Penulis: Tantan Hadian, S.Pd, M.Pkim.
Tantan Hadian, S.Pd, M.Pkim.
Oleh Tantan
Hadian, S.Pd, M.Pkim.
(Guru SMAN 1
Sukabumi)
Habit diartikan sebagai
kebiasaan. Menurut KBBI kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dikerjakan dan
sebagainya. Arti lainnya dari kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan
terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang
dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama. Kebiasaan akan menjadi sebuah
perilaku seseorang dalam melakukan berbagai macam aktivitas sehari-harinya.
Kebiasaan baik
akan menimbulkan perilaku seseorang menjadi baik, dan kebiasaan buruk akan
menyebabkan perilaku seseorang menjadi buruk. Kebiasaan terbentuk dari
pekerjaan yang terus menerus dilakukan secara berulang-ulang secara konsisten
baik diawali dengan sukarela maupun dengan terpaksa. Pembiasaan merupakan jalan
untuk menumbuhkan kebiasaan, kebiasaan akan melekat kapanpun dan di manapun
seseorang berada menjadi sebuah perilaku.
Sebagai orang
dewasa menanamkan suatu kebiasaan yang baik adalah menjadi tanggung jawab yang
harus dilakukan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang
dianggap belum dewasa. Kebiasaan orang tua bangun subuh akan diikuti
kebiasaannya itu oleh anak-anaknya. Membangunkan anak-anak yang sedang terlelap
di subuh hari adalah sebagai upaya pembiasaan yang ditularkan oleh orang dewasa
kepada orang yang belum dewasa agar terjadi sebuah kebiasaan dan perilaku
positif bangun di pagi hari untuk mempersiapkan aktivitas di hari itu.
Menanamkan
kebiasaan yang baik menjadi sebuah tantangan yang mau tidak mau harus dilakukan
oleh orang dewasa dalam mendidik generasi di bawahnya. Kebiasaan di rumah
ditularkan oleh orang tua dan lingkungannya, kebiasaan di sekolah ditularkan
oleh guru-guru dan lingkungan sekolahnya begitupun kebiasaan di kantor atau
tempat kerja ditularkan oleh atasan dan lingkungan tempat kerjanya. Orang tua,
guru, dan atau atasan, bertanggung jawab atas kebiasaan yang dibangun oleh
anaknya, siswanya, dan atau bawahannya.
Pembentukan
kebiasaan harus dilakukan secara sinergi antara di rumah, di sekolah, dan lingkungannya.
Masing-masing pembentuk kebiasaan harus ada penaggungjawabnya sehingga tidak
ada celah orang “belum dewasa” untuk membentuk kebiasaan yang tidak dikehendaki
(negatif).
Kebiasaan membuang
dan memilah sampah akan bisa terwujud jika orangtuanya memberikan contoh dan
membiasakannya di rumah, guru di sekolah memberi contoh dan membiasakan siswa di
lingkungan sekolahnya, di lingkungan masyarakat umum pemerintah membuat
regulasi yang mendukung pembiasaan dan menegakkan aturannya.
Kebiasaan ini
harus dilakukan terus menerus tidak hanya dijadikan sebuah ajang kompetisi atau
untuk mencapai rekor muri, apalagi hanya untuk meningkatkan prestise dari
pimpinan saja.
Membentuk
kebiasaan mengantre pada transfortasi umum di Australia menjadi hal pokok yang
diajarkan kepada anak usia 1-12 tahun oleh guru-guru di negeri kangguru
tersebut. Mereka sadar dalam membentuk habits tidak bisa dilakukan
secara instant dan harus diajarkan mulai usia sedini mungkin. Mereka
lebih khawatir jika anak-anak mereka tidak bisa ngantri daripada tidak
berhitung matematika, kebiasaan mengantri tidak hanya mengantri saja tetapi
membawa karakter-karakter ikutan yang baik bagi setiap anak seperti belajar
sabar, menghargai orang lain, tidak boleh mengambil hak orang lain, belajar
disiplin dan tepat waktu.
Bukankah menurut hasil
riset dari Thomas J Stanley bahwa urutan 10 faktor yang berpengaruh terhadap
kesuksesan seseorang itu didominasi oleh budaya karakter baik yakni; kejujuran,
kedisiplinan, mudah bergaul, pekerja keras, mampu memimpin, hidup teratur dan
seterusnya. Bukankah hasil riset tersebut mengungkapkan bahwa faktor-faktor
seperti nilai rapor, IPK, dan rangking hanya berada pada urutan k-30, dan memasuki
sekolah favorit hanya berada pada urutan
ke - 23 serta faktor IQ hanya berada pada urutan ke 21.
Jauh sebelum riset
yang dilakukan oleh Thomas J Stanley, Nabi Muhammad SAW ditugaskan oleh sang
kholik yaitu untuk membentuk karakter baik manusia, sebagaimana sabdanya “innamaa
bu’itstu li utammima makarimal akhlaq”, yang artinya, “tidak sekali-kali aku
diutus oleh Allah (kecuali) hanya satu untuk menyempurnakan akhlak, untuk
membangun akhlakul karimah,” Dalam membangun peradaban ini ternyata yang paling
pertama dan utama adalah penumbuhan karakter baik.
Dengan begitu,
sudah selayaknya kita sebagai orang tua di rumah atau pendidik di setiap satuan
pendidikan lebih memprioritaskan kebiasaan-kebiasaan positif ketimbang kesuksesan
mereka dalam akademiknya. Kesuksesan
mereka akan ditentukan oleh karakter-karakter baiknya, juga kebangkitan bangsa
ini pun akan ditentukan juga oleh karakter-karakter baik generasi penerus
bangsanya.
Pembiasaan baik di
satuan pendidikan harus menjadi program prioritas yang dirancang dalam program
jangka pendek maupun jangka menengah termasuk didalamnya membuat anggaran
prioritas untuk menunjang program tersebut. Pembiasaan baik yang diprogramkan
harus disinergikan dengan orang tua siswa di rumah. Pembiasaan baik ini tidak
hanya dibatasi pada enam dimensi pelajar Pancasila saja sebagaimana yang
didengung-dengungkan dalam kurikulum merdeka, namun juga semua pembiasaan baik
sesuai adat, agama dan budaya ketimuran bangsa kita. Tidak jarang sekolah
membuat program pembiasaan ini hanya sebagai “bumbu” saja dan tidak terlalu
serius dalam melaksanakannya. Mulailah merencanakan dengan hal terkecil seperti
program 5 S (Sapa, salam, senyum, sopan, santun), tentukan indicator keberhasilan
pelaksanaannya ,diberikan evaluasi dan diberikan tindak lanjut sehingga dapat
terlihat pembisaan itu menjadi perilaku semua warga sekolah.