STRATEGI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN DITENGAH PROBELAMA VUCA DENGAN VUCA PRIME (VP)

Penulis Ahmad Rusdiana

Dibaca: 115 kali

Ahmad Rusdiana

Oleh Ahmad Rusdiana

 

Tidak dapat dipungkiri lagi Pendidikan di zaman sekarang dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks yang sangat dinamis. Tantangan demikian, oleh Bennis dan Burt Nanus (1987) dalam teori kepemimpinannya disebut sebagai VUCA: Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity. Berimplikasi pada kepemimpinan pendidikan dihadapkan pada tugas yang sangat sulit dalam mengelola dan memimpin lembaga pendidikan yang semakin tidak stabil dan tidak pasti. Oleh karena itu, strategi kepemimpinan pendidikan harus mampu mengatasi tantangan VUCA agar pendidikan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Bob Johansen, peneliti ternama dari ‘The Insitute for the Future’ mennawarkan kerangka kerja kepemimpinan efektif sebagai ‘VUCA Counterweight’, (penagkal PUCA), yang kemudian dinamai VUCA PRIME. Melalui konsep dan kerangka kerja VUCA Prime (VP), Bob Johansen menggugah para pimpinan organisasi/perusahaan besar untuk fokus membangun VUCA Prime:-vision; understanding;–clarity;–agility;. (visi;–pemahaman;–kejelasan;–kelincahan).

Pertama: Volatility atau ketidakpastian adalah sebuah tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan pendidikan saat ini. Hal ini disebabkan oleh perubahan yang sangat cepat dan tidak terduga di lingkungan pendidikan. Perubahan teknologi dan inovasi pendidikan yang semakin berkembang membuat kepemimpinan pendidikan harus mampu mengambil keputusan yang tepat dan efektif dalam waktu yang singkat. Johansen menyarankan bahwa ‘volatility’ dapat diatasi dengan ‘Vision’ yang kuat dari pimpinan organisasi/lembaga pendidikan sehingga pimpinan tersebut dapat menyediakan dan sekaligus menguatkan organisasi untuk dapat memberikan navigasi sedemikian rupa sehingga organisasi tetap dapat melangkah ke depan walau terjadi turbulensi.

Kedua: Uncertainty atau ketidakpastian merupakan tantangan kedua yang dihadapi oleh kepemimpinan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang jelas dan akurat mengenai perubahan yang terjadi. Perubahan yang cepat dan tidak terduga membuat kepemimpinan pendidikan harus mengambil keputusan dengan informasi yang terbatas.  Johansen menyarankan agar Uncertainty diatasi dengan Understanding’. Dalam hal ini, ‘Understanding’ (pemahaman) akan membawa semua anggota tim berbagi cara pikir (mindset) yang sama, dan membangun pengertian dan pemahaman yang selaras tentang bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk kesuksesan organisasi. Sejalan dengan prinsip-prinsip yang mempromosikan praktik dan komunikasi aktif yang melibatkan banyak pihak, hal ini membutuhkan komunikasi dua arah yang terus-menerus.

Ketiga: Complexity atau kompleksitas adalah tantangan ketiga yang dihadapi oleh kepemimpinan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait dan mempengaruhi lingkungan pendidikan. Faktor seperti kebijakan pendidikan, perubahan sosial dan ekonomi, serta perubahan teknologi membuat lingkungan pendidikan semakin kompleks.  Untuk hal itu, Johansen menyarakan bahwa ‘Complexity’ dapat diatasi dengan ‘Clarity’ yang tumbuh dari pembangunan kedisiplinan di sekitar hal-hal inti mendasar, yang secara konstan memperkuat prioritas yang riil, serta mencegah organisasi masuk dalam kumpulan aktivitias tidak bernilai tambah. Dedikasi untuk selalu tulus terhadap pelanggan, dan tetap terjaga untuk memberikan, serta sekaligus menerima masukan dari pelanggan internal dan eksternal, akan mengurangi kompleksitas yang tidak perlu.

Keempat: Ambiguity atau ketidakjelasan adalah tantangan terakhir yang dihadapi oleh kepemimpinan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai perubahan yang terjadi dan dampaknya terhadap lingkungan pendidikan. Johansen menyarakan agar menatasi  ambiguity diatasi dengan agility’, ‘Agility’ merupakan kelincahan menghadapi perubahan, menghadapi tuntutan konsumen, dan dalam menghadapi perkembangan baru yang tiba-tiba muncul. Bila organisasi kita tidak lincah dan tangguh, maka organisasi kita akan gamang, dan kemudian hilang dalam percaturan usaha. Hal ini dapat terjadi karena mereka terlambat memahami perubahan, terlambat bertindak, dan terlambat berubah, sehingga kehilangan arah dan tiba-tiba menjadi tidak kontekstual lagi dengan situasi yang berubah tersebut.

Persoaalanya; Apakah organisasi lembaga pendidikan sudah siap menghadapi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dengan VUCA (Vision, Understanding, Clarity, Agility) Prime? Sebagai praktisi manajemen risiko, sudah saatnya kita semua mengingatkan atau “membangunkan” pimpinan pendidikan untuk memahami fenomena VUCA serta implikasinya terhadap organisasi lembaga pendidikan dan kemudian bersama-sama membangun kapabilitas kepemimpinan sedini mungkin.

Untuk membangun karakter seorang pemimpin, keluarga sebagai unit atau komunitas awal memiliki peranan penting. Keluarga sebagai lingkungan atau lingkup terkecil yang dikenal oleh anak dapat menjadi media pembinaan dan pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini dalam diri seorang anak, sehingga anak menjadi terbiasa melakukan sesuatu perbuatan sesuai dengan norma-norma dalam agama. Nilai-nilai religiusitas Islam yang ditanamkan tersebut pada akhirnya akan menjadi pengendali (kontrol) seseorang dalam melakukan setiap tindakan dan mengambil setiap keputusan.

Relevan dengan uraian di atas, M. Quraish Shihab mengemukakan, bahwa pembentukan kepribadian anak dimulai dari pendidikan keluarga, sejak anak pada masa buaian ibunya. Dengan demikian ibu memiliki peran yang sangat strategis dalam pendidikan dan pembinaan karakter anaknya. Kata “ibu” dalam al-Qur’an digunakan umm, yang seakar kata dengan imam. Hal itu menunjukkan bahwa perhatian dan keteladanan ibu kepada anaknya dan perhatian anak kepada ibunya akan mampu melahirkan pemimpin yang berkarakter. Hal itu berarti, bahwa pemimpin yang berkarakter Qur’ani erat kaitannya dengan pendidikan keluarga yang Islami (Qur’ani).

 

Wallahu A'alam Bishowab

Penulis:

Ahmad Rusdiana, Founder tresnabhakti.org, pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti, Pengampu mata kuliah manajemen pendidikan; Penulis buku: Manajemen Risiko, Manajemen Kewirausahaan Teori dan Praktek; Manajemen Kewirausahaan Pendidikan; Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidik, Peneliti, dan Pengabdi; Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al Misbah Cipadung Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 70 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket A B C. Rumah Baca Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kec.n. Panawangan Kab.Ciamis Jabar. Karya lengkap dapat diakses melalui: https:(1)//a.rusdiana.id(2)http://tresnabhakti.org/webprofil

(3)http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators (4) https://www.google.com/search?q=buku+ a.rusdiana +shopee&source (5) https://play.google.com/store/books/author?id.

 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...