GURU: PAHLAWAN PENDIDIKAN DI MASA PANDEMIC COVID19

Penulis: Neneng Hendriyani, M.Pd

Dibaca: 353 kali

Neneng Hendriyani, M.Pd

Oleh Neneng Hendriyani, M.Pd

(Guru Bahasa Inggris di SMAN 4 Cibinong)

 

Hingar bingar berita tentang wabah Covid19 yang terus menyerang penduduk dunia tidak luput dari perhatian guru pada awal tahun 2020. Semua asyik masyuk membahas bagaimana virus yang berasal dari Tiongkok itu bisa menyebar dan menyerang manusia. Hampir di seluruh jam-jam kosong guru pun berdiskusi tentang apa, mengapa, dan bagaimana virus tersebut bisa membuat hampir separuh dunia ketakutan dan memilih berdiam diri di dalam rumah masing-masing. Saat itu tidak ada satu pun yang menyangka bahwa virus ini akhirnya tiba di tanah air dan berhasil membawa korban.

Sungguh, keadaan yang begitu dinamis dan terus bergulir di sekeliling guru pada medio Januari hingga Maret 2020 tidak serta merta membuat guru-guru di Indonesia menyadari bahwa perubahan besar sedang menanti mereka. Mereka yang terbiasa berangkat pagi ke sekolah untuk menyambut peserta didik di gerbang sekolah tidak pernah menyangka bahwa kegiatan itu adalah kegiatan terakhir yang mereka lakukan dengan riang gembira. Bersalaman, cium tangan, dan tegur sapa yang hangat di antara sesama guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik lalu menjadi sebuah kenangan setelahnya. Karena sejak 16 Maret 2020 semua kegiatan tatap muka di sekolah nyaris dibekukan. Tidak ada lagi jabat tangan.

Ketika Mas Menteri memerintahkan semua guru berhenti ke sekolah dan berdiam diri di rumah semua guru tersentak. Mereka banyak yang bengong dan tidak percaya. Kepanikan dan kecemasan akan masa depan peserta didik yang menjadi tanggung jawab moralnya pun memenuhi berbagai diskusi di beberapa grup whatsapp. Bagaimana bisa guru tinggal di rumah sementara ujian akhir peserta didik kelas enam, sembilan, dan dua belas sudah di depan mata? Galau pun akhirnya melanda perasaan jutaan guru dan peserta didik yang kebingungan dengan kebijakan yang diambil Mas Menteri.

Sungguh tidak mudah melaksanakan imbauan pemerintah untuk tetap mengajar dari rumah. Maret hingga Juni 2020 adalah masa paling sulit yang dirasakan oleh semua guru di tanah air. Dengan segala kemampuan yang dimiliki mereka akhirnya memindahkan kelas-kelas yang mereka ampu dari sekolah ke rumah masing-masing. sungguh ini adalah perjuangan yang berat. Bagaimana bisa di tengah kondisi psikologis yang ikut tertekan akan berita perkembangan penderita Covid19 yang beredar dari hari ke hari mereka harus tetap tampil prima di depan peserta didiknya dan mengajar seperti biasa dengan menggunakan perangkat yang masih baru bagi mereka. Banyak yang gaptek saat itu, termasuk penulis.

Di tengah kewajiban mengurus anak dan keluarga masing-masing mereka tetap berusaha menjalankan sumpah janji sebagai pendidik. Tetap berusaha mengajar dengan sebaik mungkin dengan segala keterbatasan. Tujuan akhirnya jelas sekali. Yaitu, mengantarkan peserta didik yang saat itu duduk di bangku terakhir untuk lulus dengan hasil yang memuaskan. Selain itu juga mengajarkan peserta didik lainnya yang masih berada di semester genap untuk bisa naik ke tingkat selanjutnya.

Masih hangat dalam ingatan bagaimana ratusan guru bergerilya di tengah malam menuntut ilmu dari teman-teman seperjuangan demi menguasai ilmu baru yang sebelumnya asing. Yaitu, penguasaan berbagai aplikasi teknologi informatika yang bisa membantu mereka mengajar dengan lebih baik lagi dari rumah. Beruntung, teman-teman seperjuangan yang memiliki kemampuan lebih di bidang penguasaan teknologi ini berkenan membantu dan melatih mereka. Sejak pukul delapan malam hingga pukul sepuluh malam semua aktif belajar mengajar di ruang-ruang kelas maya demi meningkatkan kompetensi diri tersebut. Dari soal teori hingga praktik penggunaan aplikasi-aplikasi tersebut dipelajari dengan sungguh-sungguh. Tak peduli dengan waktu, biaya, dan kesehatan diri sendiri. Semua begitu semangat belajar. Semua begitu semangat berbagi. Tentu saja semua dilakukan di ruang-ruang kelas virtual seperti telegram, whatsapp, dan lain-lain.

Banyak yang gugur di sesi-sesi awal kegiatan belajar tersebut. Tidak sedikit pula yang berhasil. Sertifikat sebagai tanda bukti bahwa mereka telah aktif belajar dan menguasai materi-materi mengenai penggunaan aplikasi-aplikasi itu diberikan sebagai tanda penghargaan atas upaya, jerih payah, dan kesungguhan mereka bergerilya demi menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan. Bagi yang gugur di sesi awal tidak patah semangat. Mereka bangkit lagi. Masuk lagi ke gelombang berikutnya. Tentu saja kegagalan di sesi sebelumnya menjadi cambuk yang kuat untuk mendorong semangat pantang menyerah yang mereka miliki demi mencerdaskan anak bangsa. Hasil yang diperoleh pun tidak sia-sia. Mereka berhasil mendapatkan sertifikat yang sama seperti rekan-rekannya.

Kegiatan perjuangan para guru ini tidak berhenti di sini. Mereka tidak hanya bergerilya menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk tetap eksis menjalankan tugas pokoknya sebagai tenaga pendidikan dengan cara belajar di malam hari bersama rekan-rekan seperjuangan tetapi juga terjun langsung ke rumah-rumah peserta didik yang jaraknya berjauhan nun di balik jalan beraspal. Para peserta didik ini tidak memiliki akses internet dan lainnya. Akses pendidikan mereka hanyalah guru mereka. Apabila guru mereka tidak mengajar mereka secara langsung maka mereka tidak belajar. Maka, guru-guru ini kemudian datang ke tempat mereka masing-masing untuk mengajarkan langsung materi yang harus mereka pelajari. Tak terhitung peluh keringat yang membasahi baju mereka, panas terik, hujan angin yang telah menemani perjuangan mereka mendidik para peserta didik tersebut, mereka tetap tegar dan melaksanakannya dengan senang hati.

Apa yang dirasakan dan dialami oleh guru selama semester genap tahun pelajaran 2019-2020 sungguh sangat berat. Namun, apa yang dikerjakan oleh mereka seolah tidak berarti. Masih saja terdengar keluh kesah di sana sini yang mengatakan guru makan gaji buta lantaran orang tua di rumah lebih sibuk membimbing dan mendampingi putra putrinya belajar. Guru hanya memberikan tugas dan tugas saja. Mereka yang mengatakan itu belum memahami dengan benar apa yang dikerjakan oleh guru sebenarnya. Mereka tidak tahu bahwa guru harus menyusun rencana pengajaran sebelum mengajar putra putrinya. Guru juga harus menjelaskan materi pelajarannya dengan cara yang berbeda yang biasa dilakukan di kelas normal sebelumnya. Keragaman kemampuan peserta didik benar-benar dipelajari dan dipahami oleh guru sehingga guru tidak serta merta memberi tugas untuk dipelajari di rumah masing-masing. Selanjutnya apa yang sudah dipelajari itu harus dites. Sejauh mana peserta didik memahami apa yang sudah dipelajarinya? Bagaimana cara mengujinya dan bagaimana menginterpretasikan hasil ujinya bukanlah hal mudah karena semua peserta didik berada jauh dari pandangan dan jangkauan guru. Belum lagi waktu yang dihabiskan oleh guru untuk memeriksa tugas peserta didik di kelas-kelas maya seperti google classroom. Keterbatasan kuota dan jeleknya jaringan internet memaksa mereka melek di tengah malam hingga dini hari hanya untuk melakukan hal tersebut. Masihkah layak menyebut guru makan gaji buta?

Kini setelah kita berada di akhir semester ganjil tahun pelajaran 2020-2021 kita melihat guru-guru di tanah air sudah lebih tanggap dan mampu beradaptasi dengan keadaan berat ini. Mereka tidak lagi terlalu berdarah-darah memeriksa tugas peserta didik yang masuk ke gawainya. Kuota bantuan pemerintah sangat meringankan beban mereka. Selain itu kuota ini pun memberikan mereka kesempatan untuk mengeksplor kemampuan diri dalam membuat berbagai media pembelajaran berbasis teknologi informatika yang dapat diakses oleh peserta didik dengan mudah melalui gawai masing-masing di mana pun mereka berada. Salah satunya melalui pembuatan video pembelajaran yang diunggah ke YouTube.

Dengan bantuan kuota pemerintah juga jumlah peserta didik yang belajar daring meningkat. Mereka dapat mengikuti pembelajaran yang diberikan oleh gurunya masing-masing. Kebebasan yang dimiliki untuk mengakses materi pembelajaran dari mana pun memberikan mereka kemerdekaan belajar. Mereka bisa belajar lewat berbagai aplikasi seperti YouTube, TikTok, LMS, Sway, Blog, dan lainnya.

Ditambah lagi program-program pelatihan yang diluncurkan selama guru bekerja dari rumah telah turut serta membantu guru. Semua guru saling bahu membahu. Guru-guru yang memiliki kemampuan lebih di bidang administrasi tanpa sungkan membagikan RPP Merdekanya di portal resmi milik kemendikbud. Ini sungguh membantu guru yang masih belum paham bagaimana membuat RPP Merdeka. Selain itu, mereka juga membuka kelas-kelas pelatihan untuk melatih guru-guru yang masih rendah kompetensinya. Ini sebuah tindakan yang luar biasa dan patut diapresiasi.

Itulah sebabnya, pada peringatan hari guru tahun ini tidaklah berlebihan pemerintah kembali menganugerahkan gelar kehormatan kepada seluruh guru di tanah air sebagai Pahlawan Pendidikan. Mereka lah yang telah berada di garis depan mengajar peserta didik sekaligus memberikan motivasi kepada mereka dan orang tuanya hampir 24 jam via gawai. Merekalah yang telah rela menjadi terang-terang kecil untuk menyalakan semangat belajar di manapun dan kapan pun dalam masa pandemic ini. Merekalah yang telah berjuang dengan sekuat tenaga membela dan memperjuangkan masa depan bangsa ini lewat pendidikan. Tanpa mereka ancaman akan loss generation dan disrupsi semakin lebar.

Salut dan bangga kepada GURU INDONESIA. Kalian adalah PAHLAWAN TANPA TANDA JASA.

(Bogor, 24 November 2020)


BIOGRAFI PENULIS

Neneng Hendriyani, M.Pd, guru Bahasa Inggris di SMA N 4 Cibinong dan penulis 11 judul buku ber-ISBN; SMAFOUR in students English writing (Mendongkrak Motivasi Dan Kemampuan Siswa Menulis Berbagai Teks Bahasa Inggris) (2020), Albatros (2019), Enrichment Book for XI SMK Based on Curriculum 2013 revision (2018), Antologi Bunga Rampai Goresan Pena Guru Jawa Barat (2018), Let's Learn English Together (2018), Perlukah Kita Jujur? (2018), Setangkup Rindu dari Masa Lalu (2017), Janji Firly (2017), Tips Mudah Menulis Proposal dan Laporan Penelitian Tindakan Kelas (2017), Bogor: Peninggalan Sejarah dari Masa Ke Masa (2017), Alih Kode dan Campur Kode: Strategi Siswa Dalam Berbicara Bahasa Inggris (2017) ini juga menulis esai, artikel dan resensi yang terbit di media massa (koran) lokal Pikiran Rakyat, Bali dan jurnal PGRI Pusat dan Balai Bahasa Banten (Kandaga) dan portal resmi pendidikan Jawa Barat yaitu disdik.com. Juga menjadi pembimbing siswa dalam menulis buku. Sudah ada 13 judul buku yang dihasilkan oleh siswa binaannya. 2 buku saat masih aktif mengajar di SMK Negeri 1 Cibinong, 11 buku ditulis oleh siswa SMA Negeri 4 Cibinong.

Selain itu juga aktif mengikuti lomba penulisan puisi dengan tema yang ditentukan panitia penyelenggara untuk tingkat nasional dan internasional. Karya yang berhasil lolos seleksi panitia tingkat nasional dan internasional Senyuman Lembah Ijen (Antologi puisi Nusantara ditulis bersama penyair Asia Tenggara) 2018, antologi 50 Opini Puisi Esai Indonesia, 2018, antologi Puisi Banjarbaru's Rainy Day Literary Festival, 2018, antologi Puisi penyair Asean 2018 (Kinanti di Kampar Kiri), Antologi Puisi penyair Asean 2019 (Membaca Asap), Antologi Puisi Melawan Covid-19 Tahun 2020.

Karya Nulis Bareng yang tercatat pernah dihasilkan adalah Jangan Berhenti Mengajar (2017), Menghidupkan Ruh Dewi Sartika-Seri Puisi (2017), Menghidupkan Ruh Dewi Sartika-Seri Esai (2017), Antologi Fikmin Pelita di Mata Pelangi (2019), 1001 Membuat Guru-Siswa Suka Baca Buku (Buku 2) (2019), Untuk Anakku 2 (2019), Bertualang ke Negeri Satwa (Kumpulan Dongeng Fabel) (2020), 52 Kisah Dongeng Fabel Menginspirasi Buah Hati (2020).

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...