Utama Memberi Makan dari Membangun Masjid

Penulis: Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd.

Dibaca: 47 kali

Ilustarsi (FB/DNK)

Oleh Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd.

(Praktisi Pendidikan)

 

Sungguh perkataan Dedi Mizwar dalam sinetron rohaniah “Para Pencari Tuhan” cukup esensial, subtantif, dan menyentuh. Ia mengatakan “Memberi sesuap nasi pada orang lapar itu lebih baik daripada membangun 1000 masjid”.

Sungguh nilai kemanusiaan, rasa cinta sesama, peduli dan menolong orang yang sangat membutuhkan, nilainya sangat luar biasa. Benar apa kata Dedi Mizwar, utamakan kemanusiaan yang adil dan beradab pada yang sangat membutuhkan.

Sarana beribadah, bangunan untuk ritual itu esensinya menggiring manusia agar menjauh dari keji dan munkar. Esensi ritual di antaranya adalah tafakur, tasyakur, dan muhasabah (TTM).  Memberi makan orang lapar adalah di antara implementasi dari esensi ritual.

Bila dikatakan memberi makan orang kelaparan nilainya lebih baik dari membangun 1000 masjid, maka memberi makan orang lapar setidaknya sama dengan membangun 1001 masjid. Setidaknya lebih dari 1000 masjid.

Bila kita membangun masjid untuk tujuan mendapatkan amal baik maka memberi makan orang lapar pun adalah amal baik. Bedanya nilai kebaikan memberi makan orang lapar lebih baik dari membangun masjid. Ini versi Dedi Mizwar dalam sinetron “Para Pencari Tuhan”.

Dalam pikiran Saya betapa hebatnya amalan para pengusaha. Ia implementatif dalam memberi makan orang yang membutuhkan. Sejumlah karyawan dalam sebuah perusahaan tentu secara tidak langsung Sang Pengusaha yang memberi makan anak keluarganya.

Orang-orang yang mampu memberi lapangan pekerjaan, membuat luasnya lapangan pekerjaan pada dasarnya telah memberi makan sejumlah orang yang membutuhkan. Bisa jadi membangun pabrik, perusahaan yang halal, nilainya lebih tinggi dari membangun masjid.

Sungguh sangat beruntung---semisal Buya Hamka---sosok keturunan China yang banyak membangun masjid, banyak memberi makan orang yang lapar, banyak mendirikan lapangan pekerjaan dan banyak membantu orang yang membutuhkan.

Sungguh beruntung para pengusaha, orang kaya yang rutin memberikan bantuan (infak, shodakoh, zakat) pada lingkungan sekitarnya. Mereka semua, hakikatnya sama dengan telah membangun 1001 masjid.

Kita manusia biasa---yang tidak kaya---bisa pula ibarat membangun 1001 masjid. Bila kita punya kebiasaan memberi makan orang lapar. Memberi makan orang lapar, nilai rupiahnya tidak akan melintasi Rp 50 ribu.

Mengeluarkan uang Rp 50 ribu untuk membeli makanan dan diberikan pada orang yang sangat kelaparan, identik dengan membangun 1001 masjid. Ayoo sahabat pembaca, lakukan kebaikan memberi makan pada orang yang kelaparan.

Saat bulan Ramadan seperti ini, di mana banyak orang yang puasa, ada pula yang musafir perjalanan jauh. Mengapa tidak kita memberi makan pada mereka. Pokoknya beri makan siapa saja yang lapar dan kehausan.

Ingat kisah dalam ajaran agama Islam, anjing yang mau mati kehausan dan selamat karena seorang perempuan memberinya minum. Tindakan seorang perempuan “nackal” memberi minum seekor anjing saja sangat mulia di hadapan Allah. Apalagi memberi makan dan minum orang yang lapar dan kehausan.

Dakwah terbaik---bisa jadi---bukan mengeluarkan kata-kata dengan ayat dalam kitab suci, melainkan mengeluarkan harta untuk memberi makan dan minum orang lain. Dakwah terbaik adalah memberi, sebagai wujud manifesto cinta, esensi ajaran semua agama.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...