Penulis: Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd.
Ilustarsi (FB/DNK)
Oleh Dr. Dudung
Nurullah Koswara, M.Pd.
(Praktisi
Pendidikan)
Sungguh perkataan
Dedi Mizwar dalam sinetron rohaniah “Para Pencari Tuhan” cukup esensial,
subtantif, dan menyentuh. Ia mengatakan “Memberi sesuap nasi pada orang lapar
itu lebih baik daripada membangun 1000 masjid”.
Sungguh nilai
kemanusiaan, rasa cinta sesama, peduli dan menolong orang yang sangat
membutuhkan, nilainya sangat luar biasa. Benar apa kata Dedi Mizwar, utamakan
kemanusiaan yang adil dan beradab pada yang sangat membutuhkan.
Sarana beribadah,
bangunan untuk ritual itu esensinya menggiring manusia agar menjauh dari keji
dan munkar. Esensi ritual di antaranya adalah tafakur, tasyakur, dan muhasabah
(TTM). Memberi makan orang lapar adalah di
antara implementasi dari esensi ritual.
Bila dikatakan
memberi makan orang kelaparan nilainya lebih baik dari membangun 1000 masjid,
maka memberi makan orang lapar setidaknya sama dengan membangun 1001 masjid.
Setidaknya lebih dari 1000 masjid.
Bila kita
membangun masjid untuk tujuan mendapatkan amal baik maka memberi makan orang
lapar pun adalah amal baik. Bedanya nilai kebaikan memberi makan orang lapar
lebih baik dari membangun masjid. Ini versi Dedi Mizwar dalam sinetron “Para
Pencari Tuhan”.
Dalam pikiran Saya
betapa hebatnya amalan para pengusaha. Ia implementatif dalam memberi makan
orang yang membutuhkan. Sejumlah karyawan dalam sebuah perusahaan tentu secara
tidak langsung Sang Pengusaha yang memberi makan anak keluarganya.
Orang-orang yang
mampu memberi lapangan pekerjaan, membuat luasnya lapangan pekerjaan pada
dasarnya telah memberi makan sejumlah orang yang membutuhkan. Bisa jadi
membangun pabrik, perusahaan yang halal, nilainya lebih tinggi dari membangun masjid.
Sungguh sangat
beruntung---semisal Buya Hamka---sosok keturunan China yang banyak membangun masjid,
banyak memberi makan orang yang lapar, banyak mendirikan lapangan pekerjaan dan
banyak membantu orang yang membutuhkan.
Sungguh beruntung
para pengusaha, orang kaya yang rutin memberikan bantuan (infak, shodakoh,
zakat) pada lingkungan sekitarnya. Mereka semua, hakikatnya sama dengan telah
membangun 1001 masjid.
Kita manusia biasa---yang
tidak kaya---bisa pula ibarat membangun 1001 masjid. Bila kita punya kebiasaan
memberi makan orang lapar. Memberi makan orang lapar, nilai rupiahnya tidak
akan melintasi Rp 50 ribu.
Mengeluarkan uang
Rp 50 ribu untuk membeli makanan dan diberikan pada orang yang sangat kelaparan,
identik dengan membangun 1001 masjid. Ayoo sahabat pembaca, lakukan kebaikan
memberi makan pada orang yang kelaparan.
Saat bulan Ramadan
seperti ini, di mana banyak orang yang puasa, ada pula yang musafir perjalanan
jauh. Mengapa tidak kita memberi makan pada mereka. Pokoknya beri makan siapa
saja yang lapar dan kehausan.
Ingat kisah dalam
ajaran agama Islam, anjing yang mau mati kehausan dan selamat karena seorang
perempuan memberinya minum. Tindakan seorang perempuan “nackal” memberi minum
seekor anjing saja sangat mulia di hadapan Allah. Apalagi memberi makan dan
minum orang yang lapar dan kehausan.
Dakwah terbaik---bisa
jadi---bukan mengeluarkan kata-kata dengan ayat dalam kitab suci, melainkan
mengeluarkan harta untuk memberi makan dan minum orang lain. Dakwah terbaik
adalah memberi, sebagai wujud manifesto cinta, esensi ajaran semua agama.