WASPADA FENOMENA BER-BER-AN di JAWA BARAT

Penulis: Bayu Surya Pramana, S.Pd.

Dibaca: 640 kali

Bayu Surya Pramana, S.Pd.

Oleh Bayu Surya Pramana, S.Pd.

(Guru Geografi SMA Negeri 1 Sukabumi)

 

Ada sebuah pulau yang besar, dengan tanah yang subur, kekayaan alam melimpah, penduduknya makmur, sumber daya alam melimpah, istana terbuat dari emas, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang sangat maju, namun hilang dalam waktu yang singkat karena bencana alam dan fenomena lainnya. Begitulah kiranya cuplikan singkat deskripsi tentang gambaran Benua Atlantis yang disebutkan oleh seorang filsuf dan ahli matematika yunani bernama Plato yang tertulis dalam karyanya berjudul “Timaeus” dan “Critias” sekitar tahun 360 SM. Sampai saat ini banyak orang dan ahli yang begitu tertarik untuk menemukan benua yang hilang ini dan menerka – nerka berdasarkan hasil pengamatannya terhadap sebuah wilayah dan menghasilkan kesimpulan bahwa benua tersebut terdapat disana, disini, di berbagai tempat dibumi ini, salah satunya adalah Indonesia. Hal senada yang disampaikan oleh seorang guru besar dari Brazil bernama Prof. Arysio Santos yang dituangkan dalam buku karyanya yang berjudul “Atlantis: The Lost Continent Finally Found”.

Hal itu nampaknya tidak terlalu salah mengingat interpretasi hampir semua orang tentang Indonesia adalah mirip dengan kriteria Benua Atlantis yang disampaikan oleh Plato. Indonesia adalah negara Kepulauan yang sebenarnya terbagi ke dalam 3 kelompok wilayah. Indonesia bagian barat adalah bagian dari Benua Asia yang tenggelam akibat naiknya permukaan air laut disebut dengan Dangkalan Sunda, di bagian Timur adalah bagian dari Benua Australia yang juga tenggelam akibat dari naiknya permukaan air laut yang disebut dengan Dangkalan Sahul, dan di bagian tengah yang memang merupakan wilayah yang terpisah dari Benua Asia dan Australia. Secara umum wilayah ini terbentuk atas pertemuan tiga lempeng mayor dunia, yakni lempeng Eurasi, Indo-Australia, dan Pasifik. Kondisi tersebut kemudian dikorelasikan dengan letak astronomis yang berada di iklim tropis menyebabkan kian meningkatnya aktualisasi Indonesia adalah benua Atlantis dan “surga” seperti yang diceritakan Plato di masa lalu. Bagaimana tidak, Indonesia dikelilingi oleh gunung api aktif yang menyebabkan Indonesia memiliki tanah yang relative sangat subur sebagaimana yang disampaikan oleh grup music Koes Plus dalam lagunya yang berjudul Kolam Susu. Kondisi ini menyebabkan masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangan akibat mudahnya bercocok tanam di wilayah ini. Iklim Tropis menyebabkan suhu di Indonesia relative sangat hangat dan nyaman untuk ditinggali dengan perbedaan siang dan malam relatif sama serta sinar matahari menyinari sepanjang tahun sehingga suhu tidak dingin dan tidak panas. Belum lagi berbicara keindahan alam dan berbagai sumberdaya alam yang dimilikinya sehingga sangat menunjang untuk terjadinya kehidupan. Hal itu dapat terlihat dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 275.361.267 jiwa pada 30 Juni 2022 menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang merupakan grafik meningkat semenjak sensus penduduk dilaksanakan pada tahun 1930 silam.

Di balik semua keindahan yang dimilikinya, Indonesia menyimpan banyak potensi bahaya juga salah satunya adalah priode Ber – Ber an dan Ret – Ret an. “Ber – Ber an” dan “Ret – Ret an” adalah sebuah kalimat kearifan lokal yang berkembang di masyarakat Sunda yang menghuni sebagian besar pulau Jawa sebelah Barat. Istilah ini mengacu pada pergantian musim di wilayah Jawa Barat Khususnya. Ber-Ber an adalah istilah yang menunjukkan awal musim hujan yang diambil dari sebagian kosa kata bulan Oktober, November, dan Desember. Sedangkan Ret – Ret an menunjukkan akhir dari musim hujan atau awal musim kemarau yang merujuk pada kosa kata bulan Maret. Ret dalam Bahasa sekitar bisa diinterpretasikan pada kondisi mulai berkurangnya suatu obyek secara kuantitas. Fenomena itu senada dengan pengetahuan meteorologi yang berkembang bahwa pada umumnya periode Oktober – Maret adalah periode musim penghujan di sebagian besar wilayah Indonesia akibat dari berhembusnya angin Muson Barat yang bertiup dari Benua Asia ke Benua Australia dan membawa banyak curah hujan. Sebaliknya pada periode April – September adalah periode musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia karena berhembusnya angin Muson Timur yang bertiup dari Benua Australia menuju ke Benua Asia.

Saat ini kita sedang memasuki periode ber-ber an yang artinya kita saat ini di Jawa Barat khususnya sedang memasuki awal musim penghujan dengan karakteristik lain sebagai bulan atau masa Pancaroba. Masa dimana terjadi peralihan kondisi cuaca yang tidak menentu, suhu lingkungan sangat fluktuatif, dan diikuti dengan ketidakstabilan pada unsur – unsur cuaca yang lain yang berdampak pada proses adaptasi tubuh manusia sebagai makhluk hidup. Tentunya banyak hal yang harus kita waspadai dan mitigasi pada periode ber – ber an ini untuk menjaga keseimbangan kehidupan kita di wilayah Indonesia utamanya di wilayah Jawa Barat. Pertama, kondisi kesehatan tubuh kita. Pada periode ini kita sangat disarankan untuk meningkatkan sistem imun tubuh, banyak mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi serta asupan vitamin untuk menjaga kekebalan tubuh. Karena pada periode awal ret-ret ini adalah bulan pancaroba, biasanya karena proses adaptasi tidak jarang banyak diantara kita yang mengalami sakit, seperti flu, demam,typus, dan lain sebagainya. Kedua, Bencana Alam. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah Perpustakaan Bencana. Pada periode ini bencana yang tergolong pada bencana hidrometeorologi adalah jenis bencana yang paling dominan mengancam lingkungan kita.

Pada periode ber-ber an ini kita wajib waspada terhadap beberapa bencana alam disekitar kita. Pertama, Bencana Banjir akibat dari tingginya intensitas curah hujan beserta faktor lain yang mendukungnya sangat mengancam masyarakat terutama pada wilayah sepanjang sungai, dataran rendah, perkotaan dengan drainase yang buruk. Kedua, bencana angin putting beliung. Kondisi lapisan atmosfer yang dinamis dan diikuti dengan tingginya curah hujan sangat berpotensi terjadinya angin putting beliung terutama pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi. Ketiga, bencana longsor yang juga tidak kalah intens pada periode ini. penggunaan lahan yang tidak terkendali dipadukan dengan curah hujan yang tinggi, bentuk muka bumi yang terjal serta banyaknya perbukitan menjadi faktor yang sangat dominan dari ancaman bencana ini. Terakhir adalah bencana gerakan tanah yang tidak kalah penting terjadi di Jawa Barat. Tidak sedikit wilayah di Jawa Barat yang mengalami fenomena ini dari pergerakan atau ambalasan tanah dalam skala cm sampai pada skala meter, seperti yang pernah terjadi di wilayah Kecamatan nyalindung Kabupaten Sukabumi yang menyebabkan satu perkampungan harus direlokasi.

Untuk itu, penulis berpesan kepada khalayak pembaca pada umumnya untuk senantiasa meningkatkan mitigasi baik terhadap kesehatan maupun bencana yang umumnya sering terjadi pada periode Ber – Ber an ini. Menjaga asupan gizi makanan kalau perlu ditambah dengan suplemen dan vitamin adalah upaya pertama dalam menjaga diri apalagi kita baru saja melewati fase pemulihan “New Normal” dari pandemic Covid-19 yang sejatinya ancamannya belum berhenti sampai sekarang. Kedua, meningkatkan literasi terutama pada karakteristik fenomena – fenomena atmosferik (Meteorologi dan Klimatologi). Ketiga,  mengurangi intensitas untuk beraktifitas pada daerah-daerah yang menyimpan potensi bencana seperti di bantaran sungai, di wilayah dengan lereng curam, dan sebagainya. Ketiga senantiasa meningkatkan doa agar kita semua senantiasa mendapatkan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya. 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...