Penulis: Hj. MEDINA SITI ALMUNAWAROH, M.Pd. dan RAHMI M.Pd.
Siswa merdeka tampil percaya diri dengan bakatnya
Oleh
Hj. MEDINA SITI
ALMUNAWAROH, M.Pd.
(Kepala SMAN 18
Kota Bekasi dan Kepala Sekolah Penggerak)
dan
RAHMI, M.Pd.
(Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA Negeri 18 Kota Bekasi, Guru Penggerak Angkatan 2 Bekasi)
Semangat merdeka
belajar dan semangat merdeka mengajar telah mengisi sekolah sekolah kita.
Meskipun sinarnya belum terlihat kuat, namun gelombang semangatnya terus
bertumbuh seiring dengan masifnya program merdeka belajar. Menurut Ki Hadjar
Dewantara, merdeka artinya tidak diperintah. Maksudnya, merdeka adalah suatu
kondisi jiwa seseorang yang merasa berdaya untuk menentukan apa yang menjadi
pilihannya.
Tidak dipungkiri, sampai saat ini praktik-praktik pembelajaran yang menerapkan fungsi kontrol guru terhadap perilaku siswa melalui hukuman masih mendominasi, seperti hukuman jika siswa datang terlambat, jika tidak mengerjakan PR, jika tidak melaksanakan piket kelas, dsb. Kontrol guru yang kuat terhadap siswanya memang berhasil membuat guru mengendalikan situasi pada saat itu namun alasan agar terhindar dari hukuman, disadari atau tidak, menjadi motivasi siswa berperilaku di sekolah. Hasilnya adalah siswa siswa yang belajar jika ada guru, siswa siswa yang disiplin jika ada guru, siswa yang berbuat baik jika ada guru, dsb.
Selain dengan
menerapkan hukuman, upaya mengontrol perilaku siswa juga ada yang dilakukan
melalui bujukan (imbalan), misalnya hadiah kepada siswa jika mereka tertib,
memberi hadiah kepada siswa jika berhasil mendapat skor seratus di dalam
ulangan, dan sebagainya. Pemberian imbalan guru kepada siswa ini memang
berhasil membuat guru mengendalikan situasi pada saat itu namun alasan untuk
mendapatkan upah, hadiah, imbalan dari sang guru, disadari atau tidak, menjadi
motivasi siswa berperilaku di sekolah. Hasilnya adalah siswa siswa yang belajar
jika ada hadiah, siswa siswa yang disiplin untuk mendapat hadiah, siswa yang
berbuat baik jika upah, dsb.
Perilaku yang
lahir karena dorongan motivasi eksternal ini tentu tidaklah lama, mudah hilang
karena kemunculannya sangat dipengaruhi oleh sesuatu yang ada di lingkungan
sekitar. Jika guru tidak ada atau jika tidak ada imbalan dari guru, maka tidak
ada perilaku perilaku baik itu. Suasana jiwa demikian, bukanlah suasana jiwa
orang yang merdeka karena jiwanya masih diperintah bukan oleh dirinya sendiri
melainkan oleh orang lain. Jiwa merdeka adalah jiwa yang tergerak hati dan
pikirannya karena dorongan yang kuat dari dirinya sendiri, bukan karena takut
dihukum atau bukan pula karena mau mendapatkan imbalan.
Siswa belajar
bersama dokter kulit membahas kesehatan kulit
Di dalam jiwa
manusia merdeka terdapat utuhnya manusia. Manusia yang utuh adalah manusia yang
memiliki pikiran (cipta), perasaan (rasa), kemauan (karsa) dan tenaga
(pekerti). Ilustrasi yang mungkin tepat menggambarkan hubungan antara pikiran,
perasaan, kemauan dan tenaga adalah bahwa 'interaksi' antara pikiran dan
perasaan akan menghasilkan kemauan yang kemudian dari kemauan yang muncul ini
diwujudkan dalam bentuk perilaku/pekerti. Motivasi eksternal membuat interaksi
antara pikiran dan perasaan 'terdistorsi’. Akibat distorsi ini, pikiran atau
perasaan sudah tidak digunakan lagi sehingga menghasilkan
pemikiran/pertimbangan yang tidak bijaksana. Yang menjadi fokusnya adalah
bagaimana supaya ia tetap mendapat hadiah atau bagaimana caranya agar ia tidak
mendapat hukuman.
Motivasi
instrinsik menghasilkan ‘interaksi yang jernih’ antara pikiran dan perasaan
sehingga menghasilkan pemikiran yang jernih sekaligus kokoh. Pemikiran yang
jernih dan kokoh ini selanjutnya menghasilkan kemauan yang juga kokoh untuk
kemudian diwujudkan dalam bentuk perilaku yang juga kokoh, yaitu perilakunya
manusia merdeka. Begitu kokohnya kemauan manusia merdeka sampai-sampai, menurut
Ki Hadjar Dewantara, mereka (manusia merdeka) dapat menegakkan (mendisiplinkan)
diri sendiri, tertib mengatur perikehidupannya, sekaligus tertib mengatur
hubungan mereka dengan kemerdekaan orang lain.
Memiliki siswa
yang memiliki motivasi intrinsik untuk belajar (merdeka belajar) adalah dambaan
tidak hanya semua guru melainkan juga negeri ini. Gambaran siswa tersebut
antara lain adalah mereka belajar dengan penuh syukur dan bahagia karena
keputusan untuk belajar adalah keputusan yang dipilih sendiri oleh mereka
setelah mereka mempertimbangkan pentingnya ilmu pengetahuan yang mereka
pelajari ini di dalam kehidupan mereka. Selain itu mereka juga akan bersungguh
sungguh dalam menjalani proses belajarnya, berani mencoba memperaktikkan
pengetahuan yang didapatnya dan berkembanglah kemampuan berpikir kritisnya.
Mereka juga akan disiplin karena mereka begitu sangat menghargai waktu dan
kesempatan belajarnya sehingga sangat tidak ingin jadwal mereka jadi berantakan.
Siswa merdeka juga dapat menghargai kemerdekaan orang lain dan menampilkan
sikap hormat kepada orang lain. Pendek kata siswa merdeka memiliki karakter
beriman bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri, berpikir
kritis, kreatif, gotong royong, dan berkebhinekaan global.
Untuk mewujudkan profil siswa yang memiliki semangat merdeka belajar, maka yang perlu diperhatikan: pertama, guru perlu memiliki semangat merdeka mengajar yaitu guru yang semangat mengajarnya berasal dari motivasi instrinsik guru tersebut. Guru menyadari peran penting profesinya bagi peradaban bangsa ini kedepan. Kesadaran akan pentingnya peran guru ini membuat sang guru melakukan refleksi kritis terhadap pembelajaran yang dilakukannya dan memiliki energi untuk terus belajar mencari tahu strategi mengajar yang efektif untuk siswa siswanya.
Belajar di Luar
Kelas. Siswa yang dengan percaya diri tampil stand up comedy: tindak lanjut pembahasan
materi Anekdot pada mata pelajaran Bahasa Indonesia
Yang kedua, guru
dapat menggunakan beberapa ‘soft devices’ dalam memberikan pelayanan bagi siswa
dalam Pendidikan yang memerdekakan, yaitu:
1. Profil Pelajar Pancasila
Profil pelajar
pancasila berisi butir butir capaian karakter yang dapat digunakan guru di
dalam setiap pembelajaran di kelas. Profil Pelajar Pancasila memiliki enam
dimensi, yaitu beriman bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia, mandiri,
berpikir kritis, kreatif, gotong royong, dan berkebhinekaan global. Setiap
dimensi di dalam profil Pelajar Pancasila ini terdiri atas beberapa elemen dan
pencapaiannya dirinci dalam bentuk sub-sub elemen. Di dalam kegiatan belajar
mengajar di sekolah, profil pelajar pancasila adalah ‘atmosfer’ yang memenuhi
setiap ruang-ruang aktivitas di sekolah, mulai dari ‘selasar’ hingga ruang
ruang kelas. Artinya, guru dapat mencermati sub sub elemen di dalam profil
pelajar pancasila dan menjadikannya ‘ruh’ dalam aktivitas pembelajaran di kelas
dan di sekolah.
2. Projek Pengembangan Profil Pelajar
Pancasila
Projek Pengembangan Profil Pelajar Pancasila adalah pembelajaran projek yang berbasis pada pengembangan sub sub elemen di dalam Profil Pelajar Pancasila. Di dalam penerapan kurikulum merdeka, 25-30% dari waktu KBM aktif yang tersedia, dialokasikan untuk Projek Pengembangan Profil Pelajar Pancasila. Kegiatan projek ini sangat menarik dan menantang nalar dan daya kritis siswa karena bukan hanya membahas sebuah isu yang nyata terjadi di lingkungan mereka namun juga terlibat memberi solusi atas permasalahan yang terjadi. Siswa terlibat mulai dari tahap perencanaan projeknya hingga tahap pelaksanaan aksi nyatanya.
Siswa yang merdeka berkolaborasi untuk menampilkan sebuah lagu di hadapan guru dan teman-temannya di acara Literasi Asik SMAN 18 Bekasi
Projek
Pengembangan Profil Pelajar Pancasila ini sangat ideal karena proses
pembelajarannya dapat ‘menembus’ dinding kelas. Artinya, guru dapat melibatkan
pihak luar sekolah untuk melengkapi pengalaman belajar siswanya, misalnya
memanggil profesional terkait isu yang sedang dibahas, menggunakan aset yang
dimiliki oleh sekolah dan daerah sebagai sarana belajar, turut andil dalam
menyelesaikan masalah yang terjadi di lingkungan sekotar, dsb. Dengan kata
lain, pelaksanaan projek pengembangan profil pelajar pancasila ini adalah
kegembiraan bagi guru dan siswa merdeka karena bagi siswa merdeka, projek ini memuaskan
kebutuhan belajarnya, sementara bagi guru merdeka projek ini memfasilitasi semangat guru dalam
menghadirkan pembelajaran yang lengkap bagi siswa-siswanya.
1. Keyakinan Kelas
Dalam upaya
mewujudkan siswa yang memiliki semangat merdeka belajar, maka menjadi tantangan
bagi guru merdeka mengajar untuk membantu siswa menemukan motivasi belajar
intrinsik yang bersumber dari kesadaran dalam diri siswa tersebut. Yang pertama
dilakukan oleh guru adalah guru dapat membantu siswa dalam memaknai peran
mereka sebagai manusia yang merdeka. Guru dapat menekankan kepada siswa bahwa
mereka berdaya untuk menegakkan diri mereka sendiri, mereka berdaya untuk
tertib mengatur perikehidupannya, dan berdaya untuk tertib mengatur hubungan
mereka dengan kemerdekaan orang lain.
Selanjutnya guru
dapat memimpin siswa untuk membentuk keyakinan kelas, yaitu nilai nilai
universal yang dapat diterapkan oleh seluruh siswa dan juga guru, seperti
prinsip prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan sosial yang
dapat diberlakukan di dalam setiap aktivitas dan interaksi guru dan siswa di
kelas. Melalui penerapan keyakinan kelas ini, guru bersama sama siswa membangun
sebuah ketertiban umum yang berlaku universal, tidak hanya di ruang kelas, di
sekolah, di wilayah namun juga di dalam pergaulan antarbangsa di seluruh
dunia.
2. Pembelajaran Berdiferensiasi
Semangat guru
merdeka mengajar dalam upaya pencapaian penguasaan kompetensi siswa siswanya
dapat dilakukan dengan praktik pembelajaran berdiferensiasi. Melalui praktik
pembelajaran berdiferensiasi ini guru dapat memfasilitasi kebutuhan belajar
siswanya dengan cara menyajikan pembelajaran yang dapat dipahami oleh siswa
yang memiliki profil belajar yang berbeda-beda.
3. Segitiga Restitusi
Siswa yang memiliki
semangat merdeka belajar memiliki semangat untuk mencoba menerapkan pengetahuan
pengetahuan yang mereka dapatkan. Di dalam upaya belajar menerapannya itu,
kesalahan tidak terlepas dari proses belajar mereka. Menghadapi situasi
tersebut, guru dapat menggunakan segitiga restitusi yang bertujuan agar
siswanya dapat kembali ‘move on’ dari perasaan gagalnya dengan cara yang
reflektif.
4. Menghargai Kodrat Siswa
Ketercapaian
kompetensi sebagaimana yang tercantum di dalam kurikulum menjadi unsur yang penting
di dalam proses belajar. Guru pun menerapkan strategi belajar yang menyenangkan
membuat siswa nyaman belajar agar siswa dapat memahami materi yang
disampaikannya dengan baik. Meskipun
demikian, guru juga perlu memahami bahwa setiap siswa memiliki kodratnya
masing-masing, seperti bakat, minat, kecepatan dalm memahami materi pelajaran,
dsb. Guru selayaknyalah menghargai kodrat siswanya itu. Dengan demikian
ketercapaian kompetensi dapat ‘dileburkan’ ke dalam pengembangan karakter yang
berorientasi pada kebajikan-kebajikan universal, seperti Profil Pelajar
Pancasila, di dalam perilaku hidap siswa sehari-hari.
Pendidikan yang
memerdekakan adalah upaya bersama kita dalam meningkatkan mutu pendidikan
Indonesia. Melalui semangat guru merdeka dan kebijakan-kebijakan yang
berorientasi kepada sisiwa, salah satunya kebijakan tentang pendidikan yang
memerdekakan, kita dapat mengaktifkan semangat siswa untuk menjadi siswa yang
memiliki semangat merdeka belajar, yaitu siswa yang memiliki motivasi intrinsik
dalam belajar sehingga siswa siswa kita menjadi generasi emas Indonesia yang
bernalar kritis, mandiri (berkompeten), kreatif, memiliki inisiatif dan
menghargai nilai nilai kemanusiaan sebagaimana yang tercantum di dalam Profil
Pelajar Indonesia. Bersama kita tumbuh, mencetak manusia utuh, menuju Indonesia
Tangguh. Aamin aamiin yra.
SEKIAN