DI BALIK TRADISI RUMAH PANGGUNG

Penulis: Era Suryaningsih, S.Pd. dan Drs. H. Priyono, M.Si.

Dibaca: 1801 kali

Era Suryaningsih, S.Pd. dan Drs. H. Priyono, M.Si.

(Kasus Pada Keberadaan Rumah Adat Panggung Lampung Barat Terhadap Kondisi Geologis Lampung Barat)

 

Oleh

1. Era Suryaningsih, S.Pd.

(Guru Geografi SMAN 1 Liwa Lampung Barat)

2. Drs. H. Priyono, M.Si.

(Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta)

 

Lampung Barat merupakan salah satu dari 10 kabupaten kota yang berada di Provinsi Lampung. Secara astronomis, kabupaten ini terletak di antara koordinat 040 51’ 26” – 050 20’ 26” LS dan 1030 50’ 13” – 1040 33’ 49” BT, dengan luas wilayahnya 2.064,40 km2. Secara geografis, Kabupaten Lampung Barat merupakan penghubung daerah di Pulau Sumatera seperti Bengkulu, Sumatera Selatan, dan daerah-daerah di Provinsi Lampung sendiri. Berdasarkan geomorfologisnya, kabupaten yang beribukota Liwa ini memiliki ketinggian berkisar antara 500 – 1000 mdpl,  menjadikannya berudara sejuk dengan curah hujan tinggi tipe equatorial mencapai > 2000 mm pertahunnya. Daratannya yang merupakan wilayah perbukitan dan pegunungaan yang merupakan punggung Bukit Barisan menyajikan pemandangan alam yang penuh pesona, di mana 70% dari luas wilayahnya merupakan kawasan hutan non budidaya dan sebagian lainnya berupa lahan perkebunan, yaitu 75% didominasi oleh pekebunan kopi sehingga kopi hingga saat ini menjadi komoditas unggulan di Lampung Barat.

Selain kondisi astronomis, geografis, dan geomorfologis, dari segi geologis Lampung Barat pantas menjadi sorotan publik, dikarenakan wilayah ini memiliki susunan dan struktur batuan yang spesifik pada tubuh bumi. Tidak banyak yang tahu bahwa di Kabupaten dengan motto nya Beguai Jejama yang berarti bekerja bersama dan bergotong royong ini, ditempati oleh Vulkanik Quarter dari beberapa formasi geologi. Hal lainnya adalah Lampung Barat dilalui oleh Sesar Semangko, dengan lebar zona sebesar 20 km. Sesar yang berkembang akan memperlihatkan kemungkinan adanya kekar yang menjadi penyebab adanya tanah longsor. Kondisi geologis lainnya bisa dilihat dari kondisi tanah dan batuan, di mana memperlihatkan bahwa tanah lempung dan tuff pasiran merupakan endapan dominan yang menjadi penyusunnya. Endapan ini memiliki kapasitas mengembang yang tinggi, mempunyai nilai indeks plastisitas besar, nilai kohesi kecil serta memiliki nilai sudut geser dalam sedang, dan mudah sekali lepas/urai jika ada penambahan air di musim hujan. Selain longsor, dampak lainnya dari kondisi geologis Lampung Barat ini adalah Lampung Barat menjadi salah satu daerah di Indonesia yang dikenal memiliki potensi terjadinya gempa bumi atau dalam bahasa daerah Lampung dikenal dengan sebutan kukuk.

Sejarah mencatat, pernah terjadi gempa tektonik hebat di daerah ini yaitu pada tahun 1994 dengan kekuatan yang cukup besar yaitu dengan magnitudo mencapai 6,5 SR. Pada saat penulis menyelesaikan tulisan ini, secara kebetulan di tanggal yang sama yaitu 16 Februari 2022 genap 28 tahun silam terjadinya gempa tektonik Liwa Lampung Barat. Selain itu getaran gempa dengan kekuatan rendah sering kali ikut dirasakan pula ketika daerah-daerah yang berdekatan mengalami gempa bumi. Tingginya tingkat kerawanan bencana khususnya gempa bumi di Indonesia umumnya dan tentu saja dalam hal ini Lampung Barat menjadi salah satunya, digambarkan oleh Gede Suantika yang pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Gerakan Tanah, dengan mencubit lengannya dengan jari.

“Setiap jari tangan mewakili sebuah lempeng dan cubitan mempresentasikan arah dorongan, sementara garis kerutan di kulit mewakili sesar atau patahan yang terbentuk di darat,” ujarnya.

Gambaran tersebut memberikan pemahaman kepada masyarakat awam yang buta ilmu geologi bahwasanya patahan bumi ataupun sesar merupakan salah satu sumber gempa, di mana energi gempa yang dihasilkan tak bisa dinggap enteng, karena banyak dari patahan itu berada tepat di bawah kota, di bawah rumah-rumah penduduk.

Melihat kondisi geologis Lampung Barat tersebut tentulah akan berpengaruh terhadap banyak bidang. Salah satu nya adalah dari segi pemukiman penduduk. Keberadaan pemukiman penduduk di suatu wilayah hendaknya memperhatikan lokasi yang ada baik itu lokasi absolut maupun lokasi relatif, sehingga bukan saja kenyamanan tapi juga keamanan akan dirasakan oleh penduduk yang bermukim di wilayah tersebut, seperti kata pepatah rumah ku adalah syurgaku, tentunya setiap orang mendambakannya, demikian juga kondisi pemukiman di Lampumg Barat.

Sudahkah pemukiman yang ada memiliki kesesuaian dengan kondisi geologisnya? Sudahkah rumah-rumah penduduk sesuai dengan standar hunian di daerah dengan karakteristik geologis bisa dikatakan rawan terjadi gempa bumi ini? Ada hal menarik berbicara mengenai rumah penduduk di Lampung Barat. Penduduknya yang didominasi oleh penduduk pribumi menghuni rumah-rumah panggung yang sekaligus merupan rumah adat bagi penduduk setempat. Meskipun tidak seluruhnya, namun keberadaan rumah panggung masih menjadi pemandangan unik klasik di mata kala menyusuri jalan-jalan desa, penduduknya biasa menyebut desa dengan sebutan pekon. Sebagai salah satu putra daerah bangga tentunya menyaksikan salah satu dari tradisi nenek moyang yang masih bertahan ini. Seolah sudah pandai membaca isyarat alam, nenek moyang di Lampung Barat menjadikan rumah panggung dengan konstruksi didominasi material kayu sebagai huntap (hunian tetap) sejak zaman dahulu. Rumah dengan karakteristik menarik ini rupanya dibangun bukan karena faktor istiadat semata, melainkan juga fungsinya yang sangat diperhatikan penuh oleh para leluhur.

Berdasarkan penerapannya, penggunaan konsep rumah panggung bertujuan untuk menghindari berbagai jenis serangan hewan buas, di mana Lampung sendiri khususnya Lampung Barat merupakan surganya binatang buas pada sepanjang deretan Bukit Barisan Selatan sebagai habitat nya. Rumah panggung di Lampung Barat memiliki ukuran yang cukup besar namun dengan tata letak yang cenderung sederhana, hanya terdiri dari ruang tamu, beberapa kamar tidur serta bagian dapur dan kamar mandi yang menyatu dengan bangunan utama, kemudian atap rumah menggunakan material seng sebagai pengganti ijuk maupun ilalang yang dianyam pada zaman dahulu, ditambah dengan ornamen di tiap bilik nya menjadikan rumah panggung tampak lebih estetik.

Fakta lainnya adalah pondasi rumah juga sangat menarik, bahkan dirancang secara alami dengan komposisi yang baik. Menggunakan batu pondasi yang disebut umpak tempat meletakkan tiang-tiang induk berukuran panjang sekirat 3m sebagai pancang yang berdiri kokoh tepat diatasnya. Untuk lantai sendiri memiliki ciri khas memakai papan kayu maupun bambu yang tentu saja mampu menahan beban yang berat. Secara keseluruhan, komposisi bangunan yakni papan dan bambu dirancang dengan sejajar dan berfungsi sebagai dinding.  Jadi, Tak hanya perlindungan dari serangan hewan, bentuk rumah panggung tersebut juga dianggap membuat rumah menjadi lebih kokoh apabila terimbas gempa bumi, benarkah demikian?

Rumah panggung Lampung Barat bisa dikatakam ikon penting bagi masyarakatnya. Namun seiring brerjalannya waktu terlebih dewasa ini marak terdengar konsep hunian modern minimalis seolah mematahkan tradisi keberadaan rumah panggung yang sudah terlebih dahulu ada. Populasi rumah panggung pun semakin sedikit. Lantas, seperti apa sebenarnya bahasan rumah panggung dari kacamata ilmuan? Benarkah rumah panggung lebih kokoh saat terimbas gempa dibandingkan rumah-rumah dengan konstruksi beton? Stuktur rumah panggung merupakan salah satu yang tahan gempa atau lebih bijak nya kita sebut bangunan ramah gempa. Kolong yang ada di bawah lantai, dapat menciptakan ruang untuk melepas energi getaran dari dalam tanah sehingga hanya sebagian kecil yang merambat ke fisik rumah. Mengutip dari apa yang disampaikan pakar geologi Teuku Abdullah Sanny, beliau mengatakan, “Rumah kita ke depan nya lebih bagus rumah panggung, karena dia tidak langsung menerima energi gempa tapi dilepaskan dulu di permukaan bumi di kolong rumah.

Jadi, menurut beliau rumah yang dibangun langsung menempati tanah tanpa panggung akan menerima energi langsung dari gempa sehingga lebih berisiko dibandingkan rumah panggung. Energi getaran gempa akan langsung merambat melalui pondasi hingga ke atap bangunan. Selain itu, rumah yang terbuat dari kayu, rotan atau bambu, lebih luwes megikuti getaran sehingga meminimalkan kerusakan dan korban jiwa. “Kayu, bambu, rotan, itu lebih bagus. Begitu kena vibrasi dia ikut bersamaan dengan frekuensi naturalnya bumi, dengan demikian dia lebih luwes dibanding dengan tembok,” ujarnya.

Belajar dari dampak gempa yang melanda Liwa Lampung Barat tahun 1994, di mana kerusakan terparah terjadi pada rumah-rumah beton sementara rumah-rumah panggung kayu bisa dikatakan hanya mengalami kerusakan ringan dan hanya sedikit yang rubuh bahkan tak jarang rumah panggung yang masih tegak berdiri meskipun bangunan-bangunan beton di kiri kanan nya rusak dan rata dengan tanah.

Selain itu melihat fakta bahwa dilihat dari kondisi geologis wilayah Lampung Barat memang terkategori memiliki kerawanan terjadi gempa bumi. Juga atas pertimbangan pakar geologi dan konstruksi, bahwa secara teori konstruksi rumah bermaterial kayu lebih meminimalisasi terjadinya kerusakan abikat gempa bumi, karena sifat dari kayu sendiri bukan runtuh tetapi patah, tidak kaku melainkan lentur, sehingga dapat dikatakan rumah bermaterial kayu memang lebih solid dan ramah gempa.

Berdasarkan alasan tersebut, dikaitkan dengan keberadaan rumah adat panggung di Lampung Barat, maka dapat dilihat adanya sinkronisasi atau kesesuaian atara kondisi geologis dan keberadaan rumah adat panggung di Lampung Barat. Ini adalah berita baik tentunya, karena tradisi sekaligus dapat menjadi solusi pula, keduanya bisa berjalan seiring. Setidaknya solusi menghilangkan trauma penduduk korban gempa yang khawatir untuk membangun rumah beton, karena memiliki pengalaman pilu saat gempa sekian tahun lalu. Selain itu menjadi bahan pengalaman dan pengetahuan bagi penduduk-penduduk generasi masa kini yang berencana untuk membangun rumah menjadi huntap (hunian tetap), rumah panggung adalah pilihan yang tepat. Rumah panggung sudah sepantutnya dilestarikan bukan saja semata-mata karena kepentingan tradisi tetapi lebih dari itu termyata rumah panggung kayu bisa menjadi salah satu mitigasi pra bencana alam dalam hal ini gempa bumi.

Oleh karena itu, rasanya perlu adanya edukasi kepada masyarakat luas khususnya masyarakat Lampung Barat berkaitan dengan hal ini. Masyarakat yang sudah teredukasi soal ini nantinya diharapkan dapat merealisasikan nya dalam kehidupan. Realisasi yang diharapkan adalah tradisi rumah panggung tetap dilestarikan meski tentunya ada penyesuaian bentuk ataupun desain interior maupun eksterior rumah itu sendiri dengan gaya yang lebih modern tetapi dengan tidak meninggalkan konsep rumah panggung ramah gempa kaya tradisi sebagai essensial utama pembangunan rumah tersebut. Dengan kreativitas dan ide yang cemerlang, rumah panggung bergaya tradisional bukan tidak mungkin dapat disulap menjadi hunian mewah nan menawan bernilai estetik yang tinggi dan yang pasti nilai lebihnya nya adalah menjadikannya hunian ramah gempa di daerah rawan gempa. Hal ini bisa menjadi solusi meminimalisasi dampak ketika terjadi gempa bumi, meskipun sebagai manusia biasa tentunya kita berharap dijauhkan dari bencana apapun dan tidak akan terjadi kembali.

Manusia haruslah menyadari bahwa Allah SWT memang menciptakan alam yang luar biasa untuk dikelola oleh manusia, tatapi tak jarang manusia begitu serakahnya sehingga semua material alam yang seharusnya untuk melawan alam, justru dirusak tanpa basa basi. Padahal Allah telah berfirman, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan” (Q.S. Al-A’Raf : 56).

Satu kalimat penutup sekaligus mengenang 28 tahun gempa liwa, “Melawan Lupa Membangun Siaga”. Mari lupakan yang telah terjadi, ambil hikmahnya untuk perbaiki diri, untuk hari-hari yang akan datang tetap siaga melalui segala ikhtiar yang tercipta. 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...