Penulis: A. Rusdiana
A. Rusdiana
Tak terasa umat muslim telah
menjalankan ibadah puasa Ramadan 1444 Hijriah memasuki 10 hari kedua, merupakan
hari penuh ampunan maghfiroh. Fase ini sering dianggap sebagai fase
transisi semangat, yakni menurunnya semangat karena euforia Ramadan di 10 hari
pertama sudah usai serta timbulnya sedikit euforia menjelang liburan. Tak sedikit juga masjid-masjid mulai
kehilangan sebagian besar jamaahnya di fase ini. Sejatinya pada 10 hari kedua
ini dijadikan momentum untuk mendongkrak
kualitas ketaqwaan guna menuju maghfiroh Allah SWT. (baca: http://beritadisdik.com/news/kaji/mendekat-dengan-tiga-fase-yang-dilalui-selama-bulan-ramadhan).
Banyak hikmah dari 10 hari kedua bulan bulan Ramadan ini, diantaranya;
doa dikabulkan allah SWT, terjaga dari godaan duniawi; wujud rasa
syukur; mendapatkan pahala yang besar; wujud istikamah; mencegah maksiat; wujud
rasa syukur; wujud istikamah dan diberi kemudahan di dunia dan akhirat. Menjauhkan
dari "godaan duniawi" dalam menjalankan rangkaian artinya sebuah
bukti bahwa orang tersebut mampu menahan dan menjauhkan dari dari godaan
duniawi yang berlebihan. Puasa Ramadhan adalah
ibadah yang sangat istimewa? Bukan saja karena Allah langsung yang
menilai dan membalasnya, sebagaimana disabdakan Rasulullah dalam sebuah hadits
qudsi. Tetapi juga karena perintah puasa dalam Al-Quran adalah satu-satunya
ayat perintah ibadah yang ditutup dengan kata la’allakum tattaqun, agar
kalian menjadi orang yang bertaqwa.
Mengutip pesan Al-Ghozali dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin Puasa Ramadhan adalah jalan untuk mendongkrak
kualitas ketaqwaan seorang muslim. Secara umum ia memandang, ada tiga tingkatan
dalam berpuasa yakni: shaumul umum/awam, khusus, dan khususil khusus. (1) puasa
orang awam (orang kebanyakan) adalah menahan makan, minum, dan menjaga kemaluan
dari godaan syahwat. Puasa ini dikualifikasiasan pada tingkatan paling rendah.
(2) puasa orang khusus, adalah selain menahan makan, minum, dan menjaga
kemaluan dari godaan syahwat, juga menahan pendengaran, pandangan, ucapan,
gerakan tangan kaki dan segala macam bentuk dosa; (3) puasa khususnya orang
khusus adalah puasa hati kepentingan jangka penedek pikiran-pikiran duniawi. Puasa
khusus yang lebih khusus lagi yaitu disamping beberapa hal di atas, adalah
puasa hati dari segala keinginan hina dan segala pikiran duniawi, serta menahan
segala hal yang dapat memalingkan dirinya pada selain Allah SWT.
Ketiganya bagaikan tangga yang
menarik orang berpuasa agar mencapai khususil khusus. Fase-fase tersebut dalam
kajian tasawuf lazim disebut maqam atau maqamat. Imam Abul
Qasim Al-Qusyairi dalam Risalatul Qusyairiyyah membagi maqamat tasawuf
ke dalam 45 bagian. Beberapa maqamat Al-Qusyairi yang terkandung dalam
ibadah puasa antara lain mengosongkan perut, meninggalkan syahwat, mujahadah,
sabar, syukur, ikhlas, jujur, istiqamah dan taqwa. Dalam konteks ini, Imam
Al-Ghazali, mengajarkan berpuasa khusus lebih khusus, harus menetapi enam
persyaratan:
Pertama, tidak melihat segala yang dibenci Allah SWT atau yang
dapat membimbangkan dan melalaikan hati dari mengingat Allah. Nabi Muhammad
saw. bersabda, “Pandangan adalah salah satu panah beracun milik setan yang
terkutuk. Barangsiapa menjaga pandangannya, karena takut kepada-Nya semata,
niscaya Allah ta’ala akan memberinya keimanan yang manis yang diperolehnya dari
dalam hati.” (HR. Al Hakim)
Kedua, menjaga lisan dari perkataan sia-sia, dusta, umpatan,
fitnah, perkataan keji serta kasar, dan kata-kata permusuhan (pertentangan dan
kontroversi). Dan menggantinya dengan lebih banyak berdiam diri, memperbanyak
dzikir dan membaca al-Qur’an. Inilah puasa lisan.
Rasulullah SAW bersabda, “Puasa adalah perisai. Maka barangsiapa di antara kalian sedang berpuasa,
jangan berkata keji. Jika ada orang yang menyerang atau memakimu, katakanlah,
‘Aku sedang berpuasa! Aku sedang berpuasa!’.” (HR Bukhari Muslim).
Ketiga, menjaga pendengaran
dari segala sesuatu yang tercela. Karena segala sesuatu yang dilarang untuk diucapkan juga dilarang untuk
didengarkan. Dalam hukum Allah, mendengar yang haram sama dengan memakan yang
haram. Firman Allah, “Mereka gemar mendengar kebohongan dan memakan yang tidak
halal.” (QS Al-Maidah [5]: 42).
Karena itu orang yang ingin
puasanya bernilai khusus, sebaiknya berdiam diri dan mengjauhkan diri dari
pengumpat. Allah berfirman, “Jika engkau tetap duduk bersama mereka, sungguh
engkaupun seperti mereka …” QS An-Nisa’ (4:140). Ini diperkuat dengan hadits
Rasulullah SAW, “Yang mengumpat dan pendengarnya, berserikat dalam dosa.” (HR
At-Tirmidzi).
Keempat, menjaga kesucian
setiap anggota badan dari yang syubhat, apalagi yang haram. Perut, misalnya, harus dijaga
dari makanan yang diragukan kehalalannya (syubhat). Puasa tidak berguna bila
dilakukan dengan menahan diri dari memakan yang halal, tapi berbuka dengan
makanan haram. Rasulullah SAW bersabda, “Betapa banyak orang berpuasa yang
tidak mendapatkan sesuatu, kecuali lapar dan dahaga!” (HR An-Nasa’i dan Ibnu
Majah).
Kelima, menghindari makan
berlebihan. Tidak ada
kantung yang lebih dibenci Allah SWT selain perut yang dijejali makanan halal.
Di antara manfaat puasa adalh untuk mengalahkan syetan dan mengendalikan hawa
nafsu. Bagaimana itu akan tercapai, bila saat berbuka perut dijejali secara
berlebihan.
Keenam, menuju kepada Allah
SWT dengan rasa takut dan
pengharapan. Setelah berbuka puasa, seyogyanya hati terayun-ayun antara khauf
(takut) dan raja’ (harap). Karena tidak ada seorang yang mengetahui, apakah
puasanya diterima ataukah tidak. Tidak hanya puasa, pemikiran tersebut
seharusnya juga selalu ada setiap kali selesai melaksanakan suatu ibadah.
Dari al-Ahnaf bin Qais, suatu
ketika seseorang berkata kepadanya, “Engkau telah tua; berpuasa akan dapat
melemahkanmu.” Al-Ahnaf pun menjawab, “Dengan berpuasa, sebenarnya aku
sedang mempersiapkan diri untuk perjalanan panjang. Bersabar dalam menaati
Allah SWT, tentu lebih mudah daripada menanggung siksa Nya.”
Wallahu A'lam Bishowab
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Founder tresnabhakti.org, pegiat Rumah
Baca Tresna Bhakti, Pengampu mata kuliah manajemen pendidikan; Penulis buku: Risalah
Ramadhan, https://etheses.uinsgd.ac.id/29428/1/BKKPengaRisalahRamadhan-TnpaISBN.pdf.
Kepemimpinan Pendidikan; Kebijakan Pendidikan; Etika Komunikasi Organisasi;
Manajemen Risiko, Kewirausahaan Teori dan Praktek; Manajemen Kewirausahaan
Pendidikan dll. (tidak kurang dari 60 buku, 18 Penelitian dan 40 Jurnal). Guru
Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidik, Peneliti,
dan Pengabdi; Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al Misbah
Cipadung Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak
tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan
Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan
sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan
asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 70 mahasiswa di Asrama
Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket A B C. Rumah Baca Tresna Bhakti sejak tahun 2007
di Desa Cinyasag Kecamatan Panawangan
Kab. Ciamis Jawa Barat. Korespondensi: (1) http://a.rusdiana.id (2)
http://tresnabhakti.org/webprofil; (3)
http://digilib.uinsgd.ac.id/ view/creators (4) https://www. google.com/search?
q=buku+a.rusdiana+shopee&source (5) https://play.
google.com/store/books/author?id. Curiculum Vitae lenkap dalam laman
https://a.rusdiana.id/2022/11/16/profil-prof-dr-h-ahmad-rusdiana-drs-mm-27-september-2022.