Penulis: Bambang Aryan
Bambang Aryan
Oleh Bambang Aryan
(Kepala SMAN 1
Kota Bogor/KACI)
Delapan standar
nasional pendidikan sudah lama digadang-gadang oleh Kementerian Pendidikan
Nasional. Tidak heran bila semua sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah
terus berupaya memenuhi delapan standar itu. Semua pihak turut serta dalam
pemenuhan standar-standar yang semestinya dipenuhi. Melalui badan akreditasi,
delapan standar itu pun “ikut dilihat” apakah sekolah-sekolah sudah memenuhi
standar yang diharapkan.
Lebih jauh tentang
akreditasi sekolah yang dilakukan memiliki tujuan untuk memperoleh gambaran
meyeluruh tentang sekolah yang dipimpin oleh kepala sekolah. Capaian dan
kinerja yang diperoleh dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan,
dan peningkatan mutu; menentukan tingkat kelayakan suatu sekolah dalam
penyelenggaraan pelayanan pendidikan.
Melalui empat
prinsip akreditasi seperti objektif, efektif, komprehensif, dan memandirikan,
diharapkan kepala sekolah dan warga sekolah dapat memberikan informasi objektif
tentang kelayakan dan kinerja sekolah. Hasil akreditasi dapat memberikan informasi
dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan, karena akreditasi meliputi
berbagai aspek dan menyeluruh, sehingga sekolah dapat berupaya meningkatkan
mutu dengan bercermin pada evaluasi diri.
Berbagai bantuan
dalam rangka pemenuhan delapan standar terus digelontorkan oleh pemerintah
pusat dan daerah. Tak terkecuali “sekolah desa” menjadi prioritas. Harapan
semua pihak, dengan disalurkannya bantuan agar terpenuhi layanan yang optimal
kepada para peserta didik.
Makna dari
terpenuhinya delapan standar pendidikan di setiap sekolah, didukung dengan
proses akreditasi yang dilakukan cukup ketat, menggiring semua sekolah memiliki
status kualitas tertentu. Artinya, bila suatu sekolah telah mengantongi nilai
akreditasi “A” dengan segala kelebihannya sekolah itu setara dengan sekolah
lain yang nilai akreditasi “A” di mana pun posisi sekolah itu berada. Tidak ada
sekolah kota dan sekolah desa atau pinggiran.
Bantuan dari
pemerintah pusat dan daerah dengan keterbatasan yang dimiliki memang dirasakan
belum merata (ini perlu pembuktian dan data real) dan belum sepenuhnya dapat
mengatasi kebutuhan masing-masing sekolah yang memiliki ragam kebutuhan. Bisa
jadi suatu sekolah mendapatkan bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan
daerah, tetapi belum sepenuhnya menjawab harapan. Itulah harapan, sesungguhnya
peran kepemimpinan kepala sekolah sangat dinanti.
Memimpin sekolah
memang tidak mudah. Memimpin sekolah memerlukan keahlian dan kecerdasan dalam
mengelola. Tentu mengelola sekolah tidak melulu mengharapkan bantuan dari
pemerintah pusat dan daerah. Di saat sekolah memerlukan pengembangan dari
segala aspek, peran kepala sekolah "cerdas” sangat diperlukan aksi nyata.
Bantuan dari
pemerintah pusat dan daerah, biasanya dapat berupa pemberian untuk
men-stimulus. Kepala sekolah diera digital saat ini, semestinya jeli melihat
dan menangkap peluang serta potensi-potensi yang ada di sekolah. Dengan melihat
dan menangkap potensi yang ada merupakan bentuk respons positif dari kepala
sekolah.
Berbicara potensi
yang dimiliki, memang di setiap sekolah tidak sama. Tetapi paling tidak kepala
sekolah dapat mengetahui potensi di sekolah tersebut sehingga dapat
mendiskusikan langkah selanjutnya dengan stakeholder dalam mencari cara
mengelola potensi dan solusi dari masalah yang dihadapi. Tidak ada bantuan dari
pemerintah pusat dan daerah tidak lantas kepala sekolah “mati gaya”.
Menjalin
komunikasi persuasive yang humanis sangat diperlukan dalam situasi ketika
sekolah belum mendapat bantuan dari pemerintah.
Komunikasi sebaiknya dijalin dengan komite sekolah, para orangtua siswa,
dan jangan lupa dengan para alumni.
Dua lokal gedung A
dan B dengan kontruksi 4 lantai, bersih, hijau, dan nyaman, saat ini mejadi
bukti bahwa kepala sekolah tidak “mati gaya” karena belum mendapat bantuan dari
pemerintah. Gedung tersebut dibangun bersumber dari dana sumbangan orangtua dan
alumni. Sudah tentu tidak hanya itu, bukti bahwa peran serta orangtua siswa dan
peran alumni dalam pengembangan sekolah ketika kami belum mendapat bantuan dari
pemerintah. Kegiatan kesiswaan mendapat dukungan penuh, misalnya pada kegiatan
ajang di tingkat provinsi dan nasional serta internasional. Mulai dari dukungan
moril pada tahap persiapan, dan pembinaan hingga dukungan berupa materi.
Komunikasi persuasive yang humanis tampaknya membuahkan hasil, hingga prestasi
pun kami raih.
Hal lain perlu
disampaikan, bahwa siswa lulusan sekolah yang dipimpin sangat dipercaya oleh
perguruan tinggi negeri dan swasta ternama. Indeks integritas sekolah pun
menjadi kepercayaan tersendiri. Tingkat kepercayaan perguruan tinggi kepada
lulusan di sekolah menggambarkan sangat percaya terhadap tingkat kejujuran para
siswa atas proses pembelajaran yang begitu Panjang dari para guru.
Pertanyaannya,
apakah capaian ini tidak patut dipublikasikan kepada khalayak ramai?
Saya pikir ini
adalah hasil dari praktik baik, seyogianya patut untuk diketahui oleh
orang-orang yang memiliki kepentingan sehingga berdampak pada pengembangan
sekolah. Lalu, ambil sisi baik dari publikasi itu. Bila ada yang dapat
diadopsi, diadaptasi, bahkan dimodifikasi itu lebih baik.
Sebagai penutup,
kepala sekolah adalah pemimpin yang sudah dibekali pengetahuan dan keterampilan
untuk pengembangan sekolah. Gunakan kemampuan itu untuk terus berkarya hingga
karya itu nyata. Sudah waktunya para kepala sekolah bangkit bagi negeri ini
membawa perubahan yang sarat akan kemajuan teknologi bukan sekadar untuk unjuk
gigi tetapi untuk membawa kontribusi. ***