Penulis: Tatang Sunendar
Tatang Sunendar
Oleh Tatang
Sunendar
(Widyaiswara BBGP.
Anggota Kaci)
Dalam beberapa
kegiatan coaching clinic implementasi
kurikulum merdeka melalui flatform merdeka mengajar bagi guru dan kepala
sekolah secara daring hampir selalu muncul pertanyaan- pertanyaan, kapan kami
diundang untuk mengikuti diklat kurikulum merdeka yang diadakan di tingkat
provinsi, maupun pusat, juga ada ungkapan lebih enak saat kurikulum 2013 kami
diundang mengikuti diklat yang diadakan oleh LPMP, P4TK yang bertempat di hotel.
Pertanyaan yang disampaikan oleh kepala sekolah dan guru tersebut merupakan
sebuah miskonsepsi dalam implementasi kurikulum merdeka.
Ada beberapa
miskonsepsi IKM. Salah satunya termasuk miskonsepsi dalam pendekatan pelatihan implementasi
kurikulum merdeka secara mandiri yang menyatakan perlunya pendekatan utama dalam IKM melalui serangkaian
kegiatan bimbingan teknis (BIMTEK) atau Diklat yang dilakukan secara terpusat dari
pusat, daerah hingga sekolah. Padahal pendekatan yang dilakukan dalam IKM adalah
pemberdayaan komunitas belajar dan flatform merdeka mengajar. Komunitas belajar adalah kelompok
belajar tempat guru saling berbagi praktek baik dalam mengadopsi kurikulum
merdeka sedang platform merdeka mengajar adalah flatform edukasi yang menjadi
teman penggerak untuk guru dalam mewujudkan pelajar Pancasila. Pertanyaanya,
jenis diklat yang bagaimana dalam implementasi kurikulum merdeka?
Penerapan
kurikulum merdeka pada saat ini adalah sebuah pilihan bukan sebuah keharusan seperti
pada kurkulum 2013, sehingga wajar sekarang ini di sekolah terdiri dari tiga
kelompok sekolah seperti mandiri belajar, mandiri berubah dan mandiri berbagi. Pilihan
ini berdasarkan inisiatif dari sekolah itu sendiri. Di Provinsi Jawa Barat
sebanyak 18.560 sekolah yang terdaftar ikut IKM dengan rincian 11.646 mandiri
belajar, 6.435 sekolah mandiri berubah, dan 598 sekolah mandiri berbagi. Hal
ini menggambarkan mayoritas sekolah di Jawa Barat masih menggunakan kurikulum
2013. Karena merupakan sebuah pilihan sekolah didorong untuk mempelajari kurikulum merdeka secara mandiri melalui
flatform merdeka mengajar (FMM), maka dari itu pendekatan diklat yang digunakan
dalam IKM adalah pendekatan diklat mandiri melalui FMM.
Namun senyampang
dengan pelatihan kurikulum merdeka dilaksanakan secara mandiri melalui FMM. Sangat
disayangkan dari 18.560 sekolah yang mendaftar jumlah yang login hanya 8.366
sekolah yang sudah memanfaatkan FMM. Jumlah ini menjadikan Provinsi Jawa Barat berada pada rangking kedua dari
bawah atau berada pada urutan 33
dari 34 provisi yang ada di
Indonesia. Hal ini menggambarkan baru 45% sekolah yang telah memanfatkan FMM
untuk berlatih tentang Kurikulum Merdeka.
Pelatihan IKM
secara mandiri yang diikuti oleh guru dan kepala sekolah melalui FMM telah disediakan lima topik yang bisa dipilih
untuk dipelajari sepanjang tahun. Dalam mengikuti pelatihan pesera terlebih dulu mempelajari
modul yang disediakan, mengikuti latihan pemahaman, menyusun cerita reflektif
serta mengunggah hasil pekerjaan sebagai bentuk aksi nyata berupa produk yang
telah dibuat. Jika telah memenuhi kriteria yang ditentukan maka peserta
memperoleh sertifikat secara langsung, sehingga jika guru, kepala sekolah
mengikuti lima topik dan tuntas maka akan memperoleh lima buah sertifikat.
Adapun topik yang
dipelajari dalam FMM antara lain topik 1). Merkeda belajar, pada topik ini guru
akan mempelajari filosofi KHD yang menjadi landasan pembelajaran yang berpusat
pada anak. 2) Kurikulum pada topik ini guru akan mempelajari struktur dan
kerangka Kurikulum Merdeka. 3) Penrencanaan pembelajaran pada topik ini guru
akan mempelajari bagaimana perencanaan
pembelajaran dengan menggunakan kurikulum. Dari topik Perencanaan Pembelajaran, guru
dapat memilih melanjutkan ke Topik Asesmen atau Topik Penyesuaian Pembelajaran
dengan Karakteristik Murid terlebih dahulu. Hal ini tergantung pada kebutuhan
belajar guru. 4) Asesmen pada topik Guru akan mempelajari ragam asesmen dan
bagaimana penerapan asesmen yang dapat menunjang pembelajaran peserta didik. 5)
Penyesuaian Pembelajaran dengan Kebutuhan dan Karakteristik Murid. Pada topik
ini guru akan mempelajari bagaimana pengembangan pembelajaran dengan
menyesuaikan kebutuhan peserta didik.
Adapun untuk
kelancaran pelatihan mandiri IKM guru, kepala sekolah di komunitas belajar maka
hendaknya:
Pertama mengembangkan budaya literasi karena
dengan pelatihan secara mandiri dan menggunakan FMM guru dan kepala sekolah
dituntut untuk belajar secara mandiri melalui penelaahan modul, mengerjakan tugas
serta mengikuti latihan pemahaman, kemampuan literasi khususnya kemampuan
membaca sangat dibutuhkan agar bisa mencerna apa yang tertuang dalam modul
pelatihan.
Kedua membutuhkan komitmen guru dan kepala
sekolah untuk menuntaskan topik-topik pelatihan agar semua topik yang disediakan
di FMM bisa diimplementasikan oleh semua komponen sekolah.
Ketiga perlu dibuat jadwal khusus agar kegiatan
pelatihan secara mandiri tidak mengganggu tugas pokok sebagai guru dan kepala
sekolah, karena pelatihan mandiri ini bisa dilaksanakan sesai dengan waktu
luang peserta pelatihan serta sesuai kesepakatan di kominitas belajar.
Keempat membutuhkan pendampingan dari pengawas
Pembina agar guru dan kepala sekolah mampu mengikuti pelatihan sesuai dengan program
yang telah ditetapkan dalam satu tahun serta agar guru dan kepala sekolah
selalu diingatkan untuk senantiasa akses pada FMM, sehingga tinggkat
aktivitasnya meningkat dari 45 persen menjadi 100 persen.
Kelima jika mendapatkan kesulitan maka guru dan kepala
sekolah bisa memanfaatkan guru atau kepala sekolah dari program sekolah
penggerak untuk berbagi praktek baik, atau mengundang pengawas sekolah yang
telah mempunyai legalitas untuk melakukan pendampingan IKM. Di samping itu bisa
juga memanfaatkan fitur Helfdesk di FMM sebagai sarana untuk mengelaborasi pemahaman tentang IKM.
Kelima aspek di atas
merupakan suatu keharusan agar sekolah mampu memahami IKM secara tuntas, karena
era pelatihan secara mandiri merupakan era baru dalam melaksanakan suatu program
nasional. Hal ini berbeda dengan saat implemenasi Kurikulum 2013, yang mulai
dari sosialisasi, wokshop dan pelatihan-pelatihan
dilakukan secara berjenjang dan terpusat oleh LPMP, PPPPTK, PT yang bertempat
di balai pelatihan maupun hotel-hotel.
Pelatihan IKM
secara mandiri merupakan suatu peluang bagi sekolah, karena guru, kepala sekolah
diberikan kebebasan untuk merancang kurikulum secara merdeka yang disesuaikan
dengan karakteristik, potensi dan SDM yang ada di sekolah. Dengan kemerdekaan
yang diberikan ini akan menumbuhkan profil sekolah yang beraneka ragam,
sehingga proses penyeragaman dalam pengelolaan sekolah selama ini pelan namun pasti akan ditinggalkan.
Pelatihan IKM
secara mandiri merupakan wujud dari penerapan profil pelajar Pancasila yang
tidak hanya dilaksanakan oleh siswa melainkan juga dipraktikkan oleh guru dan
kepala sekolah, komponen profil pelajar Pancasila dalam pelatihan IKM mandiri adalah komponen kemandirian, gotong royong dan berpikir
kritis. Proses pelatihan IKM secara mandiri yang dikembangkan di komuntias
belajar akan menjadi sarana untuk merancang pelaksanaan pembelajaran yang berdiferensiasi
sehingga diharapkan semua murid bisa berkembang dengan baik. Lingkungan belajar
pun aman, nyaman, menyenangkan dan inklusif.
Pendekatan
pelatihan IKM secara mandiri mengubah pendekatan pelatihan yang terpusat
merupakan sebuah tantangan bagi otoritas pendidikan akankah mampu menjadi daya
ungkit dalam melakukan tranformasi dan peningkatan mutu pendidikan, sehingga
melahirkan profil siswa yang cerdas, kreatif, dan berkarakter, hanya waktu yang
akan menjawab. Namun Mas Nadiem sebagai Mendikbud berujar, “Guru
yang terbaik adalah guru yang tidak pernah berhenti belajar dan berinovasi." Itulah kuncinnya…semoga.