Memimpin Sekolah Bukan Sekadar Unjuk Gigi tetapi Membawa Kontribusi

Penulis: Bambang Aryan

Dibaca: 1889 kali

Bambang Aryan

Oleh Bambang Aryan

(Kepala SMAN 1 Kota Bogor/KACI)

 

Delapan standar nasional pendidikan sudah lama digadang-gadang oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Tidak heran bila semua sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah terus berupaya memenuhi delapan standar itu. Semua pihak turut serta dalam pemenuhan standar-standar yang semestinya dipenuhi. Melalui badan akreditasi, delapan standar itu pun “ikut dilihat” apakah sekolah-sekolah sudah memenuhi standar yang diharapkan.

Lebih jauh tentang akreditasi sekolah yang dilakukan memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran meyeluruh tentang sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah. Capaian dan kinerja yang diperoleh dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan mutu; menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan.

Melalui empat prinsip akreditasi seperti objektif, efektif, komprehensif, dan memandirikan, diharapkan kepala sekolah dan warga sekolah dapat memberikan informasi objektif tentang kelayakan dan kinerja sekolah. Hasil akreditasi dapat memberikan informasi dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, karena akreditasi meliputi berbagai aspek dan menyeluruh, sehingga sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri.

Berbagai bantuan dalam rangka pemenuhan delapan standar terus digelontorkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Tak terkecuali “sekolah desa” menjadi prioritas. Harapan semua pihak, dengan disalurkannya bantuan agar terpenuhi layanan yang optimal kepada para peserta didik.

Makna dari terpenuhinya delapan standar pendidikan di setiap sekolah, didukung dengan proses akreditasi yang dilakukan cukup ketat, menggiring semua sekolah memiliki status kualitas tertentu. Artinya, bila suatu sekolah telah mengantongi nilai akreditasi “A” dengan segala kelebihannya sekolah itu setara dengan sekolah lain yang nilai akreditasi “A” di mana pun posisi sekolah itu berada. Tidak ada sekolah kota dan sekolah desa atau pinggiran.

Bantuan dari pemerintah pusat dan daerah dengan keterbatasan yang dimiliki memang dirasakan belum merata (ini perlu pembuktian dan data real) dan belum sepenuhnya dapat mengatasi kebutuhan masing-masing sekolah yang memiliki ragam kebutuhan. Bisa jadi suatu sekolah mendapatkan bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah, tetapi belum sepenuhnya menjawab harapan. Itulah harapan, sesungguhnya peran kepemimpinan kepala sekolah sangat dinanti.

Memimpin sekolah memang tidak mudah. Memimpin sekolah memerlukan keahlian dan kecerdasan dalam mengelola. Tentu mengelola sekolah tidak melulu mengharapkan bantuan dari pemerintah pusat dan daerah. Di saat sekolah memerlukan pengembangan dari segala aspek, peran kepala sekolah "cerdas” sangat diperlukan aksi nyata.

Bantuan dari pemerintah pusat dan daerah, biasanya dapat berupa pemberian untuk men-stimulus. Kepala sekolah diera digital saat ini, semestinya jeli melihat dan menangkap peluang serta potensi-potensi yang ada di sekolah. Dengan melihat dan menangkap potensi yang ada merupakan bentuk respons positif dari kepala sekolah.

Berbicara potensi yang dimiliki, memang di setiap sekolah tidak sama. Tetapi paling tidak kepala sekolah dapat mengetahui potensi di sekolah tersebut sehingga dapat mendiskusikan langkah selanjutnya dengan stakeholder dalam mencari cara mengelola potensi dan solusi dari masalah yang dihadapi. Tidak ada bantuan dari pemerintah pusat dan daerah tidak lantas kepala sekolah “mati gaya”.

Menjalin komunikasi persuasive yang humanis sangat diperlukan dalam situasi ketika sekolah belum mendapat bantuan dari pemerintah.  Komunikasi sebaiknya dijalin dengan komite sekolah, para orangtua siswa, dan jangan lupa dengan para alumni.

Dua lokal gedung A dan B dengan kontruksi 4 lantai, bersih, hijau, dan nyaman, saat ini mejadi bukti bahwa kepala sekolah tidak “mati gaya” karena belum mendapat bantuan dari pemerintah. Gedung tersebut dibangun bersumber dari dana sumbangan orangtua dan alumni. Sudah tentu tidak hanya itu, bukti bahwa peran serta orangtua siswa dan peran alumni dalam pengembangan sekolah ketika kami belum mendapat bantuan dari pemerintah. Kegiatan kesiswaan mendapat dukungan penuh, misalnya pada kegiatan ajang di tingkat provinsi dan nasional serta internasional. Mulai dari dukungan moril pada tahap persiapan, dan pembinaan hingga dukungan berupa materi. Komunikasi persuasive yang humanis tampaknya membuahkan hasil, hingga prestasi pun kami raih.

Hal lain perlu disampaikan, bahwa siswa lulusan sekolah yang dipimpin sangat dipercaya oleh perguruan tinggi negeri dan swasta ternama. Indeks integritas sekolah pun menjadi kepercayaan tersendiri. Tingkat kepercayaan perguruan tinggi kepada lulusan di sekolah menggambarkan sangat percaya terhadap tingkat kejujuran para siswa atas proses pembelajaran yang begitu Panjang dari para guru.

Pertanyaannya, apakah capaian ini tidak patut dipublikasikan kepada khalayak ramai?

Saya pikir ini adalah hasil dari praktik baik, seyogianya patut untuk diketahui oleh orang-orang yang memiliki kepentingan sehingga berdampak pada pengembangan sekolah. Lalu, ambil sisi baik dari publikasi itu. Bila ada yang dapat diadopsi, diadaptasi, bahkan dimodifikasi itu lebih baik.

Sebagai penutup, kepala sekolah adalah pemimpin yang sudah dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk pengembangan sekolah. Gunakan kemampuan itu untuk terus berkarya hingga karya itu nyata. Sudah waktunya para kepala sekolah bangkit bagi negeri ini membawa perubahan yang sarat akan kemajuan teknologi bukan sekadar untuk unjuk gigi tetapi untuk membawa kontribusi. ***

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...