CINTA YANG TAK PERNAH LARA

Penulis: Intan Nur Aeni

Dibaca: 95 kali

Intan Nur Aeni

Karya Intan Nur Aeni

(Kelas XI IPS 5 SMAN 1 Megamendung Kab. Bogor)

 

Di ujung malam yang sunyi, gadis kecil menatap gemerlapnya langit yang dihiasi bintang-bintang yang sangat indah. Gadis itu termenung seperti sebongkah kerikil yang mengagumi bulan dari kejauhan. Gadis itu bernama Cinta. Cinta yang hidup sederhana dan sudah terbiasa menjalankan hidup dengan penuh bersyukur. Ia terlahir dari keluarga yang kurang lengkap karena orang tuanya sudah resmi berpisah 2 tahun lalu saat ia masih berumur 17 tahun atau bisa disebut anak broken home dan untuk sekarang ia tinggal bersama ibu yang ia sayang. Pikiran sudah keruh,hati kacau dan raga letih menyuruhnya untuk beristirahat dan untuk hari esok tersenyumlah yang lebar karena mentari pagi memberi sebuah harapan.

Kring-kring-kring, suara jam alarm berbunyi mununjukkan pukul 2 dini hari. Cinta bergegas untuk mandi dan sholat tahajud, dilanjutkan dengan belajar untuk bekal di sekolah. Tak terasa adzan shubuh pun tiba, lalu cinta sholat subuh dan menyiapkan sarapan. Kemudian Cinta berpamitan dan memberi salam kepada ibunya ketika hendak  berangkat ke sekolah untuk menggali ilmu yang ia belum ketahui. Lalu ibunya berkata, "Belajarlah di saat orang lain tidur; bekerja saat yang lain bermalas-malasan; mempersiapkan di saat orang lain bermain; dan bermimpi sementara lainnya sedang berharap." Dan cinta tersenyum atas perkataan ibunya tersebut.

Ketika orang lain berangkat sekolah menggunakan sepeda motor dan mobil, tapi cinta hanya naik bus saja. Ketika sedang mengejar bus ia bertemu temannya Siska, Siska orang yang sombong dan senang melihat orang lain kesusahan. Dari dalam mobil Siska berteriak, "Ada siswa teladan nih lagi ngejar bus!" sambil tertawa. Cinta memilih untuk diam dan menikmati hidup dengan santai. Jenjang kaki itu terus berlari, seperti tak mempedulikan tatapan aneh dari pengguna jalan yang lain.

"Telat, telat, telattt," Runtuknya dalam hati.

"Pak, pak, pak!!! Tunggu saya." Teriaknya, saat ia melihat bus itu sudah akan berangkat.

"Makasi pak," Ia menghela lega.

Ia berdiri diam, sambil melirik ke arah jam tangan merasa bus ini berjalan sangat lamban, ia menjadi kesal sendiri. Mencabik bibirnya ia kesal, apa pak supir itu tidak tahu bahwa dirinya ini telat.

Hah! Itu dia, ia segera turun di halte tepat depan sekolah, gerbang itu sudah hampir ditutup, TIDAKK!

"BAPAKKK!! sebentar, saya mau masuk pak," ujar Cinta.

"Aduhh neng, tumben telat?" Tanya pak satpam yang tadi akan menutup gerbang.

"Iya nih pak," ujarnya sembari mengatur napasnya yang terengah-engah.

"Ya sudah masuk saja neng," persilakan pak satpam.

Cinta melangkahkan kakinya memasuki gedung sekolah, lingkungan sekolah sudah sepi, pertanda beberapa menit lagi akan terdengar suara bel masuk berbunyi.

Kring.. kring... kring...

Benar bukan dugaan nya?

Cinta yang awalnya berjalan cepat digantikan dengan berlari terburu-buru, ia terus saja berdoa, agar guru pelajaran pertama belum masuk sebelum ia terlebih dahulu masuk.

"Aduhh, kenapa lagi nih sepatu jebol?" Ucapnya dalam hati, saat tak sengaja jempol jari kakinya, menyentuh dinginnya lantai keramik.

Memasang wajah kusut tak bersahabat, ia berlari terus-menerus, meruntuki nasibnya yang berkelas di lantai Tiga. Sesampainya ia di depan kelas, ia mendorong sedikit tenaga, agar pintu yang ia dorong terbuka. Kelas saat ini hening, ternyata guru pelajaran pertama sudah datang,

Menghela napas lelah, ia berdiri sembari menundukkan kepalanya.

"Kamu telat LAGI?!" ujar Pak Ardan, selaku guru yang mengajar di kelas Cinta, dengan menekan akhiran kata.

"Maaf pak, t-tadi saya emm, macet," cicitnya diakhiri dengan suara sangat pelan.

Ini menakutkan, seperti Maung, Rarww.

"Ya sudah sana duduk," suruh pak Ardan.

"Terimakasi pak."

Mendudukkan dirinya di tempat ia biasa duduk.

Merasa seperti diperhatikan, ia menengok ke arah kiri, ternyata Siska yang sedang melirik sinis ke arahnya. Entahlah Siska selalu saja begitu, tak apa Cinta tak memperdulikan hal itu, Lagi pula untuk apa? Tak penting bukan? lebih penting memikirkan masa depan, dan ilmu pengetahuan, agar semakin banyak ilmu yang kita dapat.

Hari ini hari senin, tepat dimana ia sedang ujian untuk ke lulusan sekolah,  Berharap menjadi juara satu umum se'sekolah, untuk mendapatkan beasiswa kuliah, Bagaimana ekspresi bahagia ibunya saat mendengar bahwa ia juara satu umum dan dapat beasiswa. Ia hanya berdoa dan usaha, tak perduli sering kali di rendahkan.

"Ulangan di mulai, tolong di atas meja hanya ada pensil, penghapus, pengserut dan papan jalannya saja, yang lainnya tolong simpan di depan," Titah sang Guru.

Semua murid serentak melakukan apa yang guru perintah, termasuk juga cinta,ia mengeluarkan barang-barang yang Pak Andre katakana, bangun dari duduknya berniat akan menyimpan tas ke depan,

Brakkk... Cinta jatuh tersungkur, ia terjatuh karena tersandung.

'Hahahahaha…'

Tawa murid kelas pecah, melihat Cinta yang jatuh tersungkur, bagi mereka itu lawakan yang paling lawak, hingga tertawa mengeluarkan air mata.

"Sudah cukup! Kalian ini kenapa malah menertawakannya?" tanya Pak Andre marah, sedikit kasihan melihat Cinta jatuh tersungkur begitu.

"Kamu tak apa Cinta?"

"Ah, tak apa pak, hanya luka kecil."

"Sepatu, dasar sepatu," hatinya berteriak kesal dan malu.

Tak berselang lama ulangan pun sudah selesai. Kini Cinta hanya menunggu satu minggu untuk melihat hasil ulangannya.

Seminggu sudah ia lalui dengan berbagai aktivitas, pada akhirnya hari kelulusan pun tiba. Betapa terkejut dan shoknya ia ketika ia terpanggil menjadi ratu di kelulusan itu atau bisa disebut sebagai juara umum.

"Selamat Cinta atas kemenangan kamu," kata Pak Andre.

Ibunya terharu, tanpa basa basi langsung memeluk dan berkata, "Ibu bangga sama kamu Cinta, kamu sudah buktikan sama ibu kalau kamu mampu menjadi juara umum."

Siska yang bete pun memilih untuk pergi dari acara kelulusan itu dan terlalu bosan untuk berinteraksi dengan siapa pun.

Masalah datang lagi, ternyata Cinta mendapatkan beasiswa hanya untuk universitas swasta saja. Ia diam tak banyak bicara. Tidak ada angin, tidak ada hujan ternyata di belakangnya sudah ada ayah yang memperhatikannya sedari tadi. Ayahnya menghampirinya sambil berkata lembut, “Cinta, Maafkan ayah. Ayah sudah meninggalkan kamu dan ibumu. Soal biaya kuliah kamu, biar ayah saja yang tanggung, carilah ilmu sampai ke Negeri Cina ya nak. Mari kita bersatu kembali, sejatinya lebih baik memperbaiki 1.000 kali dengan orang lama daripada memulai dengan yang baru."

Cinta langsung memeluk ayahnya mengiyakan perkataannya tadi dan berterimakasih sudah mau men-support-nya lagi.

Tidak masalah seberapa besar rumah kita, yang penting bahwa ada Cinta di dalamnya. Ketika kita tidak memiliki masalah di keluarga, pertemanan bahkan percintaan, menuntut ilmu itu terasa lebih nikmat. Dan pada akhirnya Cinta bisa menuntut ilmu yang setinggi-tingginya, semua angan-angannya selama ini sudah tercapai dan hidup harmonis lagi selama-lamanya.

Tamat

 

 

 

 

 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...