QUICK WINS DAN RENSTRA KEMDIKBUD

Penulis: Tatang Sunendar

13 Jun 2020, dalam 5 tahun. Dibaca: 1007 kali

Tatang Sunendar

Oleh Tatang Sunendar

(Widyaiswara Utama LPMP/anggota KACI#Pasti Bisa#)

 

Tulisan ini terinspirasi diskusi di forum whatshap group KACI dan tersebarnya renstra Kemdikbud. Diskusi di wathshap Kaci sangat menarik sebab terdiri dari praktisi yang teruji dan pakar yang mumpuni. Setiap membahas terkait kebijakan pengelolaan pendidikan, guru besar UPI yang merupakan pakar dalam kebijakan publik Prof Cewan selalu mengemukakan indikator kelemahan pengelolaan pendidikan di Indonesia adalah tidak adanya grand desain pendidikan. Hampir kurang lebih lima kali beliau mengemukkan hal tersebut. Lantas bagaimana dengan renstra Kemdikbud yang beredar. Apakah sama renstra dengan grand desain pendidikan?

Sejak memasuki era reformasi bangsa Indonesai telah kehilangan arah pembangunan. Hal ini ditunjukkan dengan MPR tidak lagi sebagai lembaga tinggi Negara dan MPR sebagai lembaga tinggi negara yang mempunyai kewenangan untuk merumuskan Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN). ORBA dengan GBHN melakukan pembangunan secara berlapis, berulang, dan berkembang melalui tahapan yang jelas seperti Repelita 1, Repelita 2 dst. Dengan tidak adanya GBHN di era reformasi ini presiden dengan Kabinetnya merumuskannya program kerja sendiri. Program dirumuskan dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) yang hanya berlaku selama 5 tahun dan mengacu pada visi, misi dan program presiden terpilih dan RPJPN. RPJPMN yang dirumuskan tersebut merupakan quick wins presiden dan kabinetnya.

Quick wins menurut Wikipedia adalah suatu inisiatif kegiatan yang menggambarkan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi yang dilaksanakan oleh instransi pemeritah. Dengan adanya quick wins maka visi menteri sebagai pembantu presiden harus sama dengan visi presiden. Oleh karena hal tersebut renstra yang beredar itu merupakan upaya Mas Nadiem dalam menjabarkan quick wins yang diberikan presiden pada Mas Menteri.

Program merdeka belajar, guru penggerak, merdeka belajar, digabungkannya kembali perguruan tinggi dengan Kemdikbud merupakan quick wins dari Mas Menteri Nadiem. Sebelumnya kita mengenal guru pembelajar, kurikulum 13, instruktur nasional K13 dst itu dalam Rentsra 2014-2019 Kemdikbud fokus pada program Nawacita dan penguatan pendidikan karakter. Sekarang pada Renstra 2020-2024 fokus inovasi-inovasi dengan menggunakan kemajuan teknologi 4.0. Semua itu adalah quick wins.

Quick wins suatu yang lazim dalam suatu organisasi karena merupakan program unggulan dari seorang pemimpin. Jangankan di level kementerian, di level sekolah saja tidak sedikit kepala sekolah melakukan quick wins dalam pengelolaan sekolah. Kita bisa temukan jika di suatu sekolah terjadi pergantian kepala sekolah, maka program kegiatan yang dilakukan kepala sekolah baru jarang yang melanjutkan program kepala sekolah yang lama, melainkan diganti dengan program baru sesuai dengan misi dan visi kepala sekolah tersebut. Contoh kecil misalnya warna cat sekolah karena tidak sesuai selera kepala sekolah baru walaupun masih baik, maka dilakukan pengecatan ulang. Kenapa demikaian? Karena dengan quick wins program pemimpin yang baru nampak terlihat adanya perubahan, berbeda jika hanya melanjutkan program lama bisa-bisa disebut kurang iovatif dan kreatif.

Penulis setuju dengan pendapat Prof. Cewan bahwa dalam pengelolaan pendidikan perlu adanya grand desain yang bisa menjadi acuan siapapun yang menjadi pemimpin. Kenapa penulis setuju karena merujuk pada pendapat Feter Druker yang menyatakan, ”Only three thing happen naturaly in organization friction, compusion, and under ferformnce everything else requires leaderhship.” Menurut Druker faktor kemimpinan sangat menentukan baik buruknya suatu kebijakan karena jika pemimpin kurang optimal dalam merumuskan kebijakan maka akan menimbulkan friksi, kebingungan dan kinerja yang kurang baik.

Terkait dengan kebijakan pendidikan, Mendikbud sebagai pembantu presiden dalam merumuskan quick wins sebagaimanan pada Renstra 2020-2024 sudah barang tentu telah dirumuskan dengan matang senantiasa mengacu pada konsep SWOT analisis. Dan jika kebijakan yang diluncurkan menimbulkan pro dan kontra, ada dua kemungkinan yang terjadi. Perumusan quick wins yang kurang tepat atau kita yang belum bisa mencerna quink wins yang diluncurkan. Apalagi sebagaimana telah dinyatakan oleh Presiden Jokowi yang mengacu pada analogi whatshap konon kita ini mudah melakukan SEND namun lemah dalam hal Delivery. Kita harus meyakini bahwa quick win yang dirumuskan oleh siapapun yang terpilih menjadi pemimpin, apakah Menteri Pendidikan, kepala dinas pendidikan, atau kepala sekolah adalah demi mewujudkan pendidikan yang bermutu yang menghasilkan peserta didik yang cerdas, terampil, dan berkarakter. Semoga ada cahaya terang... ***

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...