Guru Berguru kepada Mu'adz bin Jabal

Penulis Dr. Drs. Raya Erwana, M.Pd.

Dibaca: 270 kali

Dr. Drs. Raya Erwana, M.Pd.

Oleh Dr. Drs. Raya Erwana, M.Pd.

(Kepala SMAN 1 Cigombong Kab. Bogor)

 

Mu'adz bin Jabal adalah sahabat Nabi dari kaum Anshar yang berbai'at kepada Rasulullah sejak pertama kali. Sehingga ia termasuk orang yang pertama kali masuk Islam (as-Sabiqun al-Awwalun).

Mu'adz bin Jabal adalah sahabat Rasulullah yang mempunyai kelebihan yang sangat menonjol dan istimewa yaitu ilmu fiqih atau keahliannya dalam soal hukum. Keahliannya dalam fiqih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya: "Umatku yang paling tahu akan yang halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal." Dalam kecerdasan otak dan keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu'adz hampir sama dengan Umar bin Khathab.

Pendapat Mu'adz bin Jabal tentang keberadaan guru, sebagaimana seorang guru itu harus bersikap dan bertingkah laku seharusnya adalah: Guru yang menggembirakan bukan guru yang menakut-nakuti, guru yang mempersatukan bukan guru yang menceraiberaikan dan guru yang mempermudah bukan guru yang mempersulit.

Pendapat Mu'adz bin Jabal di atas patut dijadikan pegangan oleh semua guru didalam menjalankan tugasnya sehari-hari dalam mentransfer ilmu pengetahuan juga memberikan suri tauladan dalam kehidupannya.

1. Guru Menggembirakan bukan Menakut-nakuti

Seorang guru harus mengikhlaskan niatnya di dalam mengajar, dan menganggap pekerjaannya sebagai ibadah untuk mencari ridha Allah. Seorang guru bertugas menjalankan tugas rasul-rasul yang terpilih, dalam memberikan petunjuk dan mengajarkan kebenaran kepada manusia.

Pedoman seorang guru dalam mentransfer ilmu sebaiknya mengikuti kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang mempermudah dan menggembirakan, bukan pada  kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan yang mempersulit dan menakutkan, sebagaimana telah Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam perintahkan kepada umatnya,

Belajar dengan gembira merupakan metode pembelajaran yang memusatkan perhatian pada siswa, dalam hal ini guru sangat berperan penting di dalamnya. Jadi tugas guru semata-mata sebagai pengajar bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan, namun juga sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar. Jadi guru harus bisa mengemas pelajaran semenarik mungkin sehingga siswa bisa mengikutinya dengan rasa antusias dan gembira.

Jangan sekali-kali seorang guru menakut-nakuti siswanya, karena selain tidak ada kegembiraan pada siswa, yang ada hanya kekhawatiran saja sehingga membuat mental siswa menjadi jatuh.

2. Guru Mempersatukan bukan Menceraiberaikan

Penekanan pentingnya seorang guru senantiasa memberikan segala sesuatunya, termasuk memberikan pelajaran, dengan suasana yang sejuk, damai dan tanpa provokasi. Sebab jika pembelajaran dilakukan dengan sejuk, maka kesejukan itu akan mengimbas kepada para siswanya.  Sebaliknya, jika pembelajaran dilakukan dengan tidak santun, apalagi penuh dengan emosi, maka materi pelajaran yang sampai kepada siswa juga tidak akan maksimal.

Memberikan nasehat serta suri tauladan yang baik akan membuat persatuan yang hakiki sehingga nantinya tidak ada permasalahan yang bisa menceraiberaikan satu sama lain.

3. Guru Mempermudah bukan Mempersulit

Di antara kemudahan dalam mengajar adalah memandang manusia secara bertahap. Karena itu, seorang guru harus mengalihkan siswanya dari hal yang susah kepada hal yang mudah, dan dari hal yang rumit kepada hal yang sederhana.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala mensyariatkan terlebih dahulu kepada manusia di Kota Mekah akidah dan dasar sifat-sifat utama, sebelum masuk ke dalam perkara syariat dan hukum-hukum. Tugas Rasul sepanjang fase Mekah adalah menanamkan keimanan yang benar dan dasar-dasar etika Islam dalam diri para sahabat untuk mengemban amanat yang mulia di kemudian hari, yaitu amanat kewajiban-kewajiban Islam, dakwah Islamiah, dan jihad di jalan dakwahnya.

Karena itu, tidak seyogianya seorang guru yang bijak untuk menyelam bersama siswanya dalam lautan masalah yang masih diperselisihkan, sebelum siswanya memahami betul perkara yang telah disepakati. Karena memulai belajar dengan tidak tahu akar permasalahannya akan mengacaukan akal dan pikiran.

Kalau ada sebagian ilmu pengetahuan yang berada di atas kemampuan orang yang ia ajarkan, maka seorang guru wajib mengakhirkan masalah ini, hingga matang pemikiran mereka dan mereka telah siap untuk menerima ilmu tersebut.

Ali r.a. berkata, “Ajaklah manusia berbicara dalam perkara yang mereka ketahui (pahami) dan tinggalkan apa yang mereka mungkiri. Adakah kamu sekalian ingin mereka berbohong kepada Allah dan Rasul-Nya?”

Seorang guru diharuskan untuk tidak menjadikan perhatiannya hanya kepada bagaimana cara mengisi otak-otak dengan informasi saja, akan tetapi ia dituntut pada penyucian jiwa dengan sifat-sifat yang utama dan baik. Ia juga dituntut untuk lebih banyak mendidik melalui apa yang diucapkan dan mengucapkan apa yang sudah dilakukan dan juga melakukan perubahan, ketimbang mendidik dengan kata-kata.

Dengan demikian, ia bisa masuk dalam kategori guru yang mengajarkan manusia pada kebaikan. Seorang guru atau pendidik harus bisa menampilkan suri tauladan yang baik di depan para siswanya.

Cigombong, 05/04/23

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...