STRATEGI PENTAHELIX DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM PROTOTIPE

Penulis: Tatang Sunendar

Dibaca: 305 kali

Tatang Sunendar

Oleh Tatang Sunendar

(Widyaiswara PPPPTK IPA/Anggota KACI)

 

Salah satu hasil evaluasi kurikulum 2013 menyatakan bahwa kurikulum yang dirumuskan secara nasional sulit disesuaikan dengan situasi dan kebutuhan satuan pendidikan, daerah, dan peserta didik, karena materi wajib yang sudah sangat padat dan struktur yang detil dan mengunci. Oleh karena itu pada penerapan kurikulum prototipe Kementerian Pendidikan mengeluarkan kebijakan empat alternatif tahapan di antaranya tahapan berikut 1) Kompleksitas sederhana dilakukan dengan mengikuti contoh yang telah disediakan. 2) Kompleksitas dasar dilakukan dengan memodivikasi contoh yang disedikan. 3) Kompleksitas sedang yang melakukan pengembangan  sesi dengan konteks satuan pendidikan dengan pelibatan warga sekolah dan masyarakat secara terbatas. 4) Kompleksitas tinggi dilakukan dengan pengembangan sesuai konteks satuan pendidikan dengan pelibatan warga sekolah secara luas.

Walaupun terdapat empat tahapan yang ditawarkan sudah barang tentu sekolah tidak serta merta mengambil tahapan yang paling sederhana namun didorong untuk mampu menerapkan tahapan kompleksitas tinggi, karena pada tahapan ini sekolah bisa berkolaborasi dengan berbagai elemen, serta hasil pengembanngan bisa menggambarkan situasi, kondisi sekolah melalui pemanfaatan potensi-potensi lokal yang bisa dioptimalkan untuk berkontribusi.

Di era disrupsi seperti saat ini lembaga atau organisasi dalam pengembangan suatu program tidak bisa dilakukan secara sendiri namun harus dilakukan secara kolaborasi dengan mitra-mitra yang bisa dimintakan untuk urun rembuk dalam merumuskan program. Untuk hal itu dibutuhkan suatu strategi yang mampu mengoptimalkan setiap komponen dalam merumuskan suatu program dan pilihannya adalah konsep pentahelix.

Konsep pentahelix atau multipihak merupakan suatu strategi kerja sama dalam suatu program yang melibatkan berbagai unsur yang terdiri dari pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media bersatu padu berkoordinasi serta berkomitmen untuk mengembangkan sebuah inovasi. Strategi ini diasumsikan cocok untuk mengembangkan kurikulum prototipe karena Kementerian Pendidikan dalam pengembangan kurikulum prototipe hanya menyusun panduan dan capaian pembelajaran selebihnya diserahkan ke satuan pendidikan untuk merancang kurikulum operasional sekolah nya.

Komponen pentahelix dapat digambarkan sebagai berikut:

Adapun peran dari komponen tersebut antara lain berikut ini:

Pertama Pemerintah, dalam hal ini Kemdikbud telah merumuskan kurikulum dengan 1) merancang pengembangan murid secara holistik yang mencakup kecakapan akademis dan non-akademis, kompetensi kognitif, sosial, emosional, dan spiritual. 2) Berbasis kompetensi, bukan konten: kurikulum dirancang berdasarkan kompetensi yang ingin dikembangkan, bukan berdasarkan konten atau materi tertentu. 3). Kontekstualisasi dan personalisasi. 4) Kurikulum dirancang sesuai konteks (budaya, misi sekolah, lingkungan lokal) dan kebutuhan murid. Dari rancangan tersebut maka sekolah harus mampu menerjemahkan ke dalam program sekolah yang lebih implementatif sehingga bisa dirasakan manfaatnya oleh siswa, orang tua maupun masyarakat, selain kementerian yang dimaksud pemerintah juga penting diperhatikan kebijakan  pendidikan dari pemerintah provinsi maupun kabupaten kota dengan direpresntasikan melalui dinas pendidikan masing-masing.

Kedua Akemidisi. Yang dimaksud dengan akademisi bukan berarti sekolah harus melibatkan unsur perguruan tinggi namun melibatkan orang yang memahami konten dan konteks pengembangan kukrikulum. Oleh karena itu pengawas sekolah atau pelatih ahli terlibat dengan melakukaan intervensi dalam pengembangan sumber daya manusia, rumusan struktur kurikulum, projek pelajar Pancasila maupun teknis perencanaan berbasis data, sekolah bisa memanfaatkan kompenen ini untuk kurikulum protoptipe.

Ketiga Komunitas. Untuk komponen komunitas nampaknya tidak jauh berbeda dengan komite sekolah, namun bisa saja sekolah melibatkan komunitas-komunitas lainnya yang bergerak dalam bidang pendidikan seperti organisasi guru, organisasi profesi lainnnya. Masukan dari komunitas penting diperhatikan karena akan membawa pesan dan harapan dari masyarakat terkait dengan kebijakan kurikulum yang dirumuskan oleh satuan pendidikan.

Keempat dunia usaha. Salah satu karakteristik dari kurkulum prototipe adalah pengembangan projek profil pelajaran Pancasila yang salah satu komponennya adalah kewirausahaan. Agar program ini berjalan dengan baik dan implementatif maka keterlibatan unsur bisnis akan memberi masukan-masukan dan wahana untuk pengembangan kurikulum. Kesempatan berinteraksi dengan lingkungan dunia kerja dan terlibat langsung di dalamnya dapat membangun sikap kerja siswa siswi ini lebih percaya diri karena dapat memahami apa yang dipahaminya dan pengetahuannya bisa diterima oleh masyarakat.

Kelima Media. Pemanfaatan media dalam pengembangan kurikulum prototipe merupakan suatu keniscayaan karena dengan bantuan media, masyarakat akan mengetahui segala aktivitas yang dilaksanakaan oleh sekolah mulai dari perencanaan, proses maupun produk yang dihasilkan oleh sekolah. Dengan terinformasikannya kegiatan sekolah oleh media akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap sekolah. Terkait dengan media jangan dibayangkan koran maupun stasiun televisi yang sudah mapan, namun bisa juga digunakan media sosial seperti IG, Fecebook, media online, youtube dengan konten yang bisa dirancang oleh satuan pendidikan.

Strategi pentahelix selaras dengan konsep merdeka belajar yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengatur sekolahnya secara mandiri dan memilih dengan siapa berkolaborasi. Kemandirian tersebut sebenarnya merupakan tanggung jawab yang diberikan kepada sekolah khususnya kepada kepala sekolah agar dapat membawa kemajuan sekolah yang dipimpinnya. Dengan menggunakan strategi pentahelik ini sekolah akan lebih optimal dalam melakukan pengembangan kurikulum prototipe karena:

a. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga sekolah tersebut dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk menjalankan sekolah.

b. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan fungsi perkembangan dan kebutuhan anak didik.

c. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.

d. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat dan dipublikasikan melaui media.

e. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.

f. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang masalah pendidikan masing-masing pada pemerintah, orang tua siswa, dan masyarakat pada umumnya. Sehingga sekolah berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.

g. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua, siswa, masyarakat dan pemerintah daerah dan media.

h. Sekolah dapat secara cepat merespons aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah cepat.

Dengan beberapa alasan tentang penggunaan strategi pentahelx tersebut, merupakan suatu peluang bagi kepala sekolah apalagi yang mempunyai mental driver dalam pengembangan kurikulum prototipe. Rumusan kurikulum yang dibuat bisa dipertanggungjawabkan sebagi karya kolaboratif, begitu juga dalam pelaksanaannya akan menumbuhkan sikap memiliki dan menjaga sebagai model manajemen yang memberikan keleluasaan dan kebebasan kepada sekolah  pengambilan keputusan secara musyawarah mufakat antarsemua pihak sekolah meliputi kepala sekolah, para guru, wali murid sebagai upaya meningkatkan mutu sekolah yang berpedoman pada kebijakan pendidikan nasional serta mengacu pada potensi keunggulan lokal dan aspriasi masyaratakat.

Kurikulum prototipe menawarkan fokus pada kompetensi materi yang lebih esensial. Guru tidak  hanya cenderung berfokus pada ketercapaian materi kurikulum, tapi harus memperhitungkan kemampuan siswa untuk memahami pelajaran tersebut. Oleh karena itu, penyederhanaan konten perlu dilakukan agar pembelajaran dapat lebih mendalam (deep learning) dan lebih bermakna (meaningful learning)…. Semoga.

 

 

 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...