DEEP LEARNING Bagian 1

Penulis: Dr. Fenti Inayati, S.Pd.I., M.Ag.

Dibaca: 777 kali

Dr. Fenti Inayati, S.Pd.I., M.Ag.

Oleh Dr. Fenti Inayati, S.Pd.I., M.Ag.

(Pengawas Dinas Pendidikan Kab. Garut & Wakil Dekan Fakultas Tarbiyah IAI Persis Garut)

 

Dalam pidatonya pa mentri Mu’thi tentang deep learning, beliau menyampaikan yaitu saat Kuliah pertama S2 di Australia beliau mendapatkan ilmu tentang psikologi kognitif sehingga mengenal pada konsep deep learning. Hal ini menunjukkan bahwa deep learning bukanlah sesuatu yang baru. Jika dikaitkan dengan hasanah atau tradisi pendidikan Islam, pendekatan ini sebenarnya telah lama diterapkan, meskipun dengan istilah yang berbeda. Dalam tradisi pendidikan pesantren dan madrasah, pembelajaran menekankan ilmu yang tertanam dalam diri, dikuasai dengan baik, diinternalisasi, dan diamalkan—bukan sekadar memahami apa yang tertulis di buku. Prinsip ini tercermin dari mahfudzat yang diajarkan kepada santri yang termaktub dalam Sebuah syair:

“AL-Ilmu maa fiis shudur  laa fis suthur”“Ilmu itu apa yang ada di dada, bukan di tulisan” , menegaskan keselarasan antara deep learning dan filosofi pendidikan Islam.

Sebagai pendekatan yang memiliki akar dalam tradisi Islam, P Mu’thi  sempat memperkenalkan konsep ini secara formal dalam pidato pengukuhan guru besar  beliau di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2020. Dalam pidato tersebut, beliau  mengangkat topik pendidikan agama Islam yang pluralistis, di mana penerapan pendekatan deep learning menjadi salah satu elemen penting. Hal ini menegaskan bahwa pembelajaran mendalam tidak hanya relevan secara akademis tetapi juga menyentuh nilai-nilai pendidikan yang telah lama dijunjung dalam tradisi Islam.

Istilah deep learning dalam konteks pendidikan sering dibandingkan dengan dua pendekatan lainnya, yaitu surface learning dan achievement learning. Surface learning merujuk pada pembelajaran yang hanya menyentuh permukaan, di mana seseorang belajar hanya untuk mengetahui sesuatu tanpa memahami maknanya. Siswa dalam pendekatan ini hanya mengumpulkan pengetahuan tanpa mengetahui alasan mengapa mereka mempelajari hal tersebut. Mereka cenderung menghafal materi untuk ujian dan hanya fokus pada kemampuan menjawab soal tanpa adanya pemahaman yang mendalam. Sebagai contoh, dalam surface learning, seorang siswa mungkin hanya mengetahui siapa ketua umum APSI atau siapa menteri pendidikan dasar dan menengah, tetapi tanpa mengerti konteks atau makna di balik informasi tersebut.

Selanjutnya, achievement learning berfokus pada pencapaian, di mana orientasi pembelajaran terletak pada hasil, seperti nilai dan ranking. Siswa belajar untuk memperoleh skor tinggi pada ujian dan cenderung hanya mempelajari materi yang kemungkinan besar akan keluar dalam ujian. Pendekatan ini sering kali menyebabkan siswa mencari cara instan seperti bocoran soal atau latihan soal yang tidak berkaitan dengan pemahaman mendalam. Meskipun demikian, pencapaian dalam achievement learning tidak selalu diikuti oleh pemahaman yang mendalam, melainkan hanya fokus pada bagaimana siswa bisa lulus ujian dan mendapatkan nilai yang baik.

Berbeda dengan kedua pendekatan tersebut, deep learning menekankan pembelajaran yang mendalam, di mana siswa belajar untuk benar-benar memahami dan menginternalisasi materi yang dipelajari. Deep learning bukan hanya sekadar menghafal fakta, tetapi berusaha memberikan makna dan relevansi bagi siswa tentang apa yang mereka pelajari. Dalam tradisi pendidikan Islam, hal ini tercermin dalam konsep "’ilmun Yuntafa’u bihi (ilmu yang bermanfaat)," yang mengarah pada pemahaman yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, seseorang yang mempelajari sejarah tidak hanya mengetahui peristiwa-peristiwa yang terjadi, tetapi juga memahami dampaknya dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kehidupan saat ini.

Dalam pendekatan deep learning, pengetahuan tidak hanya dianggap sebagai fakta yang statis, tetapi sebagai informasi yang hidup dan berguna. Proses pembelajaran ini melibatkan penciptaan pengetahuan baru, atau dalam teori disebut dengan construction of knowledge. Dengan demikian, siswa tidak hanya memperoleh informasi, tetapi juga mampu menciptakan pengetahuan yang bermanfaat. Sebagai contoh, dalam tradisi pesantren dan pendidikan Islam, pembelajaran lebih dari sekadar menyalin pengetahuan. Ini adalah proses yang mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat ilmu dan bagaimana ilmu tersebut dapat diterapkan untuk kebaikan.

Oleh karena itu, deep learning sangat menekankan pada proses di mana siswa belajar untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat, yang tidak hanya digunakan untuk lulus ujian atau mendapatkan nilai tinggi, tetapi juga untuk meningkatkan pemahaman dan penerapan ilmu tersebut dalam kehidupan. Deep learning memungkinkan siswa untuk menghubungkan fakta-fakta yang mereka pelajari dengan pengalaman pribadi dan konteks sosial mereka, sehingga pengetahuan yang mereka peroleh tidak menjadi sekadar fakta mati, melainkan sesuatu yang relevan dan bermanfaat.

Deep learning meniscayakan sebuah proses pembelajaran di mana kita memperoleh ilmu dengan orientasi pertama untuk mendapatkan pemahaman. Informasi yang diberikan bukan hanya fakta-fakta mati, tetapi fakta-fakta yang hidup dan dapat diberi makna. Agar pengetahuan itu bermanfaat, kita harus mengaitkannya dengan situasi nyata dan proses. Sebagai contoh, deklaratif knowledge (knowledge about "what") dapat berkembang menjadi prosedural knowledge (knowledge about "how"), yang lebih berfokus pada cara kita memecahkan masalah atau melakukan sesuatu. Misalnya, bagaimana kita sampai ke Mojokerto dari Jakarta, bukan hanya sekadar mengetahui fakta bahwa Jogjakarta itu ada, tetapi bagaimana cara kita sampai ke sana menggunakan transportasi yang tepat.

Proses ini tidak berhenti pada pemahaman fakta, tetapi bagaimana fakta tersebut bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ketika kita belajar bahasa, kita tidak hanya menghafal aturan, tetapi kita juga perlu mengetahui bagaimana menggunakan aturan tersebut dalam konteks yang lebih luas. Dengan demikian, prosedural knowledge memberi kita alat untuk menghadapi masalah yang lebih kompleks. Namun, penting juga untuk mengetahui mengapa kita mempelajari sesuatu. Jika kita tidak melihat gunanya, kita mungkin akan kehilangan motivasi untuk belajar.

Dalam deep learning, kita diajarkan tidak hanya bagaimana cara mempelajari sesuatu, tetapi juga mengapa kita mempelajarinya. Pembelajaran yang mendalam memberi kita makna dan manfaat yang jelas, sehingga kita merasa terlibat dan termotivasi. Oleh karena itu, pembelajaran yang menyeluruh harus berfokus pada pemahaman makna dari apa yang kita pelajari, agar kita tahu bahwa ilmu yang kita peroleh akan bermanfaat di masa depan. Hal ini membuat pembelajaran menjadi lebih terarah dan mendalam, bukan sekadar untuk mencapai nilai atau hasil yang diinginkan.

Selain itu, dalam proses pembelajaran yang mendalam, ada aspek yang disebut dengan "mindful learning." Mindful learning adalah proses di mana murid terlibat penuh dalam pembelajaran dengan memahami tujuan dan cara belajar yang sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Misalnya, guru tidak hanya menyampaikan informasi dari teks, tetapi juga mendorong murid untuk bertanya, berdiskusi, dan mengeksplorasi materi lebih dalam, sehingga murid bisa memahami dan mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dengan cara yang praktis.

Dalam pembelajaran yang mendalam, murid juga harus diberikan kesempatan untuk merefleksikan apa yang sudah dipelajari. Refleksi ini penting untuk mengetahui sejauh mana pemahaman yang telah dicapai dan di mana kekurangan yang perlu diperbaiki. Proses ini harus dilakukan dengan cara yang tidak menghakimi, sehingga murid bisa melihat kekurangan dan kelebihan mereka sendiri tanpa merasa terbebani oleh penilaian yang negatif. Guru berperan sebagai pembimbing yang membantu murid untuk menemukan cara belajar yang lebih baik dan memperbaiki kelemahan mereka.

Proses ini harus melibatkan semua murid, bukan hanya sebagian dari mereka. Pembelajaran yang inklusif membuat semua murid merasa dihargai dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang. Dalam hal ini, guru harus memastikan bahwa setiap murid diberi perhatian yang seimbang, sehingga mereka merasa terlibat dalam proses belajar secara menyeluruh. Dengan cara ini, deep learning akan menciptakan suasana yang tidak hanya menyenangkan tetapi juga bermakna, karena murid merasa dihargai dan termotivasi untuk terus belajar.

Kesimpulannya, deep learning adalah pendekatan yang menekankan pada pemahaman mendalam, keterlibatan aktif, dan makna dari apa yang dipelajari. Proses ini tidak hanya berfokus pada hafalan fakta, tetapi juga pada bagaimana cara kita mengaplikasikan ilmu yang didapatkan. Oleh karena itu, guru harus memastikan bahwa proses pembelajaran berjalan dengan baik, dengan memberikan ruang bagi murid untuk berefleksi, mengaplikasikan pengetahuan, dan menemukan manfaat yang lebih luas dari apa yang mereka pelajari.

Berikut adalah penjelasan yang lebih sederhana dengan contoh yang dapat membantu memahami konsep-konsep yang dibahas:

1.         Pengetahuan Deklaratif vs. Prosedural

o          Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang fakta. Misalnya, "Mojokerto" adalah nama sebuah kota. Ini adalah informasi yang sifatnya hanya tahu, tanpa mengetahui bagaimana cara menggunakannya.

o          Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan sesuatu. Misalnya, jika seseorang ingin pergi ke Mojokerto, dia perlu mengetahui langkah-langkah seperti "Naik pesawat ke Surabaya" dan "Naik mobil ke Mojokerto." Ini adalah pengetahuan yang lebih mendalam karena menghubungkan fakta dengan tindakan nyata.

2.         Mengapa Belajar Itu Penting

o          Ketika kita belajar sesuatu, penting bagi kita untuk mengetahui mengapa kita mempelajarinya. Misalnya, saat belajar matematika, kita tidak hanya belajar cara menghitung, tetapi juga memahami mengapa itu penting, seperti untuk menghitung waktu salat atau untuk pembagian waris dalam hukum Islam.

3.         Mindful Learning (Pembelajaran yang Sadar)

o          Pembelajaran yang sadar melibatkan murid dalam proses aktif. Misalnya, ketika belajar tentang Zoom, seorang guru dapat bertanya kepada muridnya, "Siapa yang sudah tahu tentang Zoom?" atau "Bagaimana cara Zoom membantu dalam kegiatan pembelajaran?" Ini membuat murid berpikir lebih mendalam dan merasa terlibat.

4.         Meaningful Learning (Pembelajaran yang Bermakna)

o          Pembelajaran menjadi bermakna ketika murid tahu manfaatnya. Misalnya, seorang murid belajar sejarah bukan hanya untuk menghafal tanggal, tetapi untuk memahami bagaimana peristiwa sejarah mempengaruhi kehidupan saat ini. Ini membuat murid lebih termotivasi untuk belajar karena mereka merasa pengetahuan itu berguna.

5.         Joyful Learning (Pembelajaran yang Menyenangkan)

o          Pembelajaran yang menyenangkan bukan hanya tentang membuat murid tertawa, tetapi lebih kepada menciptakan suasana yang penuh antusiasme. Ketika murid merasa dihargai dan dilibatkan, mereka akan lebih semangat belajar. Misalnya, jika guru memberikan kesempatan kepada murid untuk berbagi pengalaman pribadi, ini akan membuat proses belajar lebih menyenangkan.

6.         Pembelajaran yang Tidak Terpisah

o          Pembelajaran yang dalam tidak hanya fokus pada satu mata pelajaran saja, tetapi menghubungkan berbagai bidang ilmu. Misalnya, saat belajar matematika, murid juga bisa belajar tentang bagaimana matematika berhubungan dengan kehidupan nyata, seperti saat menentukan arah kiblat untuk salat. Ini membuat matematika lebih relevan dan tidak hanya sebagai pelajaran abstrak.

7.         Critical Thinking (Berpikir Kritis)

o          Dalam deep learning, murid dilatih untuk berpikir kritis. Mereka tidak hanya menerima informasi, tetapi mempertanyakan dan menghubungkan pengetahuan dengan pengalaman hidup mereka. Misalnya, ketika belajar tentang air dalam ilmu agama, murid bisa berpikir tentang apakah air laut masih bisa digunakan untuk bersuci, atau apakah air hujan yang tercemar bisa digunakan untuk keperluan tertentu.

Pembelajaran yang efektif melibatkan proses refleksi, di mana seseorang merenungkan apa yang telah dipelajari, menyadari kesalahan, dan mencari cara untuk memperbaikinya. Konsep ini dikenal sebagai mindful learning, yang menekankan pentingnya keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran, di mana mereka tidak hanya menerima informasi, tetapi juga memahami makna dan manfaat dari apa yang mereka pelajari. Dalam proses ini, guru berperan penting dalam membimbing siswa agar mereka dapat menemukan kesalahan mereka, memahami cara memperbaikinya, dan merasa terlibat dalam pembelajaran.

Salah satu konsep penting dalam mindful learning adalah metacognitive learning. Ini berarti siswa memiliki kesadaran tentang apa yang mereka pelajari, mengetahui di mana kekurangan mereka, serta memahami cara untuk memperbaikinya. Siswa yang dapat melakukan hal ini akan lebih efektif dalam belajar karena mereka tidak hanya sekadar menerima informasi, tetapi juga aktif mengolah dan mengevaluasi pemahaman mereka sendiri.

Dalam pembelajaran yang berbasis refleksi ini, siswa diajarkan untuk melakukan self-observe learning outcome, yang artinya mereka melakukan observasi diri terhadap hasil pembelajaran yang telah dicapai. Melalui proses ini, siswa dapat mengidentifikasi bagian mana yang sudah dikuasai dan mana yang masih perlu diperbaiki. Hal ini sangat penting karena memberikan kesempatan bagi siswa untuk tumbuh dan berkembang, tidak hanya secara akademis tetapi juga dalam hal keterampilan berpikir kritis.

Selain itu, pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) juga merupakan bagian integral dari proses ini. Siswa perlu memahami mengapa mereka belajar suatu materi, bukan hanya apa yang mereka pelajari. Misalnya, mempelajari ilmu agama seperti Al-Qur'an atau hadis, tidak hanya untuk menghafal teks, tetapi juga untuk memahami penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini membuat pembelajaran menjadi lebih relevan dan bermanfaat.

Dalam prakteknya, pembelajaran yang bermakna ini tidak terpisah dari mata pelajaran lainnya. Sebagai contoh, dalam pembelajaran Al-Qur'an yang menyebutkan tentang tumbuh-tumbuhan, guru dapat mengajak siswa untuk mengaitkan ayat-ayat tersebut dengan pengetahuan biologi tentang tumbuhan. Dengan cara ini, siswa dapat melihat hubungan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya, yang membuat pembelajaran menjadi lebih luas dan menyeluruh.

Guru berperan sebagai fasilitator yang tidak hanya mengajarkan, tetapi juga melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Dengan mengajak siswa untuk terlibat langsung dalam diskusi dan eksplorasi, guru dapat membantu siswa menemukan pemahaman yang lebih dalam dan mengembangkan kreativitas mereka. Misalnya, saat mempelajari konsep dalam fi'il madzi, guru dapat mengajak siswa untuk memodifikasi kalimat dalam bentuk fi'il lain, yang membantu mereka memahami struktur bahasa lebih dalam dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.

Pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning) juga merupakan bagian dari proses ini. Ketika siswa merasa bahwa apa yang mereka pelajari itu bermanfaat dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan mereka, mereka akan merasa lebih termotivasi untuk terus belajar. Misalnya, ketika siswa belajar tentang pentingnya menjaga kesehatan melalui pola makan yang baik, mereka dapat langsung merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, pembelajaran ini juga mengajarkan siswa keterampilan yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga keterampilan soft skills, seperti keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kemampuan untuk mentransformasi pengetahuan yang telah dipelajari. Ini menciptakan pengalaman belajar yang lebih holistik dan tidak hanya berfokus pada pencapaian nilai akademis semata.

Implementasi dari pembelajaran ini mempengaruhi kurikulum dan kebijakan pendidikan. Salah satunya adalah pengurangan jumlah materi pelajaran yang diajarkan, namun dengan memperkaya pemahaman materi tersebut. Dalam hal ini, guru tidak lagi terbebani untuk mengajar banyak materi secara cepat, tetapi lebih fokus pada pemahaman mendalam terhadap materi yang diajarkan.

Dengan pendekatan ini, proses evaluasi dalam pendidikan juga mengalami perubahan. Evaluasi tidak lagi hanya mengukur seberapa banyak materi yang telah dipelajari, tetapi lebih menilai pemahaman dan kemampuan siswa dalam mentransformasikan pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini menciptakan ruang bagi siswa untuk belajar dengan lebih bebas dan mendalam tanpa tekanan untuk memenuhi standar kuantitatif semata.

Berikut adalah contoh penerapan konsep mindful learning dan deep learning dalam beberapa mata pelajaran yang lebih mudah dipahami:

1.         Matematika: Dalam pelajaran matematika, siswa diajarkan tidak hanya untuk menghafal rumus, tetapi juga untuk memahami konsep dasar di balik rumus tersebut. Misalnya, saat belajar tentang persamaan linear, guru tidak hanya memberi contoh soal, tetapi juga menjelaskan bagaimana persamaan linear digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti perhitungan anggaran atau perencanaan waktu. Siswa kemudian diminta untuk mengevaluasi pemahaman mereka dengan mencoba membuat contoh soal sendiri dan mencari tahu apakah hasilnya benar. Hal ini mengajak siswa untuk terlibat aktif dan reflektif terhadap materi yang dipelajari.

2.         Sejarah: Dalam pelajaran sejarah, siswa tidak hanya diminta untuk menghafal tanggal dan peristiwa, tetapi juga untuk memahami konteks sosial, budaya, dan politik dari setiap peristiwa yang terjadi. Misalnya, saat mempelajari Perang Dunia II, siswa diajak untuk menganalisis penyebab perang dan dampaknya terhadap negara-negara yang terlibat. Guru bisa memberikan tugas untuk siswa memikirkan bagaimana dunia akan berbeda jika peristiwa tersebut tidak terjadi, yang membuat mereka merenungkan pentingnya pemahaman sejarah dalam kehidupan sekarang.

3.         Bahasa Indonesia: Di pelajaran Bahasa Indonesia, selain mempelajari tata bahasa, siswa juga diminta untuk menganalisis teks sastra atau artikel untuk memahami maksud dan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Misalnya, saat mempelajari puisi, siswa diajak untuk menafsirkan makna puisi dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi mereka. Mereka juga dapat diminta untuk menulis puisi mereka sendiri dengan mengikuti pola yang telah dipelajari, yang mendorong mereka untuk berpikir kreatif dan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.

4.         Ilmu Pengetahuan Alam (IPA): Di IPA, pembelajaran tidak hanya terbatas pada penghafalan fakta ilmiah, tetapi juga pada pemahaman konsep dan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, saat mempelajari proses fotosintesis, siswa diajak untuk mengamati tanaman di sekitar mereka dan melihat bagaimana tanaman tersebut menyerap cahaya matahari untuk menghasilkan makanan. Mereka kemudian diminta untuk mencatat pengamatan mereka dan merenungkan bagaimana proses tersebut penting bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.

5.         Geografi: Di pelajaran geografi, siswa tidak hanya diajarkan tentang peta atau letak geografis suatu tempat, tetapi juga untuk memahami hubungan antara manusia dan lingkungan. Misalnya, saat mempelajari tentang gunung berapi, siswa bisa diajak untuk memahami bagaimana letusan gunung berapi mempengaruhi kehidupan sekitar dan bagaimana penduduk setempat beradaptasi dengan kondisi tersebut. Mereka juga bisa diminta untuk mencari informasi tentang gunung berapi di daerah mereka dan melihat bagaimana masyarakat di sana mempersiapkan diri menghadapi potensi bencana.

Dengan pendekatan seperti ini, pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan, karena siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga memahami bagaimana informasi tersebut diterapkan dalam kehidupan mereka. Ini membuat proses belajar lebih menyenangkan dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis serta kreativitas siswa.

Berikut adalah contoh praktik pembelajaran deep learning pada mata pelajaran yang memuat prinsip mindful learning, meaningful learning, joyful learning, serta evaluasi berdasarkan taksonomi SOLO (Structure of Observed Learning Outcomes):

1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti

•           Mindful Learning: Mulailah dengan refleksi diri, mengajak siswa untuk merenungkan nilai-nilai agama dan budi pekerti dalam kehidupan sehari-hari. lakukan tafakur sebentar atau sesi perenungan untuk fokus pada pertanyaan seperti "Apa makna kebaikan dalam hidup kita?"

•           Meaningful Learning: Ajarkan nilai-nilai agama dan budi pekerti melalui cerita kehidupan nyata atau kisah dari tokoh agama, sehingga siswa dapat merasakan kaitan dengan pengalaman mereka.

•           Joyful Learning: Gunakan kegiatan berbasis proyek, seperti diskusi kelompok atau permainan role-play untuk menggambarkan situasi yang membutuhkan keputusan berbudi pekerti.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi dilakukan dengan memberikan tugas yang mengharuskan siswa menjelaskan nilai budi pekerti dalam tindakan nyata mereka, misalnya melalui esai atau laporan proyek yang mencerminkan pemahaman konsep secara terstruktur.

2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

•           Mindful Learning: Ajak siswa untuk merenung tentang pentingnya peran mereka dalam masyarakat, misalnya dengan mempertanyakan bagaimana mereka berkontribusi terhadap kemajuan bangsa.

•           Meaningful Learning: Gunakan studi kasus atau simulasi debat untuk membahas isu-isu kebangsaan, seperti persatuan dan keragaman, agar siswa dapat mengaitkan konsep dengan realitas sosial.

•           Joyful Learning: Lakukan kegiatan belajar berbasis kolaborasi, seperti penyusunan poster atau proyek kelompok tentang pentingnya nilai Pancasila.

•           Evaluasi SOLO: Uji pemahaman siswa melalui proyek yang mengharuskan mereka untuk menjelaskan konsep-konsep Pancasila dalam konteks kehidupan sosial dan politik, mengevaluasi keterampilan mereka dalam merumuskan solusi atas masalah kebangsaan.

3. Bahasa Indonesia

•           Mindful Learning: Minta siswa untuk mendengarkan teks sastra dengan penuh perhatian dan kemudian mendiskusikan perasaan mereka setelah membacanya.

•           Meaningful Learning: Ajak siswa untuk menulis cerita atau puisi yang menggambarkan nilai-nilai yang mereka anggap penting dalam kehidupan mereka, sehingga pembelajaran menjadi lebih personal.

•           Joyful Learning: Selenggarakan lomba debat atau storytelling untuk memberi kesempatan siswa mengekspresikan pemikiran dan kreativitas mereka dengan cara yang menyenangkan.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi kemampuan siswa dalam menulis dan menganalisis teks sastra atau karya tulis dengan mengamati kedalaman analisis mereka (dari unistructural ke extended abstract).

4. Matematika

•           Mindful Learning: Ajarkan konsep matematika dengan memberi waktu bagi siswa untuk berfokus pada langkah-langkah dalam pemecahan masalah, dan refleksi bagaimana mereka menemukan solusi.

•           Meaningful Learning: Berikan masalah matematika yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya tentang perhitungan belanja atau pengelolaan keuangan pribadi.

•           Joyful Learning: Gunakan permainan atau aktivitas kelompok untuk memecahkan teka-teki matematika atau tantangan, sehingga siswa merasa tertantang dan menikmati prosesnya.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi dilakukan dengan soal-soal yang mengukur tingkat pemahaman konsep matematika, mulai dari pemahaman dasar (unistructural) hingga penerapan dan analisis lebih lanjut (extended abstract).

5. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

•           Mindful Learning: Ajak siswa untuk memperhatikan dan mengamati fenomena alam dengan seksama, seperti proses fotosintesis atau perubahan cuaca, serta melibatkan mereka dalam eksperimen.

•           Meaningful Learning: Berikan eksperimen yang menunjukkan langsung konsep-konsep ilmiah, seperti percobaan dengan tumbuhan untuk mengamati proses fotosintesis.

•           Joyful Learning: Lakukan percakapan interaktif dan eksperimen kelompok yang menyenangkan untuk menjelaskan konsep-konsep alam seperti hukum Newton atau siklus air.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi melalui laporan eksperimen yang mengharuskan siswa menjelaskan temuan mereka dengan level pemahaman yang mendalam (dari unistructural ke extended abstract).

6. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

•           Mindful Learning: Ajak siswa untuk merenung tentang pentingnya mempelajari sejarah dan perubahan sosial untuk memahami dunia mereka saat ini.

•           Meaningful Learning: Gunakan studi kasus sejarah atau masalah sosial kontemporer untuk mengaitkan konsep-konsep IPS dengan kehidupan sehari-hari.

•           Joyful Learning: Ajak siswa berdiskusi atau berperan dalam simulasi untuk memahami fenomena sosial dan sejarah dalam konteks yang lebih hidup.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi dengan proyek atau presentasi di mana siswa dapat menunjukkan pemahaman mereka tentang perubahan sosial atau sejarah, dari pengetahuan dasar (unistructural) hingga sintesis informasi (extended abstract).

7. Bahasa Inggris

•           Mindful Learning: Ajak siswa untuk mendengarkan percakapan dalam bahasa Inggris dengan fokus, baik itu cerita, lagu, atau wawancara.

•           Meaningful Learning: Gunakan situasi nyata, seperti role-play atau debat, untuk memungkinkan siswa berlatih bahasa Inggris dalam konteks yang relevan.

•           Joyful Learning: Organisir lomba pidato atau teater untuk memberi kesempatan siswa untuk berkreasi dan menikmati penggunaan bahasa Inggris secara lebih santai.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi dilakukan dengan tugas berbicara atau menulis, di mana siswa menunjukkan kemampuan berbahasa Inggris secara terstruktur dan mendalam.

8. Seni Budaya

•           Mindful Learning: Ajak siswa untuk terlibat secara aktif dalam mengenali unsur seni dalam berbagai bentuk (musik, tari, lukisan) dengan penuh perhatian.

•           Meaningful Learning: Berikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan karya seni berdasarkan tema yang dekat dengan pengalaman pribadi mereka, seperti lukisan yang mencerminkan perasaan mereka.

•           Joyful Learning: Gunakan pendekatan kreatif, seperti bekerja dalam kelompok untuk membuat pertunjukan seni yang menyenangkan dan kolaboratif.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi berdasarkan karya seni yang dihasilkan siswa, menilai kemampuan mereka untuk mengeksplorasi konsep seni dengan mendalam (dari unistructural ke extended abstract).

9. Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (Penjasorkes)

•           Mindful Learning: Ajak siswa untuk berlatih konsentrasi dan teknik olahraga dengan penuh perhatian, mengajarkan pentingnya kontrol diri dalam kegiatan fisik.

•           Meaningful Learning: Berikan konteks nyata tentang bagaimana olahraga dan kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan mereka.

•           Joyful Learning: Buat sesi olahraga yang menyenangkan, seperti pertandingan atau tantangan yang melibatkan seluruh kelas dalam kegiatan fisik yang interaktif.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi dilakukan dengan melihat tingkat keterampilan siswa dalam olahraga atau penerapan prinsip kesehatan, baik dari tingkat dasar (unistructural) hingga analisis strategi atau pencapaian (extended abstract).

10. Prakarya

•           Mindful Learning: Ajak siswa untuk fokus pada proses pembuatan karya, memperhatikan detail dan teknik yang digunakan.

•           Meaningful Learning: Berikan proyek prakarya yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, seperti membuat barang daur ulang atau kerajinan tangan yang dapat digunakan di rumah.

•           Joyful Learning: Buat kegiatan prakarya yang menyenangkan, dengan memberikan kesempatan siswa untuk memilih bahan dan bentuk karya mereka sendiri.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi berdasarkan karya yang dihasilkan, melihat dari pemahaman dasar (unistructural) hingga kreativitas dan penerapan teknik yang lebih kompleks (extended abstract).

11. Bahasa Daerah

•           Mindful Learning: Ajak siswa untuk fokus pada pelafalan dan pemahaman kosa kata dalam bahasa daerah, serta menghargai nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

•           Meaningful Learning: Gunakan cerita atau lagu-lagu daerah untuk menghubungkan siswa dengan budaya mereka dan menjadikan pembelajaran lebih personal.

•           Joyful Learning: Lakukan permainan bahasa daerah atau dialog dalam kelompok untuk melatih kemampuan berbicara dengan cara yang menyenangkan.

•           Evaluasi SOLO: Evaluasi melalui percakapan atau tulisan yang menggunakan bahasa daerah, mengukur tingkat pemahaman siswa dari kemampuan dasar (unistructural) hingga penguasaan lebih mendalam (extended abstract).

Dengan mengintegrasikan prinsip mindful learning, meaningful learning, joyful learning, dan evaluasi taksonomi SOLO dalam pembelajaran, siswa dapat lebih terlibat, menikmati, dan memahami materi secara mendalam, serta mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan nyata.

Sekian ...

Jazaakumullaahu Khairan katsiira

 

 

 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...