Penulis: Nina Dewi Nurchipayana
Nina Dewi Nurchipayana
(Catatan Harian Sekolah Penggerak, SLB Mutiara Bangsa Kendal Jawa Tengah)
Oleh Nina Dewi Nurchipayana
Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya
dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.( Ki Hadjar Dewantara)
Alunan gending Jawa, terdengar riang di sela-sela pohon kopi, pohon coklat di pagi yang sejuk. Gelak tawa menghias langit Patean, tempat SLB Mutiara Bangsa memberikan rumah ke dua bagi anak-anak spesial. Langkah kaki beberapa anak terlihat lincah meyesuaikan dengan irama gendang, menghentak memberikan semangat. Tarian warok yang dibawakan siswa SLB Mutiara Bangsa merupakan salah satu tarian yang paling disukai. Nova, Shandy, dua anak dengan hambatan pendengaran, Renov dan Indra, anak dengan hambatan intelektual, menari warok bersama-sama. Gerakan satu dengan yang lain, tidaklah sama, namun terlihat indah.
Kelompok siswa lain, terlihat asyik dengan laptop nya. Imut, down
syndrome, mengetik nama dan alamat rumah. Sederhana, namun ini menjadi hal yang
penting diperkenalkan pada Imut. Lain halnya dengan Imam, hambatan intelektual,
di layar laptop terlihat kolam ikan lele dengan berbagai ukuran. Mulut setengah
terbuka, mata fokus menyaksikan ikan, dan tangan kanan menggerakkan mouse untuk
mengulang kembali video youtube. “Bu, lelenya ada yang besar, ada yang kecil,
lihat….!!” teriak Imam. Imut dan Imam, sama-sama mengalami hambatan
intelektual, namun minat mereka berbeda, satu dengan yang lain.
Abkar, siswa dengan hambatan fisik, terlihat sibuk menuangkan tanah dan pupuk pada kantong-kantong polybag. Batang pohon mawar, dipindahkan Abkar dengan tangannya yang terlihat kaku, pada kantong polybag. Mungkin bagi yang tidak mengalami hambatan fisik, kegiatan ini sangat mudah, namun tidak demikian bagi Abkar. Kekakuan yang terjadi pada hampir seluruh anggota badannya, membuat dia lebih banyak di kursi roda. Abkar menanam pohon juga dilakukan dari atas kursi roda, dan tanaman bunga merupakan kesukaan dia. Jadi untuk membantu mengurangi kekakuan pada tangannya, Abkar dilatih lewat kegiatan menanam bunga.
Layar LCD memperlihatkan perlombaan renang di Peparnas Papua 2021. “Pijar, Pijar, Pijar!!”, siswa-siswa berteriak bergantian, demikian juga dengan guru dan karyawan. Kemeriahan ini semakin menjadi, ketika kami menyaksikan, Pijar berhasil menyelesaikan perlombaan renang gaya bebas. “ Horeeeee……!!!”, teriak kami bersamaan. Tepuk tangan menggema, menyampaikan sorak sukacita. Nonton bareng memberikan semangat buat Pijar, siswa SLB Mutiara Bangsa yang berhasil mendapatkan satu medali perak dan dua medali perunggu menambah kebanggaan kami. Hasil yang diperoleh hari ini, merupakan proses panjang dari lima tahun yang lalu. Menggali potensi Pijar dan mengembangkannya menjadi kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, dan melibatkan sekolah, Orang tua dam masyarakat. Hasilnya, Pijar menjadi atlet yang bisa memberi kehormatan bagi dirinya sendiri, keluarga, sekolah, Kabupaten Kendal dan juga Jawa Tengah.
Cerita di
atas menjadi salah satu gambaran, bagaimana proses pembelajaran di SLB Mutiara
Bangsa. Masing-masing anak, memiliki keunikan, dari keunikan inilah awal proses
pembelajaran. Menemu kenali, kemudian
menggali sebanyak mungkin informasi tentang anak, menjadi sebuah tindakan yang
dilakukan sebelum kami menentukan kurikulum yang tepat bagi mereka. Faktor lain
yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana melibatkan orang tua dalam
pendampingan belajar anak. Orang tua menjadi mitra yang akan menentukan
keberhasilan transformasi pengetahuan dan juga penguatan karakter anak.
keberhasilan dari masing-masing anak , ke depannya akan sangat beragam. Mereka
tumbuh dan berkembang sesuai dengan keunikannya. Sama halnya dengan apa yang
telah disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara, Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya
sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.
Kecamatan Patean, di mana SLB Mutiara Bangsa berada, terletak pada 560 MDPL. Patean memiliki udara yang segar, serta pemandangan yang sangat indah. Ratusan hektar pohon cengkeh, memberikan kesejukan yang menyegarkan . Bangunan sekolah berada di tengah alam yang sangat indah, namun saya tidak bisa menjamin sepuluh tahun yang akan datang, keadaan ini akan tetap sama. Untuk itulah, SLB Mutiara Bangsa, mulai menanam pohon-pohon keras, tanaman langka, tanaman buah-buahan, sebagai suatu upaya melestarikan lingkungan. Kegiatan ini merupakan salah satu projek profil pelajar pancasila. Semua siswa membawa paling sedikit satu pohon, di tanam di sekitar lingkungan sekolah. Kegiatan ini sudah dimulai sejak satu tahun yang lalu. Saat ini ada ratusan tanaman langka, tanaman buah-buahan yang tumbuh di lingkungan SLB Mutiara Bangsa, sepuluh tahun yang akan datang, sekolah kami akan tetap sejuk, hijau dan menghasilkan beragam buah-buahan.
Sekolah, bagi kami, merupakan tempat belajar banyak hal. Dari lingkungan sekolah kami belajar menghargai budaya lokal, menjaga lingkungan, belajar menghargai satu dengan yang lain. Keberagaman kepercayaan yang dianut oleh warga sekolah, menjadikan kami menjalankan toleransi yang sebenar-benarnya. Anak-anak di tempat kami menjadi terbiasa melihat bagaimana guru-gurunya berdoa sebagai umat Kristen. Secara natural mereka bisa menghargai perbedaan. Hal ini mestinya tidak terjadi dengan begitu saja, dari pihak guru-guru memberikan teladan terlebih dahulu, bagaimana kami menghormati anak-anak saat menjalankan ibadah, misalnya pada saat bulan Ramadhan. Semua guru dan karyawan, tidak boleh makan di lingkungan sekolah pada siang hari. Kegiatan pesantren kilat juga melibatkan semua guru non muslim. Tidak ada sekat diantara kami semua. Juga pada kegiatan ibadah harian, saat mengantar anak-anak sholat berjamaah di mushola terdekat, guru-guru membimbing mereka dengan cinta kasih, menghormati anak-anak sebagai mana mestinya. Keteladanan sudah berjalan dan anak-anak meniru apa yang mereka saksikan, inilah yang menjadikan SLB Mutiara Bangsa merupakan linkungan yang saling menghargai perbedaan.
Pendidikan yang berpusat pada anak, menghormati mereka sebagai mahluk
mulia, merupakan titik awal menjalankan pendidikan yang memerdekakan. Kesadaran
bahwa Tuhan menciptakan manusia sempurna, itu juga yang ada dalam benak saya,
sebagai kepala SLB Mutiara Bangsa. Anak-anak special merupakan manusia sempurna
yang memiliki kelebihan disamping kekurangan yang ada. Banyak pihak menanyakan,
“Apakah mungkin anak-anak special bisa memenuhi kriteria Profil Pelajar
Pancasila, sebagai tujuan dari pendidikan nasional?” Sebetulnya pertanyaan ini
bisa diajukan juga pada anak-anak non disabilitas. Jawaban yang muncul pasti
akan bervariasi, ada yang optimis mengatakan bisa, ada juga yang sebaliknya,
dan jawaban saya secara pribadi, terkait pertanyaan itu adalah, “Bisa…!!”
Berikan
pada anak-anak spesial ruang dan kesempatan belajar yang luas, seperti halnya
bagi anak-anak non disabiltas, niscaya mereka akan tumbuh dan berkembang sesuai
dengan kodratnya, yaitu kodrat mereka
adalah mengalami hambatan dalam bidang tertentu, namun bisa berkembang dalam
bidang lainnya. Beriman , bertaqwa pada Tuhan YME dan berahklak mulia, kebinekaan global, bergotong royong, kreatif,
bernalar kritis, mandiri, enam elemen yang menjadi tujuan pendidikan nasional,
bisa dicapai oleh anak-anak special, sesuai
dengan takaran kemampuan mereka sebagai individu yang unik. Berikan pada
mereka, sebuah rencana pembelajaran yang bermakna dan sesuai dengan latar
belakang darimana mereka berasal, maka kita akan menyaksikan berbagai hasil
positif, sebagai buah dari proses pendidikan yang memerdekakan.
“Terimakasih
dik Imam, sudah membantu Bu guru menggandeng Akbar ..”
Kalimat
ini dilontarkan Bu Tari, saat anak-anak tiba kembali di sekolah, setelah
jalan-jalan pagi. Imam, siswa kami, awalnya kesulitan bersosialisasi. Di
sekolah lama, sebelum dia dipindahkan di SLB Mutiara Bangsa, dia mendapat
julukan “ Pembuat onar”. Hasil pengamatan awal, Imam, merupakan anak dengan
gaya belajar auditori, penyuka dongeng, memililki kecerdasan verbal. Dari titik
inilah kami mulai pendekatan. Dongeng menjadi media pembelajaran yang kami
pilih. Pesan-pesan tentang kebaikan, tolong menolong, saling menjaga,
disampaikan lewat dongeng. Selain itu keteladanan dan konsistensi juga terus kami lakukan, sebagai kelengkapan untuk Imam tidak hanya
mendengar, tapi juga melihat contoh-contoh baik seperti apa yang diperlukan
saat bergaul dengan teman-temannya. Hasilnya, dalam tiga tahun, dengan dua
tahun, masa berlangsungnya pandemic covid 19, Imam tumbuh menjadi individu yang
bisa diandalkan. Everyone is Special( jalan-jalan, dik Imam gandeng abkar)
SLB
Mutiara Bangsa berdekatan dengan sungai kecil yang menjadi Desa Curug sewu
dengan Desa Selo. Kesadaran masyarakat untuk menjaga sungai masih minim sekali.
Kebiasaan membuang sampah di sungai, masih berlangsung. Dari situasi ini kami
mendapatkan satu kesempatan untuk mengajak anak-anak berpikir ktitis tentang
lingkungan. Setiap Jumat, jika sungai tidak sedang meluap, kami mengajak
anak-anak untuk membersihkan sampah di sungai.
“ Mengapa
sungai harus dibersihkan?”
Pertanyaan
ini kami lontarkan, dan anak-anak menjawab dengan penalaran masing-masing.
“Supaya
tidak banjir, Bu…” “ Supaya ada ikan lagi…”
Jawaban-jawaban
inilah yang kami harapkan, kesadaran yang muncul dari pengalaman langsung,
menjadi sebuah proses pembelajaran yang kreatif, menarik dan menantang.(
bersihkan sungai)
Belum lagi sampah plastik yang bertebaran di lingkungan sekolah, situasi ini juga kami pakai untuk memperkenalkan pada anak-anak untuk mengetahui mengapa sampah plastik berbahaya bagi tanah dan lingkungan. Sikap peduli pada lingkungan, terus kami upayakan, lewat semua situasi yang terjadi di lingkungan sekolah, termasuk membersihkan mushola millik warga yang ada di dekat sekolah.
Indra, anak dengan hambatan intelektual, menyukai kegiatan menggambar. Gambar yang paling disukainya adalah gambar hewan. Ekspresi dari setiap gambar hewan, sangat menonjol, dan dari titik inilah, kami mulai mendorong Indra untuk menyaksikan berbagai video di Youtube, yang menampilkan dunia hewan. Gambar hasil karya Indra, kami aplikasikan di kaos, dilengkapi dengan QR yang bisa menampilkan dongeng yang melatar belakangi gambar. Kaos gambar yang mencirikan dunia anak-anak, merupakan produk kreatif lain yang terus akan kami kembangkan.
“Menyenangkan”, satu kata
sebagai penutup cerita dari SLB Mutiara Bangsa.
Pembelajaran yang berpusat pada anak, khususnya anak-anak special
tidaklah sulit. Kita hanya perlu membuka mata, membuka telinga, dan membuka
hati, untuk mereka. Jalani proses pembelajarannya, maka buah akan dinikmati,
oleh anak itu sendiri, keluarga, sekolah, masyarakat , salam sekolah penggerak!!