ada di Jawa Timur kemudian dipresentasikan, atau dibuat dalam suatu ulasan dan dimuat dalam majalah dinding sekolah, atau juga dapat dimuat dalam sebuah blog yang dikelola oleh sekolah. Ataupun dimuat di dalam media social yang dimiliki oleh peserta didik

Dari Permendikbud tersebut terlihat jelas bagaimana pendekatan literasi yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah lewat Kementrian Pendidikan Kebudayaan dan Ristek  Ada enam jenis literasi; literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi digital, literasi budaya dan kewargaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mendorong kesadaran anak bangsa untuk menumbuh kembangakan budaya literasi sebagai pra syarat kecakapan hidup Abad ke-21. Dan menjadi suatu gerakan literasi nasional yang digalakkan secara masal

Upaya yang kami lakukan dalam memberdayakan literasi dalam pembelajaran sejarah sesuai dengan kompetensi dasar melalui pembuatan resensi, menulis dalam blog, membuat infografis dengan menggunakan aplikasi Canva atau aplikasi sejenis. Pembuatan media pembelajaran tersebut agar peserta didik dapat memperoleh informasi dari sumber yang beragam mereka dapatkan. Sehingga dengan sendirinya mereka dapat menyimpulkan dari suatu peristiwa sejarah. Maka pola pembelajaran sejarah pun berubah dengan menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran. Pembelajaran sejarah tak lagi menoton dengan ceramah tapi bisa dengan kombinasi penggunaan teknologi yang berkembang. Diharapkan pembelajaran secara memiliki kebermaknaan dan pengusaan literasi.

Kemudian peserta didik dapat berkolaborasi dalam pembuatan video pembelajaran, pembuatan power point, pembuatan artikel ilmiah dalam bentuk essay, pembuatan karya tulis. Pembuatan tugas tersebut dengan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi. Hal dimaksudkan agar peserta didik memiliki berfikir historis dalam menuangkan pembelajaran sejarah yang kreatif, inovatif, kritis serta inspiratif. Sehingga materi pembelajaran sejarah dapat diterima oleh peserta didik dengan berbagai macam media yang mudah dan dapat di akses.

Pembelajaran sejarah yang saya lakukan selain membuat resensi melakukan penguatan literasi menggunakan Google clasrom dimana peserta didik dapat membaca pesan yang ditulis dalamnya. Di dalam Google Clasroom dijadikan sebagai Learning Management System pembelajaran sejarah itu sendiri. Peserta didik pada sisi yang lain dapat membaca materi, mengerjakan dan mengumpulkan tugas, serta dapat melihat hasil berupa nilai yang terdapat dalam Google Classroom.

Dengan menggunakan Google Classroom peserta didik dapat berliterasi digital dengan pemanfaatan teknologi. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik dapat memanfaatkan teknologi dengan bijak, cermat, tepat dan bijak berguna untuk kehidupan sehari-hari. Peserta didik dengan menggunakan Google Classroom dapat juga meningkatkan kompetensi, kecakapan dalam membaca dan menulis terutama dalam literasi digital

Penguatan literasi dalam pembelajaran sejarah yang saya lakukan agar peserta didik tidak jenuh atau bosan dalam menyerap dan memahami pembelajaran sejarah. Dan belajar sejarah dalam memahami peristiwa lampau atau masa lalu dengan menggunakan media pembelajaran yang berfariasi peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan gambaran peristiwa sejarah bisa lebih obyektif.

Proses pembelajaran sejarah yang sesuai kecakapan hidup abad ke-21 terintegrasi penguatan literasi memang suatu kebutuhan yang mutlak dilakukan. Membudayakan literasi di dalam pembelajaran sejarah terus diupayakan agar peserta didik mampu membuat karya yang berguna bagi masyarakat. Dan mendorong peserta didik agar aktif dan inovatif dalam mengembangkan ide dan gagasannya. Ditengah gelombang arus globalisasi dan teknologi yang terus berkembang.

Tentunya dalam belajar sejarah berarti kita mampu menuliskan kisah, peristiwa masa lampau kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Dalam penulisan sejarah dapat berbentuk biografi atau oto biografi, ataupun dalam bentuk karya lainnya. Sehingga perjalanan kehidupan masyarakat atau pribadi tercatat secara rapi. Dan dapat di jadikan pelajaran buat orang lain dalam kehidupannya.

Karena pada prinsipnya proses pembelajaran sejarah lebih banyak penguatan dan penguasaan litterasi. Sehingga dalam proses pembelajaran sejarah pun diarahkan agar siswa dapat membudayakan literasi dalam kehidupan sehari-hari. Dan dapat menumbuhkan karakter dan pribadi yang unggul. Serta menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air, melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat dan bangsa.

“TULISAN INI SUDAH TERBIT DALAM BUKU ONTOLOGI BERSAMA DENGAN JUDUL MENUMBUHKAN BUDAYA LITERASI DI MASA PANDEMI PENERBIT HAURA”

 

DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Indonesia : buku guru/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- . Edisi Revisi Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.

Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Panduan Penguatan Literasi dan Numerasi di Sekolah, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PAUD, DIKDAS, DAN DIKMEN 2021

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...