Penulis: NENENG HENDRIYANI, M.Pd.
NENENG HENDRIYANI, M.Pd.
Oleh
NENENG HENDRIYANI, M.Pd.
(SMA
NEGERI 4 CIBINONG/#KACI)
Telegram bukanlah aplikasi baru bagi
para guru Indonesia. Terutama bagi mereka yang senang berbagi ilmu secara
daring. Aku sendiri mengenal aplikasi ini dua tahun lalu. Saat itu hanya
sebagai pengguna pasif (passive user). Tujuannya hanyalah sebagai wadah untuk
bersilaturahim dengan guru-guru se-Indonesia yang sama-sama senang menimba ilmu
secara gratis dari rekan sejawat di seantero nusantara.
Grup-grup yang kuikuti di telegram pun
bervariasi. Mulai dari sekadar membahas hobi menulis hingga pelatihan dasar,
menengah dan mahir mengenai penggunaan berbagai aplikasi penunjang kompetensi
sebagai guru. Ada grup yang khusus membahas fungsi power point. Ada juga yang
khusus terjadwal melatih anggota grupnya melalui Learning Management System
(LMS) dengan beragam pelatihan berpola 32 jam pelajaran.
Dari yang sekadar ikut-ikutan belajar di
berbagai grup telegram itulah kemudian aku memberanikan diri mencoba
mengaplikasikannya di kelasku sendiri mulai tahun pelajaran 2020/2021. Bukan
tanpa alasan aku memilih menggunakan telegram.
Sebelumnya, Maret 2020 hingga Juni 2020
aku menggunakan aplikasi lain untuk membantu mengelola kegiatan belajar
mengajar secara daring. Yaitu, Google classroom dan WhatsApp group.
Saat itu aku mengajar tiga belas kelas;
tiga kelas di tingkat sepuluh dan sepuluh kelas di tingkat sebelas. Dengan
mengandalkan Google classroom dan WhatsApp group aku mengajar secara daring
sesuai jadwal yang ditentukan sekolah.
Banyak sekali kendala yang kutemui saat
itu. Salah satunya adalah komunikasi. Mengajar kelas sebanyak itu dalam ruang
yang terpisah-pisah membutuhkan energi dan konsentrasi tinggi. Belum lagi spek
gawai pintar yang juga kurang memadai seringkali membuat pening.
Tidak sedikit peserta didik yang
bertanya secara pribadi lewat WhatsApp tentang materi dan tugas yang diberikan
di Google classroom. Pertanyaan mereka seringkali masuk ke WhatsApp pribadi
tanpa mengenal waktu. Kadang siang, kadang juga malam saat seharusnya
istirahat. Ini membuatku payah dan kerepotan membalas chat pertanyaan mereka satu
persatu. What a mess! Belum lagi masalah penilaian yang harus dilakukan memakan
waktu yang cukup banyak. Dengan hanya menggunakan satu gawai pintar aku sangat
kesulitan memeriksa tugas yang mereka kirimkan di Google classroom.
Berangkat dari pengalaman tidak
menyenangkan itulah aku kemudian memutuskan menggunakan aplikasi telegram.
Dengan ukuran 22 MB aplikasi ini
ternyata sudah diunduh lebih dari 500 juta kali. Ini membuktikan bahwa aplikasi
ini lebih populer dibandingkan Google classroom. Hingga saat ini Google
classroom sendiri sudah diunduh sebanyak seratus juta kali. Ukurannya memang
lebih kecil bila dibandingkan dengan telegram; 13 mb. Namun demikian tidak
menyurutkan banyak orang untuk memasangnya baik di gawai pintar maupun di
laptopnya.
Aplikasi telegram sendiri memiliki
banyak kelebihan. Pertama, ia dapat menampung 200.000 user (pengguna) dalam
satu grupnya. Grup ini bisa di-setting publik atau private (rahasia). Pada grup
ini, guru berfungsi sebagai administrator yang bisa menyetting apa saja yang
bisa dilakukan anggotanya. Untuk membantu tugas guru, aku dapat menambah jumlah
administrator yang berfungsi layaknya admin pada WhatsApp Group.
Pada ruang diskusi sendiri sebagai guru
saya sangat dimudahkan oleh aplikasi telegram ini. Betapa tidak. Seluruh
peserta didik yang harus diajar pada tahun pelajaran ini semuanya bisa masuk ke
dalam satu ruang kelas maya. Tidak disekat-sekat dalam ruang kelas berbeda
seperti di Google classroom.
Hal ini membuat saya mudah menyampaikan
materi dalam berbagai bentuk media hanya dengan sekali klik di ruang kelas maya
tersebut. Semua peserta didik memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
mengakses semua materi yang diberikan real-time. Amazing. Bila ada yang perlu
didiskusikan terkait materi bisa langsung diskusi di dalam grup. Semua boleh
bertanya dan merespon pertanyaan temannya. Bahkan penyampaian tugas oleh
peserta didik pun bisa dilakukan di sana. Guru tinggal klik buka dokumen tugas
yang mereka kirimkan. Bahkan mereka bisa saling memberikan supportnya satu sama
lain dalam bentuk sticker. Ini cukup membantu mereka dalam mengekspresikan
pendapat dan perasaannya meskipun dibatasi jarak pada dunia nyata.
Pada aplikasi ini guru dapat menghapus komentar peserta didik yang sudah diposting seminggu yang lalu. Ini digunakan untuk membuat ruang diskusi tidak penuh dengan komentar yang beraneka ragam. Guru bisa memilih mana yang akan dipertahankan untuk dikonsumsi oleh semua peserta didik dan mana yang perlu dihapus. Bila ingin lebih rapi dalam pengumpulan tugas, guru bisa memanfaatkan Google form atau zoho form. Salah satu link form ini tinggal salin dan share di grup diskusi dan channel guru. Peserta didik hanya perlu mengunggah tugas mereka ke dalam form tersebut. Selain itu, guru juga bisa menyematkan pesan penting yang akan menjadi perhatian semua anggota grup dengan hanya mengklik pin pada pesan yang akan disematkan.
Gambar
Grup Telegram Untuk Kelas X MIPA, IPS
dan IBB SMA Negeri 4 Cibinong
Selain memiliki pilihan berupa grup yang bisa digunakan untuk diskusi pembelajaran, aplikasi ini juga memiliki channel. Channel ini berfungsi sebagai broadcasting room. Pada room ini guru hanya perlu mengirim pesan berupa file dokumen, media, atau lagu. Peserta didik yang sudah bergabung dengan channel dapat mengakses semua pesan yang dikirimkan.
Gambar
ChannelTelegram Untuk Kelas XI MIPA SMA
Negeri 4 Cibinong
Channel di dalam telegram berfungsi
sebagai ruang penyimpanan materi dan kantong tugas yang bisa diakses peserta
didik dengan mudah. Di ruang tersebut mereka tidak bisa berkomunikasi layaknya
grup diskusi. Setting channel pada telegram memungkinkan guru yang memiliki
banyak kelas bernapas lega dari berbagai kekhawatiran akan tertindihnya materi
pelajaran oleh chat peserta didiknya. Selain itu, semua media baik file
dokumen, gambar dan video semuanya disimpan di cloud. Ini meringankan sekali.
Setidaknya tidak membuat gawai lekas panas dan hang.
Selain itu telegram juga memiliki fitur
new secret chat. Fitur ini memungkinkan penggunanya untuk melakukan percakapan
yang terlindungi dan lebih bersifat pribadi. Keamanannya lebih tinggi karena
terenkripsi satu sama lain. Artinya hanya pengguna yang berada pada fitur
tersebut yang dapat berkomunikasi (baca: menulis, membaca, dan membalas pesan).
Mengapa bisa begitu? Hal ini terjadi karena pesan yang ada di fitur tersebut
tidak bisa diteruskan ke grup atau channel apa pun. Jadi kerahasiaannya
benar-benar terjaga.
Kelebihan aplikasi telegram lainnya adalah polling. Polling ini bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan. Di antaranya untuk mengetahui pendapat peserta didik mengenai suatu hal atau topik. Selain itu bisa juga digunakan untuk latihan soal. Bahkan bisa berfungsi sebagai survey yang digunakan untuk mengetahui kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam sebuah materi pembelajaran.
Gambar
Polling Bahasa Inggris di Grup Kelas
Maya X MIPA, IPS, dan IBB
Berkat penggunaan telegram sebagai kelas
maya pada mata pelajaran bahasa Inggris yang saya ampu pada tingkat sepuluh dan
sebelas tahun pelajaran 2020/2021 ini Alhamdulillah kendala yang biasa saya
hadapi sebelumnya bisa diatasi dengan baik. Rekaman data pembelajaran pun dapat
lebih rapid an mudah diakses kapan pun dan di mana pun.
Nah, tertarik untuk mencoba? Sila unduh
aplikasi telegram ini melalui Google play store.
BIOGRAFI PENULIS
Neneng Hendriyani, M.Pd, guru Bahasa
Inggris di SMA N 4 Cibinong dan penulis 11 judul buku ber-ISBN; SMAFOUR in
students English writing (Mendongkrak Motivasi Dan Kemampuan Siswa Menulis
Berbagai Teks Bahasa Inggris) (2020), Albatros (2019), Enrichment Book for XI
SMK Based on Curriculum 2013 revision (2018), Antologi Bunga Rampai Goresan
Pena Guru Jawa Barat (2018), Let's Learn English Together (2018), Perlukah Kita
Jujur? (2018), Setangkup Rindu dari Masa Lalu (2017), Janji Firly (2017), Tips
Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Tindakan Kelas (2017), Bogor:
Peninggalan Sejarah dari Masa Ke Masa (2017), Alih Kode dan Campur Kode:
Strategi Siswa Dalam Berbicara Bahasa Inggris (2017) ini juga menulis esai,
artikel dan resensi yang terbit di media massa (koran) lokal Pikiran Rakyat,
Bali dan jurnal PGRI Pusat dan Balai Bahasa Banten (Kandaga). Juga menjadi
pembimbing siswa dalam menulis buku. Sudah ada 13 judul buku yang dihasilkan
oleh siswa binaannya. 2 buku saat masih aktif mengajar di SMK Negeri 1
Cibinong, 11 buku ditulis oleh siswa SMA Negeri 4 Cibinong.
Selain itu juga aktif mengikuti lomba
penulisan puisi dengan tema yang ditentukan panitia penyelenggara untuk tingkat
nasional dan internasional. Karya yang berhasil lolos seleksi panitia tingkat
nasional dan internasional Senyuman Lembah Ijen (Antologi puisi Nusantara
ditulis bersama penyair Asia Tenggara) 2018, antologi 50 Opini Puisi Esai
Indonesia, 2018, antologi Puisi Banjarbaru's Rainy Day Literary Festival, 2018,
antologi Puisi penyair Asean 2018 (Kinanti di Kampar Kiri), Antologi Puisi
penyair Asean 2019 (Membaca Asap), Antologi Puisi Melawan Covid-19 Tahun 2020.
Karya Nulis Bareng yang tercatat pernah
dihasilkan adalah Jangan Berhenti Mengajar (2017), Menghidupkan Ruh Dewi
Sartika-Seri Puisi (2017), Menghidupkan Ruh Dewi Sartika-Seri
Esai (2017), Antologi Fikmin Pelita di
Mata Pelangi (2019), 1001 Membuat Guru-Siswa Suka Baca Buku (Buku 2) (2019),
Untuk Anakku 2 (2019), Bertualang ke Negeri Satwa (Kumpulan Dongeng Fabel)
(2020), 52 Kisah Dongeng Fabel Menginspirasi Buah Hati (2020).