Good Habits Sebagai Penentu Kebangkitan Bangsa

Penulis: Tantan Hadian, S.Pd, M.Pkim.

Dibaca: 254 kali

Tantan Hadian, S.Pd, M.Pkim.

Oleh Tantan Hadian, S.Pd, M.Pkim.

(Guru SMAN 1 Sukabumi)

 

Habit diartikan sebagai kebiasaan. Menurut KBBI kebiasaan adalah sesuatu yang biasa dikerjakan dan sebagainya. Arti lainnya dari kebiasaan adalah pola untuk melakukan tanggapan terhadap situasi tertentu yang dipelajari oleh seorang individu dan yang dilakukannya secara berulang untuk hal yang sama. Kebiasaan akan menjadi sebuah perilaku seseorang dalam melakukan berbagai macam aktivitas sehari-harinya.

Kebiasaan baik akan menimbulkan perilaku seseorang menjadi baik, dan kebiasaan buruk akan menyebabkan perilaku seseorang menjadi buruk. Kebiasaan terbentuk dari pekerjaan yang terus menerus dilakukan secara berulang-ulang secara konsisten baik diawali dengan sukarela maupun dengan terpaksa. Pembiasaan merupakan jalan untuk menumbuhkan kebiasaan, kebiasaan akan melekat kapanpun dan di manapun seseorang berada menjadi sebuah perilaku.

Sebagai orang dewasa menanamkan suatu kebiasaan yang baik adalah menjadi tanggung jawab yang harus dilakukan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain yang dianggap belum dewasa. Kebiasaan orang tua bangun subuh akan diikuti kebiasaannya itu oleh anak-anaknya. Membangunkan anak-anak yang sedang terlelap di subuh hari adalah sebagai upaya pembiasaan yang ditularkan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa agar terjadi sebuah kebiasaan dan perilaku positif bangun di pagi hari untuk mempersiapkan aktivitas di hari itu.

Menanamkan kebiasaan yang baik menjadi sebuah tantangan yang mau tidak mau harus dilakukan oleh orang dewasa dalam mendidik generasi di bawahnya. Kebiasaan di rumah ditularkan oleh orang tua dan lingkungannya, kebiasaan di sekolah ditularkan oleh guru-guru dan lingkungan sekolahnya begitupun kebiasaan di kantor atau tempat kerja ditularkan oleh atasan dan lingkungan tempat kerjanya. Orang tua, guru, dan atau atasan, bertanggung jawab atas kebiasaan yang dibangun oleh anaknya, siswanya, dan atau bawahannya. 

Pembentukan kebiasaan harus dilakukan secara sinergi antara di rumah, di sekolah, dan lingkungannya. Masing-masing pembentuk kebiasaan harus ada penaggungjawabnya sehingga tidak ada celah orang “belum dewasa” untuk membentuk kebiasaan yang tidak dikehendaki (negatif).

Kebiasaan membuang dan memilah sampah akan bisa terwujud jika orangtuanya memberikan contoh dan membiasakannya di rumah, guru di sekolah memberi contoh dan membiasakan siswa di lingkungan sekolahnya, di lingkungan masyarakat umum pemerintah membuat regulasi yang mendukung pembiasaan dan menegakkan aturannya.

Kebiasaan ini harus dilakukan terus menerus tidak hanya dijadikan sebuah ajang kompetisi atau untuk mencapai rekor muri, apalagi hanya untuk meningkatkan prestise dari pimpinan saja.

Membentuk kebiasaan mengantre pada transfortasi umum di Australia menjadi hal pokok yang diajarkan kepada anak usia 1-12 tahun oleh guru-guru di negeri kangguru tersebut. Mereka sadar dalam membentuk habits tidak bisa dilakukan secara instant dan harus diajarkan mulai usia sedini mungkin. Mereka lebih khawatir jika anak-anak mereka tidak bisa ngantri daripada tidak berhitung matematika, kebiasaan mengantri tidak hanya mengantri saja tetapi membawa karakter-karakter ikutan yang baik bagi setiap anak seperti belajar sabar, menghargai orang lain, tidak boleh mengambil hak orang lain, belajar disiplin dan tepat waktu.

Bukankah menurut hasil riset dari Thomas J Stanley bahwa urutan 10 faktor yang berpengaruh terhadap kesuksesan seseorang itu didominasi oleh budaya karakter baik yakni; kejujuran, kedisiplinan, mudah bergaul, pekerja keras, mampu memimpin, hidup teratur dan seterusnya. Bukankah hasil riset tersebut mengungkapkan bahwa faktor-faktor seperti nilai rapor, IPK, dan rangking hanya berada pada urutan k-30, dan memasuki sekolah  favorit hanya berada pada urutan ke - 23 serta faktor IQ hanya berada pada urutan ke 21.   

Jauh sebelum riset yang dilakukan oleh Thomas J Stanley, Nabi Muhammad SAW ditugaskan oleh sang kholik yaitu untuk membentuk karakter baik manusia, sebagaimana sabdanya “innamaa bu’itstu li utammima makarimal akhlaq”, yang artinya, “tidak sekali-kali aku diutus oleh Allah (kecuali) hanya satu untuk menyempurnakan akhlak, untuk membangun akhlakul karimah,” Dalam membangun peradaban ini ternyata yang paling pertama dan utama adalah penumbuhan karakter baik.

Dengan begitu, sudah selayaknya kita sebagai orang tua di rumah atau pendidik di setiap satuan pendidikan lebih memprioritaskan kebiasaan-kebiasaan positif ketimbang kesuksesan mereka dalam akademiknya.  Kesuksesan mereka akan ditentukan oleh karakter-karakter baiknya, juga kebangkitan bangsa ini pun akan ditentukan juga oleh karakter-karakter baik generasi penerus bangsanya.

Pembiasaan baik di satuan pendidikan harus menjadi program prioritas yang dirancang dalam program jangka pendek maupun jangka menengah termasuk didalamnya membuat anggaran prioritas untuk menunjang program tersebut. Pembiasaan baik yang diprogramkan harus disinergikan dengan orang tua siswa di rumah. Pembiasaan baik ini tidak hanya dibatasi pada enam dimensi pelajar Pancasila saja sebagaimana yang didengung-dengungkan dalam kurikulum merdeka, namun juga semua pembiasaan baik sesuai adat, agama dan budaya ketimuran bangsa kita. Tidak jarang sekolah membuat program pembiasaan ini hanya sebagai “bumbu” saja dan tidak terlalu serius dalam melaksanakannya. Mulailah merencanakan dengan hal terkecil seperti program 5 S (Sapa, salam, senyum, sopan, santun), tentukan indicator keberhasilan pelaksanaannya ,diberikan evaluasi dan diberikan tindak lanjut sehingga dapat terlihat pembisaan itu menjadi perilaku semua warga sekolah. 

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...