enulis A. Rusdiana
A. Rusdiana
Mengijak 10
hari terakhir ramadhan moment yang tepat untuk mendiskusikan hikmah puasa. Bukankah
amal perbuatan itu tergantung pada penutupannya atau akhirnya?. Seringkali
dilihat dari sudut pandang keberhasilannya dan iming-iming pahalanya yang super
wah. Jarang ada satu paparan yang mengeksplorasi faktor kegagalannya.
Padahal, menjadi mendesak untuk terwujudnya. Kalau dilihat dari dampak
ramadlan-tatanan dan peradaban (kemajuan) bukan hal baru yang muncul dari umat
Islam. Dimana taqwa dalam kehidupan kaum muslimin merupakan benteng utama,
bekal yang paling baik yang diperlukan oleh setiap manusia agar dapat hidup
bahagia di dunia dan di akhirat, seperti yang dipesankan oleh Allah SWT dalam
surat Al-Baqarah (2) ayat 197: “Dan berbekallah kalian karena sebaik-baik
bekal adalah taqwa”.
Puasa juga dikatakan sebagai sebagai wahana peradaban
yang dapat memajukan kehidupan manusia yaitu bahwa puasa mendidik manusia untuk
bersikap disiplin dengan waktu, seperti waktu sahur dan berbuka, saat waktunya
telah habis untuk sahur maka wajib bagi yang akan berpuasa untuk menahan diri
dari makan dan minum walaupun di hadapannya tersedia hidangan yang lezat.
Sebagaimana pula bulan Ramadhan mengajarkan untuk menjaga kesatuan umat
Kesatuan umat merupakan kebutuhan yang mendesak. Akan tetapi perlu dipahami,
kesatuan yang dimaksud adalah kesatuan yang dikemas dalam bingkai Islam. Jika
tidak, peluang musuh-musuh Islam kian besar mencerai-beraikan ummat melalui
propaganda-propaganda mereka. Ada beberapa faktor yang menjadi unsur pemersatu
menuju terwujudnya kesatuan ummat.
Pertama: Kesatuan aqidah (wihdatul Aqidah); Kesatuan
atas dasar aqidah, inilah faktor utama yang tak boleh diabaikan. Hanya atas dasar aqidah Islam yang benar, tanpa
kesyirikan, ummat ini terikat atau disatukan dalam buhul tali yang tidak akan
putus oleh badai apapun. Allah telah menyuratkan hal ini dalam Al-Quran:
“..Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah
[2]: 256).
Kedua: Kesatuan ibadah (Wihdatul Ibadah);
Kesatuan ibadah, yang hanya mengabdi kepada Allah, menjadi sangat
penting sebagai cerminan dari kesatuan aqidah islamiyah. Kesatuan ibadah juga
sangat mendesak segera terwujud, karena ia hanya mencerminkan seberapa besar
penyerahan diri kita pada ketentuan-ketentuan Allah. Faktor pengabdian yang
benar dan Ikhlas inilah yang akan mengantarkan ummat menuju kejayaan dunia dan
keselamatan akhirat. Islam adalah din yang lurus, yang tidak diperintahkan
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
menjalankan agama yang lurus. Dalam Al-Qur'an surah Al-bayyinah, 5;
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama
yang lurus" (QS. Al-bayyinah [98]:5).
Ketiga:
Kesatuan perilaku; Banyak disebutkan dalam al-Quran bahwa ummat Islam adalah ummat
terbaik (Khairu ummah). Hal ini dikarenakan ketinggian akhlaq ummat Islam,
sebagai cerminan kemuliaan aqidah islamiyah. Kualitas keislaman seseorang bias
dilihat antara lain dari akhlaq dan kebiasaan sehari-hari. Dalam hal ini, ummat
Islam sebagai ummat terbaik telah dituntun oleh Allah supaya berperilaku
sebagaimana Rasulullah saw. Beliaulah manusia pilihan Allah sebagai teladan
bagi seluruh ummat Islam seluruhnya dalam kerangka semangat beruswah hanya
kepada Rasulullah saw. Firman Allah dalam Al-Qur'an surah Al-bayyinah, 5;
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah" (Al-Ahzab [33]: 21). Kesamaan
akhlaq, akan memperkokoh persatuan ummat. Secara fitrah, setiap manusia
cenderung menyatu dengan individu lainnya yang memiliki kesamaan perilaku
sehari-hari.
Berpuasa atau melaksanakan ajaran
agama/puasa, secara ideal harus melewati empat tahapan; iman, memahami, Islam
dan ihsan, dan menghayati sinar hikmah puasa sehingga dapat mewujud dalam
perilaku individual dan tataran interaksi sosial sekaligus. Ketika menerima
perintah puasa, maka tanpa ragu menerima dan meyakini bahwa puasa adalah cara
Tuhan menuntun agar manusia selalu dalam kesejahteraan, kedamaian, dan
kebahagiaan. Tanpa bertanya dan mempertanyakan, kenapa diperintah untuk
melakukan sesuatu yang berat secara fisik dan seolah di luar kemampuan manusia.
Selanjutnya, proses
mengetahui bagaimana cara terbaik agar bisa melakukannya secara baik dan paripurna.
Sebagai sebuah perintah yang bertujuan, tentu mempunyai kriteria, syarat,
rukun, batasan-batasan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh. Pelaku harus
sadar bahwa melakukan perintah dengan mengikuti petunjuk tentu menjadi faktor
dominan dalam memperoleh keberhasilan.
Sejatinya puasa pada pase 10 hari terakhir
ini dijadikan momentum pemersatu menuju terwujudnya kesatuan ummat melalui kesatuan aqidah; kesatuan ibadah; dan kesatuan
perilaku. Ketika aspek kesiapan mental dan pengetahuan
melakukanya sudah siap, baru terjun ke tahap berikutnya, yaitu melaksanakannya
dengan maksimal, bukan hanya sekedar penggugur kewajiban. Bukankah setiap
amalan manusia dinilai berdasarkan amalan penutupnya?.
Wallahu A'lam Bishowab
Penulis:
Ahmad
Rusdiana, Founder tresnabhakti.org,
pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti, Pengampu mata kuliah manajemen pendidikan;
Penulis buku: Risalah Ramadhan, https://etheses. uinsgd.ac.id/
29428/1/BKKPengaRisalahRamadhan-TnpaISBN.pdf. Kepemimpinan Pendidikan;
Kebijakan Pendidikan; Etika Komunikasi Organisasi; Manajemen Risiko,
Kewirausahaan Teori dan Praktek; Manajemen Kewirausahaan Pendidikan dll. (tidak
kurang dari 60 buku, 18 Penelitian dan 40 Jurnal). Guru Besar Manajemen
Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidik, Peneliti, dan Pengabdi;
Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al Misbah Cipadung Bandung
yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta
garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat
Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri
Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap
tahunnya tidak kurang dari 70 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung.
Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket
A B C. Rumah Baca Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag
Kecamatan Panawangan Kab. Ciamis Jawa
Barat. Korespondensi: (1) http://a.rusdiana.id (2) http://tresnabhakti.org/webprofil; (3) http://digilib.uinsgd.ac.id/
view/creators (4) https://www. google.com/search? q=buku
+a.rusdiana+shopee&source (5) https://play.
google.com/store/books/author?id. Curiculum Vitae lenkap dalam laman
https://a.rusdiana.id/2022/11/16/profil-prof-dr-h-ahmad-rusdiana-drs-mm-27-september-2022.