Penulis: Indar Cahyanto
Indar Cahyanto
Oleh Indar
Cahyanto
(GURU SMAN 25
JAKARTA DAN PENGURUS APKS PGRI PROV. DKI JAKARTA)
Sejarah berasal
dari kata “Syajarotun” yang artinya pohon
kehidupan. Artinya dalam setiap proses giat langkah kehidupan kita diwarnai
dengan gerak sejarah yang memberikan pemahaman bahwa kehidupan itu terus
berlangsung dan berkelanjutan. Sehingga akan memberikan manfaat yang berguna
bagi kehidupan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Mempelajari sejarah
merupakan rekam jejak perjalanan kehidupan manusia dan masyarakat yang didasari
atas adanya memori kolektif dari kehidupan masyarakat yang dijalaninya. Dan manusia
hidup masa kini sebagai kelanjutan dari masa lampau sebagai dasar pengetahuan
untuk memahami kehidupan masa lalu, dalam membangun kehidupan masa depan
Sejarah diartikan
secara sederhana sebagai ilmu tentang asal usul dan perkembangan peristiwa yang
telah terjadi pada masa lampau. Menurut Taufik Abdullah sejarah dapat dilihat
dalam beberapa sisi, yaitu sejarah dapat digunakan sebagai nasehat kehidupan
misalnya dengan mengutip kata-kata Sukarno “jangan sekalisekali melupakan
sejarah” ini berarti belajar sejarah adalah sebuah kearifan yang dapat
membimbing kita secara bijak dalam mengarungi hidup saat ini dan merintis hari
depan yang lebih baik. Sejarah dapat juga dimaknai sebagai “guru” seperti “sejarah
telah mengajarkan pada kita bahwa pengalaman pada masa lalu dijadikan
pembelajaran kehidupan sebagaimana pohon yang memiliki kebermanfaatan dari akar
hingga buahnya”. Dalam bidang filsafat,
Hegel mengatakan bahwa “sejarah adalah proses ke arah cita kemanusiaan yang
tertinggi” (Restu Gunawan dkk,2017:2)
Dalam buku guru
pembelajaran sejarah Kurikulum 2013, pengertian sejarah lebih ditekankan pada
sejarah sebagai kisah, yaitu sejarah sebagai instrument pendidikan dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam
konteks sejarah sebagai kisah, penting untuk memilih pembabakan waktu yang
digunakan sebagai pembelajaran pada siswa namun tidak keluar dari konteks
sejarah sebagai ilmu. Karena itulah dalam buku siswa digunakan praaksara, bukan
prasejarah.
Permendikbud Nomor
103 Tahun 2014 menjelaskan adanya lima pengalaman belajar, sebagai berikut. Pertama,
Mengamati yaitu proses pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengamatan langsung di lapangan atau di luar sekolah terhadap objek sejarah yang
dipelajari misalnya situs sejarah dan peninggalan sejarah seperti museum,
candi, benteng, istana dan sebagainya. Kemudian pengamatan secara tidak langsung dengan memperhatikan data, gambar,
foto, tayangan film tentang objek sejarah yang sedang dipelajari didapat dari
pencarian menggunakan mesin telusur melalui internet seperti google, Microsoft.
Pengamatan juga dapat dilakukan dengan meminta peserta didik mengunjungi
perpustakaan yang menyediakan data sekunder dari peristiwa yang terjadi pada
masa lampau melalui buku-buku, koran, majalah dan ensklopedi.
Kedua, menanya
merupakan keterampilan yag perlu dilatih dalam diskusi kelompok ataupun pada
saat guru menerangkan. Kelemahan pendidikan selama ini salah satunya karena
peserta didik tidak biasa mengemukakan pertanyaan sebagai hasil dari proses
berpikir yang mereka lakukakan karena
kurangnya guru memberikan kesempatan bertanya. Keterampilan menyusun
pertanyaan ini sangat penting untuk melatih daya kritisnya. Misalnya setelah
mengamati sumber sejarah yang di dapat tentang candi, muncul pertanyaan dari
peserta didik: kapan candi itu dibangun, termasuk jenis candi apa, candi Hindu
atau candi Buddha, peninggalan kerajaan atau raja siapa dan begitu seterusnya.
Ketiga,
mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber yang di dapat dari hasil
pengamatan yang dilakukan terhadap peristiwa sejarah termasuk wawancara dari
tokoh yang pernah terlibat dalam peristiwa sejarah itu. Data dan informasi
dapat diperoleh secara langsung dari lapangan (data primer) maupun dari
berbagai bahan bacaan (data sekunder). Hasil pengumpulan data tersebut kemudian
menjadi bahan bagi peserta didik untuk melakukan penalaran antara satu data
atau fakta lainnya untuk dikaji ada tidaknya asosiasi diantara keduanya.
Keempat, mengolah
informasi dalam pembelajaran Sejarah mungkin agak kesulitan. Tetapi mengolah
informasi ini dapat digantikan tahapan mempraktikkan. Misalnya dalam kaitannya
dengan hasil pengamatan, peserta didik ditugasi untuk menggambarkan candi dan
mendeskripsikan ciri-cirinya. Membuat laporan dalam bentuk tulisan. Kelima,
Keterampilan menyajikan atau mengomunikasikan hasil temuan atau kesimpulan
sangat penting dilatih sebagai bagian penting dalam proses pembelajaran. Dengan
kemampuan tersebut, peserta didik dapat mengomunikasikan secara jelas, santun,
dan beretika. Misalnya peserta didik membuat tulisan tentang perkembangan
Kerajaan Singhasari dengan beberapa peninggalan candi yang ada di Jawa Timur
kemudian dipresentasikan, atau dibuat dalam suatu ulasan dan dimuat dalam
majalah dinding sekolah, atau juga dapat dimuat dalam sebuah blog yang dikelola
oleh sekolah. Ataupun dimuat di dalam media social yang dimiliki oleh peserta
didik
Dari Permendikbud
tersebut terlihat jelas bagaimana pendekatan literasi yang saat ini sedang
digalakkan oleh pemerintah lewat Kementrian Pendidikan Kebudayaan dan
Ristek Ada enam jenis literasi; literasi
baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, literasi
digital, literasi budaya dan kewargaan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
mendorong kesadaran anak bangsa untuk menumbuh kembangakan budaya literasi
sebagai pra syarat kecakapan hidup Abad ke-21. Dan menjadi suatu gerakan
literasi nasional yang digalakkan secara masal
Upaya yang kami
lakukan dalam memberdayakan literasi dalam pembelajaran sejarah sesuai dengan
kompetensi dasar melalui pembuatan resensi, menulis dalam blog, membuat
infografis dengan menggunakan aplikasi Canva atau aplikasi sejenis. Pembuatan
media pembelajaran tersebut agar peserta didik dapat memperoleh informasi dari
sumber yang beragam mereka dapatkan. Sehingga dengan sendirinya mereka dapat
menyimpulkan dari suatu peristiwa sejarah. Maka pola pembelajaran sejarah pun
berubah dengan menggunakan teknologi sebagai media pembelajaran. Pembelajaran
sejarah tak lagi menoton dengan ceramah tapi bisa dengan kombinasi penggunaan
teknologi yang berkembang. Diharapkan pembelajaran secara memiliki kebermaknaan
dan pengusaan literasi.
Kemudian peserta
didik dapat berkolaborasi dalam pembuatan video pembelajaran, pembuatan power
point, pembuatan artikel ilmiah dalam bentuk essay, pembuatan karya tulis.
Pembuatan tugas tersebut dengan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.
Hal dimaksudkan agar peserta didik memiliki berfikir historis dalam menuangkan
pembelajaran sejarah yang kreatif, inovatif, kritis serta inspiratif. Sehingga
materi pembelajaran sejarah dapat diterima oleh peserta didik dengan berbagai
macam media yang mudah dan dapat di akses.
Pembelajaran
sejarah yang saya lakukan selain membuat resensi melakukan penguatan literasi
menggunakan Google clasrom dimana
peserta didik dapat membaca pesan yang ditulis dalamnya. Di dalam Google Clasroom dijadikan sebagai Learning Management System pembelajaran
sejarah itu sendiri. Peserta didik pada sisi yang lain dapat membaca materi,
mengerjakan dan mengumpulkan tugas, serta dapat melihat hasil berupa nilai yang
terdapat dalam Google Classroom.
Dengan menggunakan
Google Classroom peserta didik dapat
berliterasi digital dengan pemanfaatan teknologi. Hal ini dimaksudkan agar
peserta didik dapat memanfaatkan teknologi dengan bijak, cermat, tepat dan
bijak berguna untuk kehidupan sehari-hari. Peserta didik dengan menggunakan Google Classroom dapat juga meningkatkan
kompetensi, kecakapan dalam membaca dan menulis terutama dalam literasi digital
Penguatan literasi
dalam pembelajaran sejarah yang saya lakukan agar peserta didik tidak jenuh
atau bosan dalam menyerap dan memahami pembelajaran sejarah. Dan belajar
sejarah dalam memahami peristiwa lampau atau masa lalu dengan menggunakan media
pembelajaran yang berfariasi peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan
gambaran peristiwa sejarah bisa lebih obyektif.
Proses
pembelajaran sejarah yang sesuai kecakapan hidup abad ke-21 terintegrasi
penguatan literasi memang suatu kebutuhan yang mutlak dilakukan. Membudayakan
literasi di dalam pembelajaran sejarah terus diupayakan agar peserta didik
mampu membuat karya yang berguna bagi masyarakat. Dan mendorong peserta didik
agar aktif dan inovatif dalam mengembangkan ide dan gagasannya. Ditengah
gelombang arus globalisasi dan teknologi yang terus berkembang.
Tentunya dalam
belajar sejarah berarti kita mampu menuliskan kisah, peristiwa masa lampau
kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Dalam penulisan sejarah dapat berbentuk
biografi atau oto biografi, ataupun dalam bentuk karya lainnya. Sehingga
perjalanan kehidupan masyarakat atau pribadi tercatat secara rapi. Dan dapat di
jadikan pelajaran buat orang lain dalam kehidupannya.
Karena pada
prinsipnya proses pembelajaran sejarah lebih banyak penguatan dan penguasaan
litterasi. Sehingga dalam proses pembelajaran sejarah pun diarahkan agar siswa
dapat membudayakan literasi dalam kehidupan sehari-hari. Dan dapat menumbuhkan
karakter dan pribadi yang unggul. Serta menumbuhkan kesadaran dalam diri
peserta didik sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga
dan cinta tanah air, melahirkan empati dan perilaku toleran yang dapat
diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat dan bangsa.
“TULISAN INI SUDAH
TERBIT DALAM BUKU ONTOLOGI BERSAMA DENGAN JUDUL MENUMBUHKAN BUDAYA LITERASI DI
MASA PANDEMI PENERBIT HAURA”
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah
Indonesia : buku guru/ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- . Edisi
Revisi Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Indonesia. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Panduan
Penguatan Literasi dan Numerasi di Sekolah, KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PAUD, DIKDAS, DAN DIKMEN 2021
Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014