Penulis: Neneng Hendriyani, M.Pd
Neneng Hendriyani, M.Pd
Oleh
Neneng Hendriyani, M.Pd
(Guru
Bahasa Inggris di SMAN 4 Cibinong)
Hingar bingar berita tentang wabah
Covid19 yang terus menyerang penduduk dunia tidak luput dari perhatian guru
pada awal tahun 2020. Semua asyik masyuk membahas bagaimana virus yang berasal
dari Tiongkok itu bisa menyebar dan menyerang manusia. Hampir di seluruh
jam-jam kosong guru pun berdiskusi tentang apa, mengapa, dan bagaimana virus
tersebut bisa membuat hampir separuh dunia ketakutan dan memilih berdiam diri
di dalam rumah masing-masing. Saat itu tidak ada satu pun yang menyangka bahwa
virus ini akhirnya tiba di tanah air dan berhasil membawa korban.
Sungguh, keadaan yang begitu dinamis dan
terus bergulir di sekeliling guru pada medio Januari hingga Maret 2020 tidak
serta merta membuat guru-guru di Indonesia menyadari bahwa perubahan besar
sedang menanti mereka. Mereka yang terbiasa berangkat pagi ke sekolah untuk
menyambut peserta didik di gerbang sekolah tidak pernah menyangka bahwa
kegiatan itu adalah kegiatan terakhir yang mereka lakukan dengan riang gembira.
Bersalaman, cium tangan, dan tegur sapa yang hangat di antara sesama guru,
tenaga kependidikan, dan peserta didik lalu menjadi sebuah kenangan setelahnya.
Karena sejak 16 Maret 2020 semua kegiatan tatap muka di sekolah nyaris
dibekukan. Tidak ada lagi jabat tangan.
Ketika Mas Menteri memerintahkan semua
guru berhenti ke sekolah dan berdiam diri di rumah semua guru tersentak. Mereka
banyak yang bengong dan tidak percaya. Kepanikan dan kecemasan akan masa depan
peserta didik yang menjadi tanggung jawab moralnya pun memenuhi berbagai
diskusi di beberapa grup whatsapp. Bagaimana bisa guru tinggal di rumah
sementara ujian akhir peserta didik kelas enam, sembilan, dan dua belas sudah
di depan mata? Galau pun akhirnya melanda perasaan jutaan guru dan peserta
didik yang kebingungan dengan kebijakan yang diambil Mas Menteri.
Sungguh tidak
mudah melaksanakan imbauan pemerintah untuk tetap mengajar dari rumah. Maret
hingga Juni 2020 adalah masa paling sulit yang dirasakan oleh semua guru di
tanah air. Dengan segala kemampuan yang dimiliki mereka akhirnya memindahkan
kelas-kelas yang mereka ampu dari sekolah ke rumah masing-masing. sungguh ini
adalah perjuangan yang berat. Bagaimana bisa di tengah kondisi psikologis yang
ikut tertekan akan berita perkembangan penderita Covid19 yang beredar dari hari
ke hari mereka harus tetap tampil prima di depan peserta didiknya dan mengajar
seperti biasa dengan menggunakan perangkat yang masih baru bagi mereka. Banyak
yang gaptek saat itu, termasuk penulis.
Di tengah kewajiban mengurus anak dan
keluarga masing-masing mereka tetap berusaha menjalankan sumpah janji sebagai
pendidik. Tetap berusaha mengajar dengan sebaik mungkin dengan segala
keterbatasan. Tujuan akhirnya jelas sekali. Yaitu, mengantarkan peserta didik
yang saat itu duduk di bangku terakhir untuk lulus dengan hasil yang memuaskan.
Selain itu juga mengajarkan peserta didik lainnya yang masih berada di semester
genap untuk bisa naik ke tingkat selanjutnya.
Masih hangat dalam ingatan bagaimana ratusan
guru bergerilya di tengah malam menuntut ilmu dari teman-teman seperjuangan
demi menguasai ilmu baru yang sebelumnya asing. Yaitu, penguasaan berbagai
aplikasi teknologi informatika yang bisa membantu mereka mengajar dengan lebih
baik lagi dari rumah. Beruntung, teman-teman seperjuangan yang memiliki
kemampuan lebih di bidang penguasaan teknologi ini berkenan membantu dan
melatih mereka. Sejak pukul delapan malam hingga pukul sepuluh malam semua
aktif belajar mengajar di ruang-ruang kelas maya demi meningkatkan kompetensi
diri tersebut. Dari soal teori hingga praktik penggunaan aplikasi-aplikasi
tersebut dipelajari dengan sungguh-sungguh. Tak peduli dengan waktu, biaya, dan
kesehatan diri sendiri. Semua begitu semangat belajar. Semua begitu semangat berbagi.
Tentu saja semua dilakukan di ruang-ruang kelas virtual seperti telegram,
whatsapp, dan lain-lain.
Banyak yang gugur di sesi-sesi awal
kegiatan belajar tersebut. Tidak sedikit pula yang berhasil. Sertifikat sebagai
tanda bukti bahwa mereka telah aktif belajar dan menguasai materi-materi
mengenai penggunaan aplikasi-aplikasi itu diberikan sebagai tanda penghargaan
atas upaya, jerih payah, dan kesungguhan mereka bergerilya
demi menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan. Bagi yang gugur di sesi awal
tidak patah semangat. Mereka bangkit lagi. Masuk lagi ke gelombang berikutnya.
Tentu saja kegagalan di sesi sebelumnya menjadi cambuk yang kuat untuk
mendorong semangat pantang menyerah yang mereka miliki demi mencerdaskan anak
bangsa. Hasil yang diperoleh pun tidak sia-sia. Mereka berhasil mendapatkan
sertifikat yang sama seperti rekan-rekannya.
Kegiatan perjuangan para guru ini tidak
berhenti di sini. Mereka tidak hanya bergerilya menambah ilmu pengetahuan dan
keterampilan untuk tetap eksis menjalankan tugas pokoknya sebagai tenaga
pendidikan dengan cara belajar di malam hari bersama rekan-rekan seperjuangan
tetapi juga terjun langsung ke rumah-rumah peserta didik yang jaraknya
berjauhan nun di balik jalan beraspal. Para peserta didik ini tidak memiliki
akses internet dan lainnya. Akses pendidikan mereka hanyalah guru mereka.
Apabila guru mereka tidak mengajar mereka secara langsung maka mereka tidak
belajar. Maka, guru-guru ini kemudian datang ke tempat mereka masing-masing
untuk mengajarkan langsung materi yang harus mereka pelajari. Tak terhitung
peluh keringat yang membasahi baju mereka, panas terik, hujan angin yang telah
menemani perjuangan mereka mendidik para peserta didik tersebut, mereka tetap
tegar dan melaksanakannya dengan senang hati.
Apa yang dirasakan dan dialami oleh guru
selama semester genap tahun pelajaran 2019-2020 sungguh sangat berat. Namun,
apa yang dikerjakan oleh mereka seolah tidak berarti. Masih saja terdengar
keluh kesah di sana sini yang mengatakan guru makan gaji buta lantaran orang
tua di rumah lebih sibuk membimbing dan mendampingi putra putrinya belajar.
Guru hanya memberikan tugas dan tugas saja. Mereka yang mengatakan itu belum
memahami dengan benar apa yang dikerjakan oleh guru sebenarnya. Mereka tidak
tahu bahwa guru harus menyusun rencana pengajaran sebelum mengajar putra
putrinya. Guru juga harus menjelaskan materi pelajarannya dengan cara yang
berbeda yang biasa dilakukan di kelas normal sebelumnya. Keragaman kemampuan
peserta didik benar-benar dipelajari dan dipahami oleh guru sehingga guru tidak
serta merta memberi tugas untuk dipelajari di rumah masing-masing. Selanjutnya
apa yang sudah dipelajari itu harus dites. Sejauh mana peserta didik memahami
apa yang sudah dipelajarinya? Bagaimana cara mengujinya dan bagaimana
menginterpretasikan hasil ujinya bukanlah hal mudah karena
semua peserta didik berada jauh dari pandangan dan jangkauan guru. Belum lagi
waktu yang dihabiskan oleh guru untuk memeriksa tugas peserta didik di
kelas-kelas maya seperti google classroom. Keterbatasan kuota dan jeleknya
jaringan internet memaksa mereka melek di tengah malam hingga dini hari hanya
untuk melakukan hal tersebut. Masihkah layak menyebut guru makan gaji buta?
Kini setelah kita berada di akhir
semester ganjil tahun pelajaran 2020-2021 kita melihat guru-guru di tanah air
sudah lebih tanggap dan mampu beradaptasi dengan keadaan berat ini. Mereka
tidak lagi terlalu berdarah-darah memeriksa tugas peserta didik yang masuk ke
gawainya. Kuota bantuan pemerintah sangat meringankan beban mereka. Selain itu
kuota ini pun memberikan mereka kesempatan untuk mengeksplor kemampuan diri
dalam membuat berbagai media pembelajaran berbasis teknologi informatika yang
dapat diakses oleh peserta didik dengan mudah melalui gawai masing-masing di
mana pun mereka berada. Salah satunya melalui pembuatan video pembelajaran yang
diunggah ke YouTube.
Dengan bantuan kuota pemerintah juga jumlah
peserta didik yang belajar daring meningkat. Mereka dapat mengikuti
pembelajaran yang diberikan oleh gurunya masing-masing. Kebebasan yang dimiliki
untuk mengakses materi pembelajaran dari mana pun memberikan mereka kemerdekaan
belajar. Mereka bisa belajar lewat berbagai aplikasi seperti YouTube, TikTok,
LMS, Sway, Blog, dan lainnya.
Ditambah lagi program-program pelatihan
yang diluncurkan selama guru bekerja dari rumah telah turut serta membantu
guru. Semua guru saling bahu membahu. Guru-guru yang memiliki kemampuan lebih
di bidang administrasi tanpa sungkan membagikan RPP Merdekanya di portal resmi
milik kemendikbud. Ini sungguh membantu guru yang masih belum paham bagaimana
membuat RPP Merdeka. Selain itu, mereka juga membuka kelas-kelas pelatihan
untuk melatih guru-guru yang masih rendah kompetensinya. Ini sebuah tindakan
yang luar biasa dan patut diapresiasi.
Itulah sebabnya, pada peringatan hari
guru tahun ini tidaklah berlebihan pemerintah kembali menganugerahkan gelar
kehormatan kepada seluruh guru di tanah air sebagai Pahlawan Pendidikan. Mereka
lah yang telah berada di garis depan mengajar peserta didik sekaligus
memberikan motivasi kepada mereka dan orang tuanya hampir 24
jam via gawai. Merekalah yang telah rela menjadi terang-terang kecil untuk
menyalakan semangat belajar di manapun dan kapan pun dalam masa pandemic ini.
Merekalah yang telah berjuang dengan sekuat tenaga membela dan memperjuangkan
masa depan bangsa ini lewat pendidikan. Tanpa mereka ancaman akan loss
generation dan disrupsi semakin lebar.
Salut dan bangga kepada GURU INDONESIA.
Kalian adalah PAHLAWAN TANPA TANDA JASA.
(Bogor, 24 November 2020)
BIOGRAFI
PENULIS
Neneng Hendriyani, M.Pd, guru Bahasa Inggris di SMA N 4 Cibinong
dan penulis 11 judul buku ber-ISBN; SMAFOUR in students English writing
(Mendongkrak Motivasi Dan Kemampuan Siswa Menulis Berbagai Teks Bahasa Inggris)
(2020), Albatros (2019), Enrichment Book for XI SMK Based on Curriculum 2013
revision (2018), Antologi Bunga Rampai Goresan Pena Guru Jawa Barat (2018),
Let's Learn English Together (2018), Perlukah Kita Jujur? (2018), Setangkup
Rindu dari Masa Lalu (2017), Janji Firly (2017), Tips Mudah Menulis Proposal
dan Laporan Penelitian Tindakan Kelas (2017), Bogor: Peninggalan Sejarah dari
Masa Ke Masa (2017), Alih Kode dan Campur Kode: Strategi Siswa Dalam Berbicara
Bahasa Inggris (2017) ini juga menulis esai, artikel dan resensi yang terbit di
media massa (koran) lokal Pikiran Rakyat, Bali dan jurnal PGRI Pusat dan Balai
Bahasa Banten (Kandaga) dan portal resmi pendidikan Jawa Barat yaitu
disdik.com. Juga menjadi pembimbing siswa dalam menulis buku. Sudah ada 13
judul buku yang dihasilkan oleh siswa binaannya. 2 buku saat masih aktif
mengajar di SMK Negeri 1 Cibinong, 11 buku ditulis oleh siswa SMA Negeri 4
Cibinong.
Selain itu juga aktif mengikuti lomba
penulisan puisi dengan tema yang ditentukan panitia penyelenggara untuk tingkat
nasional dan internasional. Karya yang berhasil lolos seleksi
panitia tingkat nasional dan internasional Senyuman Lembah Ijen (Antologi puisi
Nusantara ditulis bersama penyair Asia Tenggara) 2018, antologi 50 Opini Puisi
Esai Indonesia, 2018, antologi Puisi Banjarbaru's Rainy Day Literary Festival,
2018, antologi Puisi penyair Asean 2018 (Kinanti di Kampar Kiri), Antologi
Puisi penyair Asean 2019 (Membaca Asap), Antologi Puisi Melawan Covid-19 Tahun
2020.
Karya Nulis Bareng yang tercatat pernah
dihasilkan adalah Jangan Berhenti Mengajar (2017), Menghidupkan Ruh Dewi
Sartika-Seri Puisi (2017), Menghidupkan Ruh Dewi Sartika-Seri Esai (2017),
Antologi Fikmin Pelita di Mata Pelangi (2019), 1001 Membuat Guru-Siswa Suka
Baca Buku (Buku 2) (2019), Untuk Anakku 2 (2019), Bertualang ke Negeri Satwa
(Kumpulan Dongeng Fabel) (2020), 52 Kisah Dongeng Fabel Menginspirasi Buah Hati
(2020).