Literasi Membentuk Manusia Cerdas

Penulis: Katman, M.A.

Dibaca: 862 kali

Katman, M.A.

Oleh Katman, M.A.

(Satgas Gerakan Literasi Sekolah/Komunitas Cinta Indonesia/KACI #PASTI BISA#)

 

Pada bulan Januari 2009, George Friedman, seorang penulis Amerika Serikat menuliskan sebuah buku yang berjudul The Next 100 Years. Dia bukan peramal, namun apa yang dia tuliskan dalam buku tersebut adalah sebuah prediksi yang didasarkan pada siklus kehidupan manusia dari abad ke abad. Beberapa pendekatan yang dipaparkan dalam buku tersebut adalah berbagai peristiwa sejarah pada awal abad ke-19 yang diawali dengan sejarah kejayaaan Jerman di Eropa dan kejayaan Komunis di Rusia. Hingga runtuhnya dominasi Komunis Uni Soviet pada tahun 2000an.

Salah satu tonggak prediksi Friedman adalah kondisi tahun 2020. Dia meramalkan akan terjadinya krisis politik di China. Krisis tersebut dipicu oleh melemahnya ekonomi China. Dia menyebutkan bahwa kesetiaan orang-orang China sebenarnya hanya kepada 2 hal, yaitu: uang dan keterpaksaan. Ketika bisnis melambat maka dapat memicu gejolak dan meningkatkan pengangguran. Salah satu prediksi akan kondisi yang bakal terjadi di China adalah karena kehancuran ekonomi maka China akan bergolak dan terpecah belah, yang dapat menimbulkan friksi antar daerah yang melemahkan pemerintah pusat Beijing.

Namun gejolak politik China saat ini tampaknya masih teredam oleh berjangkitnya pandemi Corona di negara tersebut. Bahkan pandemi itu menyebar keseluruh pelosok dunia. Pelambatan ekonomi China pada posisi 18 April 2020 mencapai titik terendah sebesar (6,8%) sejak berjangkitnya wabah corona.

Mengutip CNBC Indonesia “Biro Statistik Nasional Negeri Tirai Bambu atau China melaporkan ekonomi pada kuartal I-2020 terkontraksi alias tumbuh negatif -6,8% year-on-year (YoY). Ini adalah kontraksi pertama sejak China mencatat pertumbuhan ekonomi secara YoY pada 1992. Padahal China merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS). Selain China, perekonomian dunia secara keseluruhan akan mengalami kontraksi yang sangat dalam tahun ini. Dampak virus corona (Covid-19) membuat ekonomi global mengalami tekanan serius. Bahkan IMF sempat menyebutkan, dampak virus corona bisa menyebabkan terjadinya krisis sosial dan sejumlah lembaga keuangan dunia memprediksi akan terjadi kontraksi ekonomi global pada 2020”.

Sementara itu Rusia diprediksi akan mengalami kemunduran pada bidang militer setelah tahun 2020. Hal ini akan membuka peluang dominasi Amerika Serikat atas Rusia. Negara-negara yang berbatasan dengan Rusia akan bersekutu dengan Amerika untuk menghindari dominasi Rusia. Kondisi tersebut akan menekan Rusia secara sosial, ekonomi dan politik.

Prediksi Friedman akan terjadinya krisis 2020 sama sekali tidak menyinggung bahwa pemicu krisis tersebut adalah wabah Covid 19. Namun lebih didasarkan pada teori empirik siklus politik dan kondisi sosial ekonomi negara-negara tersebut.

Terlepas dari apapun yang mendasari teori Friedman tersebut, keberuntungan akan berpihak kepada negara-negara yang sudah siap menghadapi sebuah krisis. Negara yang sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi akan terjadinya peristiwa besar pada tahun 2020, maka negara itu setidaknya akan mampu mengendalikan gejolak sosial dan politik ketika tekanan ekonomi menghimpit keuangan negara. Saat ini negara-negara yang mengalami tekanan ekonomi akibat dari menurunnya transaksi keuangan sebagai dampak dari merebaknya pandemi yang belum diketahui kapan berakhirnya, maka yang dapat menyelamatkan bangsa dan negara adalah pemimpin dan masyarakat yang cerdas. Yaitu mereka yang mengerti dan memahami rantai peristiwa dengan baik.

Pada kasus pendemi tersebut, sampai saat ini Vietnam menunjukkan kompetensi yang baik dalam memahami konteks suatu masalah global yang dihadapi. Menyadari bahwa pandemi adalah sebuah realita yang harus betul-betul dikuasai pola dan rangkaian penyebarannya. Kepiawaian menangkap suatu gejala permasalahan tersebut merupakan kecerdasan yang terbentuk dari upaya panjang melalui pendidikan yang dikembangkan oleh negara tersebut. Hal ini linier dengan prestasi yang dicapai oleh Vietnam dalam skor PISA yang melampaui negara lain termasuk Indonesia. Perbandingan Nilai PISA Indonesia dengan Vietnam pada periode 2015 perolehan nilai rata-rata untuk sains Indonesia 403 sementara Vietnam 525. Pada tahun 2018 perolehan Indonesia turun menjadi 396 untuk Sains, serta masing-masing 371 dan 379 untuk membaca dan matematika.

Sebenarnya yang menjadi penting bukanlah nilai PISA yang diperoleh oleh suatu negara, tetapi lebih dari itu sejauh mana negara ini menyadari bahwa Literasi menjadi bagian penting dari kehidupan berbangsa. Selain digambarkan dalam nilai PISA, pencapaian literasi juga tampak pada bagaimana pemerintah dan masyarakat mampu mengakses data dan informasi secara selektif dan memberikan respon yang tepat terhadap informasi yang diperolehnya. Oleh karena itu selain pemerintah, setiap individu mesti menyadari akan pentingnya pengembangan diri melalui literasi.

Bagaimana memulai membentuk individu yang literat? Merdeka belajar sebagai salah satu kebijakan pemerintah ibarat sebuah sebuah kran yang dibuka teramat lebar untuk memulai menebarkan bibit-bibit individu yang literat. Untuk memanfaatkan kesempatan tersebut yang perlu dilakukan pertama kali bagi kita terutama yang berada pada garis depan pengampu pendidikan adalah meningkatkan kemampuan untuk mengajak diri kita dan peserta didik membuka wawasan berpikir atau openmind. Ini sebagai langkah awal memasuki rimba literasi yang menjanjikan berbagai tantangan cara berpikir dan bertindak.

Sembari belajar membuka pikiran, selanjutnya perlu pengenalan terhadap berbagai peristiwa dan informasi agar kita dapat mengenalinya dengan baik. Karena informasi yang kita terima kemungkinan sesungguhnya bisa jadi sebuah fakta, asumsi, ide atau gagasan, dan sebaliknya bisa juga sebagai hal palsu (hoax). Dari sinilah pembentukan manusia cerdas dimulai. Ketika kita sudah mampu berpikir secara terbuka maka setiap informasi yang diterima diperlukan fakta atau data yang menguatkannya. Seorang yang literat mampu menjaga informasi tersebut sebagai pengetahuan bagi dirinya sendiri saja sampai dia menemukan data atau fakta yang menyertainya. Sebelum data atau fakta diperolehnya maka informasi tersebut bisa saja kita anggap sebagai sebuah asusmsi seseorang bahkan baru sebatas ide atau gagasan saja.

Seiring dengan tumbuhnya kemampuan seseorang dalam mengelola informasi dengan baik maka keingintahuannya menjadi lebih tinggi. Terbangunnya rasa keingintahuan seseorang akan mendorong orang tersebut secara terus menerus menerobos lorong informasi untuk mendapatkan pengetahuan akan data dan fakta yang sebanyak mungkin. Lorong informasi tersebut boleh jadi berupa buku-buku sejarah, keagamaan, koran, majalah dan media cetak sejenis, bahkan buku referensi keilmuan lainnya.

Dari mana memulainya? Jika yang diinginkan adalah kecepatan dan keluasan jangkauan maka Tri Pusat Pendidikan harus bergerak bersama-sama. Sekolah, keluarga dan masyarakat menetapkan dimulainya sebuah gerakan literasi serentak. Bukan secara seremonial saja namun dengan jaminan keberlanjutan program yang terukur.

Bagaimana jika sekolah mendahului gerakan tersebut? Sekolah sebagai pusat inovasi memiliki posisi strategis dalam membentuk manusia cerdas. Apakah literasi di sekolah itu maknanya hanya membaca buku saja. Tentunya tidak. Namun pada kenyataannya guru dan siswa menjadikan keterbatasan buku sebagai kendala dalam mengembangkan gerakan literasi. Sementara mereka tidak pernah tahu, kapan kekurangan buku tersebut akan dapat dipenuhi. Di sinilah guru dapat memulai membuka pikiran barunya, yakni dengan berhenti pasrah pada kekurangan buku menuju pencarian solusi. Sebuah solusi yang linier adalah mencari berbagai pihak yang dapat mendonasikan buku, sehingga tersedia buku di sekolah. Namun seorang pembaharu tidak akan melakukan hal yang linier. Bisa saja dilakukan lomba menulis buku yang diikuti oleh guru dan siswa dengan tema tertentu atau tema bebas. Selain itu dapat pula berupa eksplorasi bersama siswa kemudian di tuangkan dalam sebuah cerita dan terkumpul menjadi sebuah buku. Jika dikembangkan kolaborasi dengan sekolah lain maka dalam setahun produk buku cerita bahkan buku praktik baik pelajaran tertentu akan melimpah. Untuk meningkatkan kualitas tulisan dapat sekali waktu dilakukan workshop penulisan buku di sekolah masing- masing. Sementara setiap sekolah menghasilkan satu atau dua buku, selanjutnya antar sekolah dapat bertukar buku karya masing-masing. Pada beberapa tahun berikutnya ruang kelas akan dipenuhi berbagai buku yang merupakan hasil karya otentik masing-masing sekolah. Itu baru sebagai konsep sebuah gambaran saja.

Orang cerdas adalah orang literat, bangsa cerdas adalah bangsa literat. Salam Literasi.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...