Penulis: Bayu Surya Pramana, S.Pd.
Bayu Surya Pramana, S.Pd.
Oleh Bayu Surya
Pramana, S.Pd.
(Guru Geografi SMA
Negeri 1 Sukabumi)
Ada sebuah pulau
yang besar, dengan tanah yang subur, kekayaan alam melimpah, penduduknya
makmur, sumber daya alam melimpah, istana terbuat dari emas, ilmu pengetahuan
dan teknologi yang berkembang sangat maju, namun hilang dalam waktu yang
singkat karena bencana alam dan fenomena lainnya. Begitulah kiranya cuplikan
singkat deskripsi tentang gambaran Benua Atlantis yang disebutkan oleh seorang
filsuf dan ahli matematika yunani bernama Plato yang tertulis dalam karyanya
berjudul “Timaeus” dan “Critias” sekitar tahun 360 SM. Sampai
saat ini banyak orang dan ahli yang begitu tertarik untuk menemukan benua yang
hilang ini dan menerka – nerka berdasarkan hasil pengamatannya terhadap sebuah
wilayah dan menghasilkan kesimpulan bahwa benua tersebut terdapat disana,
disini, di berbagai tempat dibumi ini, salah satunya adalah Indonesia. Hal
senada yang disampaikan oleh seorang guru besar dari Brazil bernama Prof. Arysio Santos yang dituangkan dalam
buku karyanya yang berjudul “Atlantis:
The Lost Continent Finally Found”.
Hal itu nampaknya
tidak terlalu salah mengingat interpretasi hampir semua orang tentang Indonesia
adalah mirip dengan kriteria Benua Atlantis yang disampaikan oleh Plato.
Indonesia adalah negara Kepulauan yang sebenarnya terbagi ke dalam 3 kelompok
wilayah. Indonesia bagian barat adalah bagian dari Benua Asia yang tenggelam
akibat naiknya permukaan air laut disebut dengan Dangkalan Sunda, di bagian
Timur adalah bagian dari Benua Australia yang juga tenggelam akibat dari
naiknya permukaan air laut yang disebut dengan Dangkalan Sahul, dan di bagian
tengah yang memang merupakan wilayah yang terpisah dari Benua Asia dan Australia.
Secara umum wilayah ini terbentuk atas pertemuan tiga lempeng mayor dunia,
yakni lempeng Eurasi, Indo-Australia, dan Pasifik. Kondisi tersebut kemudian
dikorelasikan dengan letak astronomis yang berada di iklim tropis menyebabkan kian
meningkatnya aktualisasi Indonesia adalah benua Atlantis dan “surga” seperti
yang diceritakan Plato di masa lalu. Bagaimana tidak, Indonesia dikelilingi
oleh gunung api aktif yang menyebabkan Indonesia memiliki tanah yang relative
sangat subur sebagaimana yang disampaikan oleh grup music Koes Plus dalam
lagunya yang berjudul Kolam Susu. Kondisi ini menyebabkan masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan pangan akibat mudahnya bercocok tanam di wilayah ini. Iklim
Tropis menyebabkan suhu di Indonesia relative sangat hangat dan nyaman untuk
ditinggali dengan perbedaan siang dan malam relatif sama serta sinar matahari
menyinari sepanjang tahun sehingga suhu tidak dingin dan tidak panas. Belum
lagi berbicara keindahan alam dan berbagai sumberdaya alam yang dimilikinya
sehingga sangat menunjang untuk terjadinya kehidupan. Hal itu dapat terlihat
dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 275.361.267 jiwa pada 30 Juni 2022
menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam
Negeri Republik Indonesia yang merupakan grafik meningkat semenjak sensus
penduduk dilaksanakan pada tahun 1930 silam.
Di balik semua
keindahan yang dimilikinya, Indonesia menyimpan banyak potensi bahaya juga
salah satunya adalah priode Ber – Ber an dan Ret – Ret an. “Ber – Ber an” dan
“Ret – Ret an” adalah sebuah kalimat kearifan lokal yang berkembang di
masyarakat Sunda yang menghuni sebagian besar pulau Jawa sebelah Barat. Istilah
ini mengacu pada pergantian musim di wilayah Jawa Barat Khususnya. Ber-Ber an
adalah istilah yang menunjukkan awal musim hujan yang diambil dari sebagian
kosa kata bulan Oktober, November, dan Desember. Sedangkan Ret – Ret an
menunjukkan akhir dari musim hujan atau awal musim kemarau yang merujuk pada
kosa kata bulan Maret. Ret dalam Bahasa sekitar bisa diinterpretasikan pada
kondisi mulai berkurangnya suatu obyek secara kuantitas. Fenomena itu senada
dengan pengetahuan meteorologi yang berkembang bahwa pada umumnya periode
Oktober – Maret adalah periode musim penghujan di sebagian besar wilayah
Indonesia akibat dari berhembusnya angin Muson Barat yang bertiup dari Benua
Asia ke Benua Australia dan membawa banyak curah hujan. Sebaliknya pada periode
April – September adalah periode musim kemarau di sebagian besar wilayah
Indonesia karena berhembusnya angin Muson Timur yang bertiup dari Benua
Australia menuju ke Benua Asia.
Saat ini kita
sedang memasuki periode ber-ber an yang artinya kita saat ini di Jawa Barat
khususnya sedang memasuki awal musim penghujan dengan karakteristik lain
sebagai bulan atau masa Pancaroba. Masa dimana terjadi peralihan kondisi cuaca
yang tidak menentu, suhu lingkungan sangat fluktuatif, dan diikuti dengan
ketidakstabilan pada unsur – unsur cuaca yang lain yang berdampak pada proses
adaptasi tubuh manusia sebagai makhluk hidup. Tentunya banyak hal yang harus
kita waspadai dan mitigasi pada periode ber – ber an ini untuk menjaga
keseimbangan kehidupan kita di wilayah Indonesia utamanya di wilayah Jawa
Barat. Pertama, kondisi kesehatan
tubuh kita. Pada periode ini kita sangat disarankan untuk meningkatkan sistem
imun tubuh, banyak mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi serta asupan vitamin
untuk menjaga kekebalan tubuh. Karena pada periode awal ret-ret ini adalah
bulan pancaroba, biasanya karena proses adaptasi tidak jarang banyak diantara kita
yang mengalami sakit, seperti flu, demam,typus, dan lain sebagainya. Kedua, Bencana Alam. Seperti yang kita
ketahui bersama bahwa Indonesia adalah Perpustakaan Bencana. Pada periode ini
bencana yang tergolong pada bencana hidrometeorologi adalah jenis bencana yang
paling dominan mengancam lingkungan kita.
Pada periode
ber-ber an ini kita wajib waspada terhadap beberapa bencana alam disekitar
kita. Pertama, Bencana Banjir akibat dari tingginya intensitas curah hujan
beserta faktor lain yang mendukungnya sangat mengancam masyarakat terutama pada
wilayah sepanjang sungai, dataran rendah, perkotaan dengan drainase yang buruk.
Kedua, bencana angin putting beliung. Kondisi lapisan atmosfer yang dinamis dan
diikuti dengan tingginya curah hujan sangat berpotensi terjadinya angin putting
beliung terutama pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi. Ketiga,
bencana longsor yang juga tidak kalah intens pada periode ini. penggunaan lahan
yang tidak terkendali dipadukan dengan curah hujan yang tinggi, bentuk muka
bumi yang terjal serta banyaknya perbukitan menjadi faktor yang sangat dominan
dari ancaman bencana ini. Terakhir adalah bencana gerakan tanah yang tidak
kalah penting terjadi di Jawa Barat. Tidak sedikit wilayah di Jawa Barat yang
mengalami fenomena ini dari pergerakan atau ambalasan tanah dalam skala cm
sampai pada skala meter, seperti yang pernah terjadi di wilayah Kecamatan
nyalindung Kabupaten Sukabumi yang menyebabkan satu perkampungan harus
direlokasi.
Untuk itu, penulis
berpesan kepada khalayak pembaca pada umumnya untuk senantiasa meningkatkan
mitigasi baik terhadap kesehatan maupun bencana yang umumnya sering terjadi
pada periode Ber – Ber an ini. Menjaga asupan gizi makanan kalau perlu ditambah
dengan suplemen dan vitamin adalah upaya pertama dalam menjaga diri apalagi
kita baru saja melewati fase pemulihan “New Normal” dari pandemic Covid-19 yang
sejatinya ancamannya belum berhenti sampai sekarang. Kedua, meningkatkan
literasi terutama pada karakteristik fenomena – fenomena atmosferik (Meteorologi
dan Klimatologi). Ketiga, mengurangi
intensitas untuk beraktifitas pada daerah-daerah yang menyimpan potensi bencana
seperti di bantaran sungai, di wilayah dengan lereng curam, dan sebagainya.
Ketiga senantiasa meningkatkan doa agar kita semua senantiasa mendapatkan
perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya.