Penulis Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana
Kepemimpinan,
jika berbicara masalah ini dalam pemikiran kita pasti mengasosiasikan pada
sosok pemimpin seperti presiden, gubernur, wali kota, bupati, pak camat atau
kepala desa. Bahkan Kepala Sekolah, Rektor Perguruan Tinggi disebut pemimpin
juga. Namun kepemimpinan bukan hanya berbicara masalah jabatan atau siapa yang
menjadi seorang pemimpin, melainkan memiliki makna yang lebih luas, yaitu yang
berkaitan dengan tugas-tugas seorang pemimpin, apa yang seharusnya dan tidak
seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin dan juga sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mengatasi berbagai permasalahan yang
kompleks.
Sebentar lagi kita akan melaksanakan pesta
demokrasi (pemilu). Saat seperti inilah seringkali, kita jumpai hal-hal ganjil
yang biasa dilakukan oleh para kandidat calon pemimpi. Banyak para calon calon
pemimpin mengumbar janji-janji manis. Mulai dari pola blusukan yang dilakukan
ke pedesaan, pasar-pasar, pondok pesanten, dengan mengedepankan pemimpin yang
dekat dengan rakyat. Juga ada yang mempublikasikan bahwa dirinya memiliki sifat
rendah hati, sederhana, jujur, bahkan ada juga yang menggunakan simbol
kebapakan, hingga ada yang menyangkut pautkan dengan hal mistis seperti ramalan
Jaya Baya, maupun yang menyangkut pautkan dengan masalah agama mayoritas dan
minoritas.
Membahas masalah kepemimpinan Raja Ali
Haji menggunakan istilah "raja", karena sistem pemerintahan yang ada
di masa hidupnya adalah berbentuk kerajaan atau kesultanan. Apabila ditarik ke
era sekarang, raja ini berarti kepala negara sekaligus kepala pemerintahan,
kepala daerah, DPR, atau siapa pun yang mengemban amanah rakyat. Kriteria di
atas menunjukkan bahwa beliau menginginkan seorang pemimpin yang benar-benar
mampu melaksanakan dan mencapai kemaslahatan umum bagi seluruh rakyat. Adapun
syarat seorang pemimpin yang terkait dengan sifat batiniyah antara lain: mukallaf;
merdeka; adil; mempunyai kemampuan ijtihad yang baik; mempunyai keberanian yang
kokoh; rajin, tidak malas mengurusi permasalahan yang ada di dalam pemerintahannya.(Tenas
Effendi, 2002).
Pertama: Mukallaf di sini berarti sudah cakap
hukum, yaitu seorang pemimpin sudah dapat bertanggung jawab atas apa yang ia
lakukan. Kebijakan dan semua
langkahnya dalam menjalankan roda kepemimpinan benar-benar lahir dari pemikiran
yang dewasa. Karena pemimpin harus bertanggung jawab terhadap masyarakat yang
dipimpinnya. Ungkapan Melayu menyatakan: “Orang beradab bertanggung jawab”
Kedua: Merdeka; syarat merdeka di sini antara lain
berarti bahwa kebijakan pemimpin harus bebas dari kepentingan pribadi atau
kelompok dan benar-benar mandiri. Pemimpin harus benar-benar bisa memosisikan
dirinya di atas kepentingan semua kelompok, kepentingan masyarakat luas yang dipimpinnya.
Kebijakan yang diambil tidak berdasar pada tekanan kepentingan atau pihak-pihak
tertentu, independen, dan benar-benar berdasarkan suara hati nurani rakyatnya.
Ketiga: Adil; Prinsip keadilan bagi seorang raja lebih
bernuansa penghargaan yang sama kepada semua orang dengan tidak membedakan dari
mana unsur atau golongan. Hal ini dibuktikan dengan jalannya hukum yang berlaku
tanpa pandang bulu. Adil berarti harus benar dalam melaksanakan hak dan
kewajiban sesuai perilaku hukum dan undang-undang, agama, adat, dan norma
sosial yang dianut masyarakat. Ungkapan Melayu “yang disebut adil, tidak
membedakan besar dan kecil”.
Keempat: Mempunyai ijtihad yang baik, seorang pemimpin
harus benar-benar cermat dalam mengambil keputusan dan kebijakan. Keputusan yang
diambil harus benar-benar berdasarkan pemikiran yang mendalam dan pertimbangan
yang cermat dan matang. Selain itu, juga mempertimbangkan efek manfaat dan
madharat dari keputusan atau kebijakan tersebut. Syarat ini juga berarti
pemimpin harus visioner, mampu merencanakan dan menatap masa depan dengan
cermat dan baik. Dengan memandang jauh ke depan, maka pemimpin diharapkan
memilki wawasan yang luas, pikiran panjang, dan perhitungan yang semakin
cermat. Berpandangan jauh ke depan akan menumbuhkan rasa tanggung jawab
terhadap generasi berikutnya.
Kelima: Mempunyai keberanian yang tinggi, sehingga kepemimpinannya
benar-benar kredibel dan bisa lepas dari tekanan dan kepentingan pihak-pihak
tertentu yang tidak sesuai dengan kemauan rakyat. Sifat rajin berarti seorang
pemimpin harus benar-benar all out dalam mencurahkan pikiran, waktu, dan
tenaganya untuk mengurusi kepentingan rakyat. Seorang pemimpin harus
benar-benar siap dan mau berkorban lahir dan batin demi kemashlahatan dan
kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya.
Kenam: Rajin, tidak malas mengurusi permasalahan yang ada di dalam
pemerintahannya. Rasa malas
sebenarnya merupakan kodrat (sifat bawaan) bagi manusia. Menengok sejarah nenek
moyang kita, mereka dahulu hidup secara nomaden (berpindah dari satu tempat ke
tempat lain). Karena nomaden dirasa cukup melelahkan, akhirnya mereka beralih
dari nomaden menuju kegiatan bercocok tanam yang membuat mereka menetap. Ide
tersebut sebenarnya berawal dari adanya aktivitas rutin yang dirasa tidak
efektif sehingga membuat pelakunya menjadi malas, yang akhirnya kemalasan
tersebut membawa mereka untuk berpikir kreatif.
Sebagai penutup, penulis mengingatkan
tentang pentingnya sarat pemimpim bagi Raja Ali Haji beberapa dekade yang lalu
yang telah terekam dalam berbagai karyanya, khususnya Tsamarat al-muhimmah
dan Muqaddima fi Intidzam tentang kriteria kepemimpinan yang ideal, sudah
cukup menjadi pelajaran bagi pelaksana negara di Indonesia. Apabila
prinsip-prinsip tersebut dapat dilaksanakan secara konsisten dan kontinyu,
niscaya akan tercipta masyarakat yang adil, makmur, aman, dan tenteram; dan
Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan bermartabat tinggi di mata
bangsa-bangsa lain.
Walahu A'lam Bishowab.
Penulis
Ahmad
Rusdiana, Founder
tresnabhakti.org, pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti, Pengampu mata kuliah
manajemen pendidikan; Penulis buku: Kepemimpinan Pendidikan; Kebijakan
Pendidikan; Etika Komunikasi Organisasi; Manajemen Risiko, Kewirausahaan Teori
dan Praktek; Manajemen Kewirausahaan Pendidikan; Guru Besar Manajemen
Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidik, Peneliti, dan Pengabdi;
Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al Misbah Cipadung Bandung
yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta
garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat
Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri
Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap
tahunnya tidak kurang dari 70 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung.
Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket
A B C. Rumah Baca Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag
Kecamatan Panawangan Kab. Ciamis Jawa
Barat. Korespondensi :(1) http://a.rusdiana.id (2)
http://tresnabhakti.org/webprofil; (3)
http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators (4)
https://www.google.com/search?q=buku+ a.rusdiana +shopee&source (5)
https://play.google.com/store/books/author?id.