Penulis Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana
Oleh Ahmad Rusdiana
Tidak dapat dipungkiri lagi Pendidikan
di zaman sekarang dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks yang sangat
dinamis. Tantangan demikian, oleh Bennis dan Burt Nanus (1987) dalam teori
kepemimpinannya disebut sebagai VUCA: Volatility, Uncertainty, Complexity
dan Ambiguity. Berimplikasi pada kepemimpinan pendidikan dihadapkan pada
tugas yang sangat sulit dalam mengelola dan memimpin lembaga pendidikan yang
semakin tidak stabil dan tidak pasti. Oleh karena itu, strategi
kepemimpinan pendidikan harus mampu mengatasi tantangan VUCA agar pendidikan
dapat menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan siap menghadapi
tantangan masa depan.
Bob Johansen, peneliti ternama dari ‘The Insitute for the Future’
mennawarkan kerangka kerja kepemimpinan efektif sebagai ‘VUCA Counterweight’,
(penagkal PUCA), yang kemudian dinamai VUCA PRIME. Melalui konsep dan
kerangka kerja VUCA Prime (VP), Bob Johansen menggugah para pimpinan organisasi/perusahaan
besar untuk fokus membangun VUCA Prime:-vision;
understanding;–clarity;–agility;. (visi;–pemahaman;–kejelasan;–kelincahan).
Pertama: Volatility atau ketidakpastian adalah sebuah
tantangan yang dihadapi oleh kepemimpinan pendidikan saat ini. Hal ini
disebabkan oleh perubahan yang sangat cepat dan tidak terduga di lingkungan
pendidikan. Perubahan teknologi dan inovasi pendidikan yang semakin berkembang
membuat kepemimpinan pendidikan harus mampu mengambil keputusan yang tepat dan
efektif dalam waktu yang singkat. Johansen menyarankan bahwa ‘volatility’
dapat diatasi dengan ‘Vision’ yang kuat dari pimpinan organisasi/lembaga
pendidikan sehingga pimpinan tersebut dapat menyediakan dan sekaligus
menguatkan organisasi untuk dapat memberikan navigasi sedemikian rupa sehingga
organisasi tetap dapat melangkah ke depan walau terjadi turbulensi.
Kedua: Uncertainty atau ketidakpastian merupakan
tantangan kedua yang dihadapi oleh kepemimpinan pendidikan. Hal ini disebabkan
oleh kurangnya informasi yang jelas dan akurat mengenai perubahan yang terjadi.
Perubahan yang cepat dan tidak terduga membuat kepemimpinan pendidikan harus
mengambil keputusan dengan informasi yang terbatas. Johansen menyarankan agar Uncertainty
diatasi dengan Understanding’. Dalam hal ini, ‘Understanding’ (pemahaman)
akan membawa semua anggota tim berbagi cara pikir (mindset) yang sama, dan
membangun pengertian dan pemahaman yang selaras tentang bagaimana mereka dapat
berkontribusi untuk kesuksesan organisasi. Sejalan dengan prinsip-prinsip yang
mempromosikan praktik dan komunikasi aktif yang melibatkan banyak pihak, hal
ini membutuhkan komunikasi dua arah yang terus-menerus.
Ketiga: Complexity atau kompleksitas adalah tantangan ketiga
yang dihadapi oleh kepemimpinan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh berbagai
faktor yang saling terkait dan mempengaruhi lingkungan pendidikan. Faktor
seperti kebijakan pendidikan, perubahan sosial dan ekonomi, serta perubahan
teknologi membuat lingkungan pendidikan semakin kompleks. Untuk hal itu, Johansen menyarakan bahwa ‘Complexity’
dapat diatasi dengan ‘Clarity’ yang tumbuh dari pembangunan kedisiplinan
di sekitar hal-hal inti mendasar, yang secara konstan memperkuat prioritas yang
riil, serta mencegah organisasi masuk dalam kumpulan aktivitias tidak bernilai
tambah. Dedikasi untuk selalu tulus terhadap pelanggan, dan tetap terjaga untuk
memberikan, serta sekaligus menerima masukan dari pelanggan internal dan
eksternal, akan mengurangi kompleksitas yang tidak perlu.
Keempat: Ambiguity atau ketidakjelasan adalah tantangan terakhir
yang dihadapi oleh kepemimpinan pendidikan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
pemahaman mengenai perubahan yang terjadi dan dampaknya terhadap lingkungan
pendidikan. Johansen menyarakan agar menatasi
ambiguity diatasi dengan agility’, ‘Agility’ merupakan
kelincahan menghadapi perubahan, menghadapi tuntutan konsumen, dan dalam
menghadapi perkembangan baru yang tiba-tiba muncul. Bila organisasi kita tidak
lincah dan tangguh, maka organisasi kita akan gamang, dan kemudian hilang dalam
percaturan usaha. Hal ini dapat terjadi karena mereka terlambat memahami
perubahan, terlambat bertindak, dan terlambat berubah, sehingga kehilangan arah
dan tiba-tiba menjadi tidak kontekstual lagi dengan situasi yang berubah tersebut.
Persoaalanya; Apakah organisasi lembaga pendidikan sudah siap menghadapi
VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) dengan VUCA (Vision,
Understanding, Clarity, Agility) Prime? Sebagai praktisi manajemen risiko,
sudah saatnya kita semua mengingatkan atau “membangunkan” pimpinan pendidikan
untuk memahami fenomena VUCA serta implikasinya terhadap organisasi lembaga
pendidikan dan kemudian bersama-sama membangun kapabilitas kepemimpinan sedini
mungkin.
Untuk membangun karakter seorang pemimpin, keluarga sebagai unit atau
komunitas awal memiliki peranan penting. Keluarga sebagai lingkungan atau
lingkup terkecil yang dikenal oleh anak dapat menjadi media pembinaan dan
pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai
Islam sejak dini dalam diri seorang anak, sehingga anak menjadi terbiasa
melakukan sesuatu perbuatan sesuai dengan norma-norma dalam agama. Nilai-nilai
religiusitas Islam yang ditanamkan tersebut pada akhirnya akan menjadi
pengendali (kontrol) seseorang dalam melakukan setiap tindakan dan mengambil
setiap keputusan.
Relevan dengan uraian di atas, M. Quraish Shihab mengemukakan, bahwa
pembentukan kepribadian anak dimulai dari pendidikan keluarga, sejak anak pada
masa buaian ibunya. Dengan demikian ibu memiliki peran yang sangat strategis
dalam pendidikan dan pembinaan karakter anaknya. Kata “ibu” dalam al-Qur’an
digunakan umm, yang seakar kata dengan imam. Hal itu menunjukkan bahwa
perhatian dan keteladanan ibu kepada anaknya dan perhatian anak kepada ibunya
akan mampu melahirkan pemimpin yang berkarakter. Hal itu berarti, bahwa
pemimpin yang berkarakter Qur’ani erat kaitannya dengan pendidikan
keluarga yang Islami (Qur’ani).
Wallahu A'alam Bishowab
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Founder tresnabhakti.org, pegiat Rumah
Baca Tresna Bhakti, Pengampu mata kuliah manajemen pendidikan; Penulis buku: Manajemen
Risiko, Manajemen Kewirausahaan Teori dan Praktek; Manajemen Kewirausahaan
Pendidikan; Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Pendidik, Peneliti, dan Pengabdi; Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana
Pendidikan Al Misbah Cipadung Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA,
MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan
Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun
1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan
pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 70
mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket A B C. Rumah Baca Tresna Bhakti
sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kec.n. Panawangan Kab.Ciamis Jabar. Karya
lengkap dapat diakses melalui:
https:(1)//a.rusdiana.id(2)http://tresnabhakti.org/webprofil
(3)http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators
(4) https://www.google.com/search?q=buku+ a.rusdiana +shopee&source (5)
https://play.google.com/store/books/author?id.