Penulis: Dr. Fenti Inayati, S.Pd.I., M.Ag.
Dr. Fenti Inayati, S.Pd.I., M.Ag.
Oleh Dr. Fenti Inayati, S.Pd.I., M.Ag.
(Pengawas
Dinas Pendidikan Kab. Garut & Wakil Dekan Fakultas Tarbiyah IAI Persis
Garut)
Dalam
pidatonya pa mentri Mu’thi tentang deep learning, beliau menyampaikan yaitu
saat Kuliah pertama S2 di Australia beliau mendapatkan ilmu tentang psikologi
kognitif sehingga mengenal pada konsep deep learning. Hal ini menunjukkan bahwa
deep learning bukanlah sesuatu yang baru. Jika dikaitkan dengan hasanah atau
tradisi pendidikan Islam, pendekatan ini sebenarnya telah lama diterapkan,
meskipun dengan istilah yang berbeda. Dalam tradisi pendidikan pesantren dan
madrasah, pembelajaran menekankan ilmu yang tertanam dalam diri, dikuasai
dengan baik, diinternalisasi, dan diamalkan—bukan sekadar memahami apa yang
tertulis di buku. Prinsip ini tercermin dari mahfudzat yang diajarkan kepada
santri yang termaktub dalam Sebuah syair:
“AL-Ilmu
maa fiis shudur laa fis suthur”“Ilmu itu
apa yang ada di dada, bukan di tulisan” , menegaskan keselarasan antara deep
learning dan filosofi pendidikan Islam.
Sebagai
pendekatan yang memiliki akar dalam tradisi Islam, P Mu’thi sempat memperkenalkan konsep ini secara
formal dalam pidato pengukuhan guru besar
beliau di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2020. Dalam pidato
tersebut, beliau mengangkat topik
pendidikan agama Islam yang pluralistis, di mana penerapan pendekatan deep
learning menjadi salah satu elemen penting. Hal ini menegaskan bahwa
pembelajaran mendalam tidak hanya relevan secara akademis tetapi juga menyentuh
nilai-nilai pendidikan yang telah lama dijunjung dalam tradisi Islam.
Istilah
deep learning dalam konteks pendidikan sering dibandingkan dengan dua
pendekatan lainnya, yaitu surface learning dan achievement learning. Surface
learning merujuk pada pembelajaran yang hanya menyentuh permukaan, di mana
seseorang belajar hanya untuk mengetahui sesuatu tanpa memahami maknanya. Siswa
dalam pendekatan ini hanya mengumpulkan pengetahuan tanpa mengetahui alasan
mengapa mereka mempelajari hal tersebut. Mereka cenderung menghafal materi
untuk ujian dan hanya fokus pada kemampuan menjawab soal tanpa adanya pemahaman
yang mendalam. Sebagai contoh, dalam surface learning, seorang siswa mungkin
hanya mengetahui siapa ketua umum APSI atau siapa menteri pendidikan dasar dan
menengah, tetapi tanpa mengerti konteks atau makna di balik informasi tersebut.
Selanjutnya,
achievement learning berfokus pada pencapaian, di mana orientasi pembelajaran
terletak pada hasil, seperti nilai dan ranking. Siswa belajar untuk memperoleh
skor tinggi pada ujian dan cenderung hanya mempelajari materi yang kemungkinan
besar akan keluar dalam ujian. Pendekatan ini sering kali menyebabkan siswa
mencari cara instan seperti bocoran soal atau latihan soal yang tidak berkaitan
dengan pemahaman mendalam. Meskipun demikian, pencapaian dalam achievement
learning tidak selalu diikuti oleh pemahaman yang mendalam, melainkan hanya
fokus pada bagaimana siswa bisa lulus ujian dan mendapatkan nilai yang baik.
Berbeda
dengan kedua pendekatan tersebut, deep learning menekankan pembelajaran yang
mendalam, di mana siswa belajar untuk benar-benar memahami dan
menginternalisasi materi yang dipelajari. Deep learning bukan hanya sekadar
menghafal fakta, tetapi berusaha memberikan makna dan relevansi bagi siswa
tentang apa yang mereka pelajari. Dalam tradisi pendidikan Islam, hal ini
tercermin dalam konsep "’ilmun Yuntafa’u bihi (ilmu yang
bermanfaat)," yang mengarah pada pemahaman yang dapat diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, seseorang yang mempelajari sejarah tidak
hanya mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi, tetapi juga memahami
dampaknya dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kehidupan saat ini.
Dalam
pendekatan deep learning, pengetahuan tidak hanya dianggap sebagai fakta yang
statis, tetapi sebagai informasi yang hidup dan berguna. Proses pembelajaran
ini melibatkan penciptaan pengetahuan baru, atau dalam teori disebut dengan
construction of knowledge. Dengan demikian, siswa tidak hanya memperoleh
informasi, tetapi juga mampu menciptakan pengetahuan yang bermanfaat. Sebagai
contoh, dalam tradisi pesantren dan pendidikan Islam, pembelajaran lebih dari
sekadar menyalin pengetahuan. Ini adalah proses yang mengarah pada pemahaman
yang lebih dalam tentang hakikat ilmu dan bagaimana ilmu tersebut dapat
diterapkan untuk kebaikan.
Oleh
karena itu, deep learning sangat menekankan pada proses di mana siswa belajar
untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat, yang tidak hanya digunakan untuk lulus
ujian atau mendapatkan nilai tinggi, tetapi juga untuk meningkatkan pemahaman
dan penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan. Deep learning memungkinkan siswa
untuk menghubungkan fakta-fakta yang mereka pelajari dengan pengalaman pribadi
dan konteks sosial mereka, sehingga pengetahuan yang mereka peroleh tidak
menjadi sekadar fakta mati, melainkan sesuatu yang relevan dan bermanfaat.
Deep
learning meniscayakan sebuah proses pembelajaran di mana kita memperoleh ilmu
dengan orientasi pertama untuk mendapatkan pemahaman. Informasi yang diberikan
bukan hanya fakta-fakta mati, tetapi fakta-fakta yang hidup dan dapat diberi
makna. Agar pengetahuan itu bermanfaat, kita harus mengaitkannya dengan situasi
nyata dan proses. Sebagai contoh, deklaratif knowledge (knowledge about
"what") dapat berkembang menjadi prosedural knowledge (knowledge
about "how"), yang lebih berfokus pada cara kita memecahkan masalah
atau melakukan sesuatu. Misalnya, bagaimana kita sampai ke Mojokerto dari
Jakarta, bukan hanya sekadar mengetahui fakta bahwa Jogjakarta itu ada, tetapi
bagaimana cara kita sampai ke sana menggunakan transportasi yang tepat.
Proses
ini tidak berhenti pada pemahaman fakta, tetapi bagaimana fakta tersebut bisa
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ketika kita belajar
bahasa, kita tidak hanya menghafal aturan, tetapi kita juga perlu mengetahui
bagaimana menggunakan aturan tersebut dalam konteks yang lebih luas. Dengan
demikian, prosedural knowledge memberi kita alat untuk menghadapi masalah yang
lebih kompleks. Namun, penting juga untuk mengetahui mengapa kita mempelajari
sesuatu. Jika kita tidak melihat gunanya, kita mungkin akan kehilangan motivasi
untuk belajar.
Dalam
deep learning, kita diajarkan tidak hanya bagaimana cara mempelajari sesuatu,
tetapi juga mengapa kita mempelajarinya. Pembelajaran yang mendalam memberi
kita makna dan manfaat yang jelas, sehingga kita merasa terlibat dan
termotivasi. Oleh karena itu, pembelajaran yang menyeluruh harus berfokus pada
pemahaman makna dari apa yang kita pelajari, agar kita tahu bahwa ilmu yang
kita peroleh akan bermanfaat di masa depan. Hal ini membuat pembelajaran
menjadi lebih terarah dan mendalam, bukan sekadar untuk mencapai nilai atau
hasil yang diinginkan.
Selain
itu, dalam proses pembelajaran yang mendalam, ada aspek yang disebut dengan
"mindful learning." Mindful learning adalah proses di mana murid
terlibat penuh dalam pembelajaran dengan memahami tujuan dan cara belajar yang
sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Misalnya, guru tidak hanya
menyampaikan informasi dari teks, tetapi juga mendorong murid untuk bertanya,
berdiskusi, dan mengeksplorasi materi lebih dalam, sehingga murid bisa memahami
dan mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dengan cara yang praktis.
Dalam
pembelajaran yang mendalam, murid juga harus diberikan kesempatan untuk
merefleksikan apa yang sudah dipelajari. Refleksi ini penting untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman yang telah dicapai dan di mana kekurangan yang perlu
diperbaiki. Proses ini harus dilakukan dengan cara yang tidak menghakimi,
sehingga murid bisa melihat kekurangan dan kelebihan mereka sendiri tanpa
merasa terbebani oleh penilaian yang negatif. Guru berperan sebagai pembimbing
yang membantu murid untuk menemukan cara belajar yang lebih baik dan
memperbaiki kelemahan mereka.
Proses
ini harus melibatkan semua murid, bukan hanya sebagian dari mereka.
Pembelajaran yang inklusif membuat semua murid merasa dihargai dan memiliki
kesempatan yang sama untuk berkembang. Dalam hal ini, guru harus memastikan
bahwa setiap murid diberi perhatian yang seimbang, sehingga mereka merasa
terlibat dalam proses belajar secara menyeluruh. Dengan cara ini, deep learning
akan menciptakan suasana yang tidak hanya menyenangkan tetapi juga bermakna,
karena murid merasa dihargai dan termotivasi untuk terus belajar.
Kesimpulannya,
deep learning adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman mendalam,
keterlibatan aktif, dan makna dari apa yang dipelajari. Proses ini tidak hanya
berfokus pada hafalan fakta, tetapi juga pada bagaimana cara kita
mengaplikasikan ilmu yang didapatkan. Oleh karena itu, guru harus memastikan
bahwa proses pembelajaran berjalan dengan baik, dengan memberikan ruang bagi
murid untuk berefleksi, mengaplikasikan pengetahuan, dan menemukan manfaat yang
lebih luas dari apa yang mereka pelajari.
Berikut
adalah penjelasan yang lebih sederhana dengan contoh yang dapat membantu
memahami konsep-konsep yang dibahas:
1. Pengetahuan Deklaratif vs. Prosedural
o Pengetahuan deklaratif adalah
pengetahuan tentang fakta. Misalnya, "Mojokerto" adalah nama sebuah
kota. Ini adalah informasi yang sifatnya hanya tahu, tanpa mengetahui bagaimana
cara menggunakannya.
o Pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan sesuatu. Misalnya, jika seseorang
ingin pergi ke Mojokerto, dia perlu mengetahui langkah-langkah seperti
"Naik pesawat ke Surabaya" dan "Naik mobil ke Mojokerto."
Ini adalah pengetahuan yang lebih mendalam karena menghubungkan fakta dengan
tindakan nyata.
2. Mengapa Belajar Itu Penting
o Ketika kita belajar sesuatu, penting
bagi kita untuk mengetahui mengapa kita mempelajarinya. Misalnya, saat belajar
matematika, kita tidak hanya belajar cara menghitung, tetapi juga memahami
mengapa itu penting, seperti untuk menghitung waktu salat atau untuk pembagian
waris dalam hukum Islam.
3. Mindful Learning (Pembelajaran yang
Sadar)
o Pembelajaran yang sadar melibatkan
murid dalam proses aktif. Misalnya, ketika belajar tentang Zoom, seorang guru
dapat bertanya kepada muridnya, "Siapa yang sudah tahu tentang Zoom?"
atau "Bagaimana cara Zoom membantu dalam kegiatan pembelajaran?" Ini
membuat murid berpikir lebih mendalam dan merasa terlibat.
4. Meaningful Learning (Pembelajaran yang
Bermakna)
o Pembelajaran menjadi bermakna ketika
murid tahu manfaatnya. Misalnya, seorang murid belajar sejarah bukan hanya
untuk menghafal tanggal, tetapi untuk memahami bagaimana peristiwa sejarah
mempengaruhi kehidupan saat ini. Ini membuat murid lebih termotivasi untuk
belajar karena mereka merasa pengetahuan itu berguna.
5. Joyful Learning (Pembelajaran yang
Menyenangkan)
o Pembelajaran yang menyenangkan bukan
hanya tentang membuat murid tertawa, tetapi lebih kepada menciptakan suasana
yang penuh antusiasme. Ketika murid merasa dihargai dan dilibatkan, mereka akan
lebih semangat belajar. Misalnya, jika guru memberikan kesempatan kepada murid
untuk berbagi pengalaman pribadi, ini akan membuat proses belajar lebih
menyenangkan.
6. Pembelajaran yang Tidak Terpisah
o Pembelajaran yang dalam tidak hanya
fokus pada satu mata pelajaran saja, tetapi menghubungkan berbagai bidang ilmu.
Misalnya, saat belajar matematika, murid juga bisa belajar tentang bagaimana
matematika berhubungan dengan kehidupan nyata, seperti saat menentukan arah
kiblat untuk salat. Ini membuat matematika lebih relevan dan tidak hanya
sebagai pelajaran abstrak.
7. Critical Thinking (Berpikir Kritis)
o Dalam deep learning, murid dilatih
untuk berpikir kritis. Mereka tidak hanya menerima informasi, tetapi
mempertanyakan dan menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman hidup mereka.
Misalnya, ketika belajar tentang air dalam ilmu agama, murid bisa berpikir
tentang apakah air laut masih bisa digunakan untuk bersuci, atau apakah air
hujan yang tercemar bisa digunakan untuk keperluan tertentu.
Pembelajaran
yang efektif melibatkan proses refleksi, di mana seseorang merenungkan apa yang
telah dipelajari, menyadari kesalahan, dan mencari cara untuk memperbaikinya.
Konsep ini dikenal sebagai mindful learning, yang menekankan pentingnya
keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran, di mana mereka tidak hanya
menerima informasi, tetapi juga memahami makna dan manfaat dari apa yang mereka
pelajari. Dalam proses ini, guru berperan penting dalam membimbing siswa agar
mereka dapat menemukan kesalahan mereka, memahami cara memperbaikinya, dan
merasa terlibat dalam pembelajaran.
Salah
satu konsep penting dalam mindful learning adalah metacognitive learning. Ini
berarti siswa memiliki kesadaran tentang apa yang mereka pelajari, mengetahui
di mana kekurangan mereka, serta memahami cara untuk memperbaikinya. Siswa yang
dapat melakukan hal ini akan lebih efektif dalam belajar karena mereka tidak
hanya sekadar menerima informasi, tetapi juga aktif mengolah dan mengevaluasi
pemahaman mereka sendiri.
Dalam
pembelajaran yang berbasis refleksi ini, siswa diajarkan untuk melakukan
self-observe learning outcome, yang artinya mereka melakukan observasi diri
terhadap hasil pembelajaran yang telah dicapai. Melalui proses ini, siswa dapat
mengidentifikasi bagian mana yang sudah dikuasai dan mana yang masih perlu
diperbaiki. Hal ini sangat penting karena memberikan kesempatan bagi siswa
untuk tumbuh dan berkembang, tidak hanya secara akademis tetapi juga dalam hal
keterampilan berpikir kritis.
Selain
itu, pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) juga merupakan bagian
integral dari proses ini. Siswa perlu memahami mengapa mereka belajar suatu
materi, bukan hanya apa yang mereka pelajari. Misalnya, mempelajari ilmu agama
seperti Al-Qur'an atau hadis, tidak hanya untuk menghafal teks, tetapi juga
untuk memahami penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini membuat
pembelajaran menjadi lebih relevan dan bermanfaat.
Dalam
prakteknya, pembelajaran yang bermakna ini tidak terpisah dari mata pelajaran
lainnya. Sebagai contoh, dalam pembelajaran Al-Qur'an yang menyebutkan tentang
tumbuh-tumbuhan, guru dapat mengajak siswa untuk mengaitkan ayat-ayat tersebut
dengan pengetahuan biologi tentang tumbuhan. Dengan cara ini, siswa dapat
melihat hubungan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya, yang membuat
pembelajaran menjadi lebih luas dan menyeluruh.
Guru
berperan sebagai fasilitator yang tidak hanya mengajarkan, tetapi juga
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan mengajak siswa untuk
terlibat langsung dalam diskusi dan eksplorasi, guru dapat membantu siswa
menemukan pemahaman yang lebih dalam dan mengembangkan kreativitas mereka.
Misalnya, saat mempelajari konsep dalam fi'il madzi, guru dapat mengajak siswa
untuk memodifikasi kalimat dalam bentuk fi'il lain, yang membantu mereka
memahami struktur bahasa lebih dalam dan mengembangkan kemampuan berpikir
kreatif.
Pembelajaran
yang menyenangkan (joyful learning) juga merupakan bagian dari proses ini.
Ketika siswa merasa bahwa apa yang mereka pelajari itu bermanfaat dan dapat
diaplikasikan dalam kehidupan mereka, mereka akan merasa lebih termotivasi
untuk terus belajar. Misalnya, ketika siswa belajar tentang pentingnya menjaga
kesehatan melalui pola makan yang baik, mereka dapat langsung merasakan
manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain
itu, pembelajaran ini juga mengajarkan siswa keterampilan yang tidak hanya
bersifat teknis, tetapi juga keterampilan soft skills, seperti keterampilan
berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan untuk mentransformasi pengetahuan
yang telah dipelajari. Ini menciptakan pengalaman belajar yang lebih holistik
dan tidak hanya berfokus pada pencapaian nilai akademis semata.
Implementasi
dari pembelajaran ini mempengaruhi kurikulum dan kebijakan pendidikan. Salah
satunya adalah pengurangan jumlah materi pelajaran yang diajarkan, namun dengan
memperkaya pemahaman materi tersebut. Dalam hal ini, guru tidak lagi terbebani
untuk mengajar banyak materi secara cepat, tetapi lebih fokus pada pemahaman
mendalam terhadap materi yang diajarkan.
Dengan
pendekatan ini, proses evaluasi dalam pendidikan juga mengalami perubahan.
Evaluasi tidak lagi hanya mengukur seberapa banyak materi yang telah
dipelajari, tetapi lebih menilai pemahaman dan kemampuan siswa dalam
mentransformasikan pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini menciptakan ruang
bagi siswa untuk belajar dengan lebih bebas dan mendalam tanpa tekanan untuk
memenuhi standar kuantitatif semata.
Berikut
adalah contoh penerapan konsep mindful learning dan deep learning dalam
beberapa mata pelajaran yang lebih mudah dipahami:
1. Matematika: Dalam pelajaran matematika,
siswa diajarkan tidak hanya untuk menghafal rumus, tetapi juga untuk memahami
konsep dasar di balik rumus tersebut. Misalnya, saat belajar tentang persamaan
linear, guru tidak hanya memberi contoh soal, tetapi juga menjelaskan bagaimana
persamaan linear digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti perhitungan
anggaran atau perencanaan waktu. Siswa kemudian diminta untuk mengevaluasi
pemahaman mereka dengan mencoba membuat contoh soal sendiri dan mencari tahu
apakah hasilnya benar. Hal ini mengajak siswa untuk terlibat aktif dan
reflektif terhadap materi yang dipelajari.
2. Sejarah: Dalam pelajaran sejarah, siswa
tidak hanya diminta untuk menghafal tanggal dan peristiwa, tetapi juga untuk
memahami konteks sosial, budaya, dan politik dari setiap peristiwa yang
terjadi. Misalnya, saat mempelajari Perang Dunia II, siswa diajak untuk
menganalisis penyebab perang dan dampaknya terhadap negara-negara yang
terlibat. Guru bisa memberikan tugas untuk siswa memikirkan bagaimana dunia
akan berbeda jika peristiwa tersebut tidak terjadi, yang membuat mereka
merenungkan pentingnya pemahaman sejarah dalam kehidupan sekarang.
3. Bahasa Indonesia: Di pelajaran Bahasa
Indonesia, selain mempelajari tata bahasa, siswa juga diminta untuk
menganalisis teks sastra atau artikel untuk memahami maksud dan pesan yang
ingin disampaikan oleh penulis. Misalnya, saat mempelajari puisi, siswa diajak
untuk menafsirkan makna puisi dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi
mereka. Mereka juga dapat diminta untuk menulis puisi mereka sendiri dengan
mengikuti pola yang telah dipelajari, yang mendorong mereka untuk berpikir
kreatif dan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.
4. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA): Di IPA,
pembelajaran tidak hanya terbatas pada penghafalan fakta ilmiah, tetapi juga
pada pemahaman konsep dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, saat
mempelajari proses fotosintesis, siswa diajak untuk mengamati tanaman di
sekitar mereka dan melihat bagaimana tanaman tersebut menyerap cahaya matahari
untuk menghasilkan makanan. Mereka kemudian diminta untuk mencatat pengamatan
mereka dan merenungkan bagaimana proses tersebut penting bagi kelangsungan
hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
5. Geografi: Di pelajaran geografi, siswa
tidak hanya diajarkan tentang peta atau letak geografis suatu tempat, tetapi
juga untuk memahami hubungan antara manusia dan lingkungan. Misalnya, saat
mempelajari tentang gunung berapi, siswa bisa diajak untuk memahami bagaimana
letusan gunung berapi mempengaruhi kehidupan sekitar dan bagaimana penduduk
setempat beradaptasi dengan kondisi tersebut. Mereka juga bisa diminta untuk
mencari informasi tentang gunung berapi di daerah mereka dan melihat bagaimana
masyarakat di sana mempersiapkan diri menghadapi potensi bencana.
Dengan
pendekatan seperti ini, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan, karena
siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga memahami bagaimana informasi
tersebut diterapkan dalam kehidupan mereka. Ini membuat proses belajar lebih
menyenangkan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis serta kreativitas
siswa.
Berikut
adalah contoh praktik pembelajaran deep learning pada mata pelajaran yang
memuat prinsip mindful learning, meaningful learning, joyful learning, serta
evaluasi berdasarkan taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes):
1. Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti
• Mindful Learning: Mulailah dengan
refleksi diri, mengajak siswa untuk merenungkan nilai-nilai agama dan budi
pekerti dalam kehidupan sehari-hari. lakukan tafakur sebentar atau sesi
perenungan untuk fokus pada pertanyaan seperti "Apa makna kebaikan dalam hidup
kita?"
• Meaningful Learning: Ajarkan
nilai-nilai agama dan budi pekerti melalui cerita kehidupan nyata atau kisah
dari tokoh agama, sehingga siswa dapat merasakan kaitan dengan pengalaman
mereka.
• Joyful Learning: Gunakan kegiatan
berbasis proyek, seperti diskusi kelompok atau permainan role-play untuk
menggambarkan situasi yang membutuhkan keputusan berbudi pekerti.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi dilakukan
dengan memberikan tugas yang mengharuskan siswa menjelaskan nilai budi pekerti
dalam tindakan nyata mereka, misalnya melalui esai atau laporan proyek yang
mencerminkan pemahaman konsep secara terstruktur.
2.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
• Mindful Learning: Ajak siswa untuk
merenung tentang pentingnya peran mereka dalam masyarakat, misalnya dengan
mempertanyakan bagaimana mereka berkontribusi terhadap kemajuan bangsa.
• Meaningful Learning: Gunakan studi
kasus atau simulasi debat untuk membahas isu-isu kebangsaan, seperti persatuan
dan keragaman, agar siswa dapat mengaitkan konsep dengan realitas sosial.
• Joyful Learning: Lakukan kegiatan
belajar berbasis kolaborasi, seperti penyusunan poster atau proyek kelompok
tentang pentingnya nilai Pancasila.
• Evaluasi SOLO: Uji pemahaman siswa
melalui proyek yang mengharuskan mereka untuk menjelaskan konsep-konsep
Pancasila dalam konteks kehidupan sosial dan politik, mengevaluasi keterampilan
mereka dalam merumuskan solusi atas masalah kebangsaan.
3.
Bahasa Indonesia
• Mindful Learning: Minta siswa untuk
mendengarkan teks sastra dengan penuh perhatian dan kemudian mendiskusikan
perasaan mereka setelah membacanya.
• Meaningful Learning: Ajak siswa untuk
menulis cerita atau puisi yang menggambarkan nilai-nilai yang mereka anggap
penting dalam kehidupan mereka, sehingga pembelajaran menjadi lebih personal.
• Joyful Learning: Selenggarakan lomba
debat atau storytelling untuk memberi kesempatan siswa mengekspresikan
pemikiran dan kreativitas mereka dengan cara yang menyenangkan.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi kemampuan
siswa dalam menulis dan menganalisis teks sastra atau karya tulis dengan
mengamati kedalaman analisis mereka (dari unistructural ke extended abstract).
4.
Matematika
• Mindful Learning: Ajarkan konsep
matematika dengan memberi waktu bagi siswa untuk berfokus pada langkah-langkah
dalam pemecahan masalah, dan refleksi bagaimana mereka menemukan solusi.
• Meaningful Learning: Berikan masalah
matematika yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya tentang
perhitungan belanja atau pengelolaan keuangan pribadi.
• Joyful Learning: Gunakan permainan atau
aktivitas kelompok untuk memecahkan teka-teki matematika atau tantangan,
sehingga siswa merasa tertantang dan menikmati prosesnya.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi dilakukan
dengan soal-soal yang mengukur tingkat pemahaman konsep matematika, mulai dari
pemahaman dasar (unistructural) hingga penerapan dan analisis lebih lanjut
(extended abstract).
5. Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA)
• Mindful Learning: Ajak siswa untuk
memperhatikan dan mengamati fenomena alam dengan seksama, seperti proses
fotosintesis atau perubahan cuaca, serta melibatkan mereka dalam eksperimen.
• Meaningful Learning: Berikan
eksperimen yang menunjukkan langsung konsep-konsep ilmiah, seperti percobaan
dengan tumbuhan untuk mengamati proses fotosintesis.
• Joyful Learning: Lakukan percakapan
interaktif dan eksperimen kelompok yang menyenangkan untuk menjelaskan
konsep-konsep alam seperti hukum Newton atau siklus air.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi melalui
laporan eksperimen yang mengharuskan siswa menjelaskan temuan mereka dengan
level pemahaman yang mendalam (dari unistructural ke extended abstract).
6. Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS)
• Mindful Learning: Ajak siswa untuk
merenung tentang pentingnya mempelajari sejarah dan perubahan sosial untuk
memahami dunia mereka saat ini.
• Meaningful Learning: Gunakan studi
kasus sejarah atau masalah sosial kontemporer untuk mengaitkan konsep-konsep
IPS dengan kehidupan sehari-hari.
• Joyful Learning: Ajak siswa
berdiskusi atau berperan dalam simulasi untuk memahami fenomena sosial dan
sejarah dalam konteks yang lebih hidup.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi dengan proyek
atau presentasi di mana siswa dapat menunjukkan pemahaman mereka tentang
perubahan sosial atau sejarah, dari pengetahuan dasar (unistructural) hingga
sintesis informasi (extended abstract).
7.
Bahasa Inggris
• Mindful Learning: Ajak siswa untuk
mendengarkan percakapan dalam bahasa Inggris dengan fokus, baik itu cerita,
lagu, atau wawancara.
• Meaningful Learning: Gunakan situasi
nyata, seperti role-play atau debat, untuk memungkinkan siswa berlatih bahasa
Inggris dalam konteks yang relevan.
• Joyful Learning: Organisir lomba
pidato atau teater untuk memberi kesempatan siswa untuk berkreasi dan menikmati
penggunaan bahasa Inggris secara lebih santai.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi dilakukan
dengan tugas berbicara atau menulis, di mana siswa menunjukkan kemampuan
berbahasa Inggris secara terstruktur dan mendalam.
8. Seni
Budaya
• Mindful Learning: Ajak siswa untuk
terlibat secara aktif dalam mengenali unsur seni dalam berbagai bentuk (musik,
tari, lukisan) dengan penuh perhatian.
• Meaningful Learning: Berikan
kesempatan kepada siswa untuk menciptakan karya seni berdasarkan tema yang
dekat dengan pengalaman pribadi mereka, seperti lukisan yang mencerminkan
perasaan mereka.
• Joyful Learning: Gunakan pendekatan
kreatif, seperti bekerja dalam kelompok untuk membuat pertunjukan seni yang
menyenangkan dan kolaboratif.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi berdasarkan
karya seni yang dihasilkan siswa, menilai kemampuan mereka untuk mengeksplorasi
konsep seni dengan mendalam (dari unistructural ke extended abstract).
9.
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (Penjasorkes)
• Mindful Learning: Ajak siswa untuk
berlatih konsentrasi dan teknik olahraga dengan penuh perhatian, mengajarkan
pentingnya kontrol diri dalam kegiatan fisik.
• Meaningful Learning: Berikan konteks
nyata tentang bagaimana olahraga dan kesehatan dapat meningkatkan kualitas
hidup dan kesejahteraan mereka.
• Joyful Learning: Buat sesi olahraga
yang menyenangkan, seperti pertandingan atau tantangan yang melibatkan seluruh
kelas dalam kegiatan fisik yang interaktif.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi dilakukan
dengan melihat tingkat keterampilan siswa dalam olahraga atau penerapan prinsip
kesehatan, baik dari tingkat dasar (unistructural) hingga analisis strategi atau
pencapaian (extended abstract).
10.
Prakarya
• Mindful Learning: Ajak siswa untuk
fokus pada proses pembuatan karya, memperhatikan detail dan teknik yang
digunakan.
• Meaningful Learning: Berikan proyek
prakarya yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, seperti membuat barang daur
ulang atau kerajinan tangan yang dapat digunakan di rumah.
• Joyful Learning: Buat kegiatan
prakarya yang menyenangkan, dengan memberikan kesempatan siswa untuk memilih
bahan dan bentuk karya mereka sendiri.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi berdasarkan
karya yang dihasilkan, melihat dari pemahaman dasar (unistructural) hingga
kreativitas dan penerapan teknik yang lebih kompleks (extended abstract).
11.
Bahasa Daerah
• Mindful Learning: Ajak siswa untuk
fokus pada pelafalan dan pemahaman kosa kata dalam bahasa daerah, serta
menghargai nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
• Meaningful Learning: Gunakan cerita
atau lagu-lagu daerah untuk menghubungkan siswa dengan budaya mereka dan
menjadikan pembelajaran lebih personal.
• Joyful Learning: Lakukan permainan
bahasa daerah atau dialog dalam kelompok untuk melatih kemampuan berbicara
dengan cara yang menyenangkan.
• Evaluasi SOLO: Evaluasi melalui
percakapan atau tulisan yang menggunakan bahasa daerah, mengukur tingkat
pemahaman siswa dari kemampuan dasar (unistructural) hingga penguasaan lebih
mendalam (extended abstract).
Dengan
mengintegrasikan prinsip mindful learning, meaningful learning, joyful
learning, dan evaluasi taksonomi SOLO dalam pembelajaran, siswa dapat lebih
terlibat, menikmati, dan memahami materi secara mendalam, serta mengaplikasikan
pengetahuan dalam kehidupan nyata.
Sekian
...
Jazaakumullaahu
Khairan katsiira