Penulis: Taopik ipebe
Taopik ipebe
Oleh Taopik ipebe
(Kepala SMA Negeri
1 Leuwiliang)
Ijazah itu tanda Anda
pernah sekolah, bukan tanda Anda pernah berpikir. Pernyataan itu disampaikan
oleh Rocky Gerung, beliau adalah seorang filsuf, akademisi, dan intelektual
publik Indonesia dan pernah mengajar selama 15 tahun di Universitas Indonesia.
Pernyataan Rocky
Gerung memang sulit dibantah. Walaupun tidak mungkin seseorang sekolah selama 6
tahun di SD, 3 tahun di SMP, 3 tahun di SMA dan beberapa tahun di perguruan
tinggi sama sekali tidak pernah berpikir. Tapi kenyataannya nilai yang tertera
di ijazah sebagai bentuk dan bukti kemampuan atau kompetensi seseorang yang
memegangnya tidak selamanya merupakan hasil berpikir secara penuh.
Benarkah semua
siswa atau mahasiswa yang pergi pulang tiap hari dari rumah ke sekolah atau
tempat kuliah menggunakan pikirannya secara penuh saat belajar? Jawabannya ada
di dalam pikiran siswa/mahasiswa/kita yang sudah purnasiswa. Bukan tanpa
alasan, Rocky Gerung menyampaikan pernyataan tersebut di atas. Karena dengan
berpikir berarti kita belajar dan dengan belajar, maka kualitas sumber daya
kita sebagai manusia akan meningkat.
Bank Dunia atau
World Bank menerbitkan laporan “The Human Capital Index 2020 Update: The Human
Capital in the Time of COVID-19”. Dalam laporan tersebut, nilai HCI atau Indeks
Sumber Daya Manusia Indonesia 2020 sebesar 0,54, naik dari 0,53 pada tahun
2018. Walaupun naik namun masih menggambarkan masih jauh dari harapan.
Sekolah maupun
perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya merupakan tempat orang
berkumpul untuk berpikir. Karena ilmu tidak diwariskan oleh pendahulu-pendahulu
kita, maka kita sebagai generasi penerusnya perlu belajar dengan cara
mempertahankan, mengembangkan dan meng-update ilmu yang sudah ada.
Update sebuah ilmu
tercapai jika generasi sekarang lebih berpikir maju dibanding pendahulunya, dan
generasi mendatang juga lebih maju dibanding generasi saat ini. Berpikir maju
mengandung pengertian bahwa pelakunya harus melakukan hal-hal yang lebih baik
dibanding sebelumnya, bukan sebaliknya.
Jika zaman dulu
seorang pelajar belajar hanya dari guru, maka zaman sekarang semua orang bisa
belajar dari siapapun dan dari sumber belajar apapun. Manusia yang berpikir
bukan hanya mendapatkan pelajaran dari sumber belajar apapun, melainkan ia
harus memilih mana yang baik untuk ia pelajari dan ia amalkan dan mana yang
harus ia tinggalkan. Agar jalur keburukan terpotong dan tidak diteruskan oleh
generasi berikutnya. Itulah sang Ulil Albab.
Ulil albab atau
orang yang berakal dan berpikir dengan akalnya memiliki keyakinan bahwa Allah
Subhanahu wata'ala mengajarkan untuk meninggalkan hal yang sia-sia ;
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran : 190-191).
Sungguh sia-sia
kita menjadi pelajar atau mahasiswa, jika pergi pulang tiap hari tapi tidak
mengubah apapun dalam diri kita, baik akhlak (karakter), keilmuan mapun
keterampilan kita. Yang pasti berubah hanya usia bertambah tua. Generasi unggul yang Allah Subhanahu
wata'ala sebutkan dalam ayat diatas menjadikan alam semesta ciptaan-Nya sebagai
bahan untuk belajar.
Ungkapan Rocky
Gerung sebenarnya merupakan masukan atau kritik yang membangun, untuk siswa
atau mahasiswa dan untuk guru atau dosen. Perilaku kita sebagai pemegang ijazah
yang tidak berubah menjadi baik atau semakin baik menunjukan bahwa kita gagal
saat belajar di sekolah/perguruan tinggi. Begitupun guru yang mengajar tidak
mendidik siswanya untuk lebih berpikir sehat , logis dan kritis merupakan guru
yang kurang berhasil menjalankan tugasnya.
Hakikat pendidikan
adalah perubahan sikap, jika saat kecil sebelum sekolah kita masih belum mampu
menganalisa mana yang baik dan mana yang buruk. Maka ketika sekolah dengan
pendidikan yang diajarkan dan diteladankan oleh guru seharusnya siswa mampu
menganalisa dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari apa yang ia
analisa baik dan menghindari apa yang ia analisa buruk.
Dalam materi
pelajaran saja sudah dipedomankan bahwa tingkat kesulitan akan semakin meningkat
saat pelajar naik kelas atau naik jenjang. Jika kemampuan berpikir tidak ikut
meningkat, yang terjadi malah stres dan tidak menikmati dunia sekolah atau akan
cuek tak mau berpikir. Kondisi seperti inilah yang merupakan gambaran cocok
seperti disampaikan oleh Rocky Gerung.
Kondisi lain yang
mungkin sesuai dengan yang Rocky Gerung sampaikan adalah saat kita bisa melihat
dengan mata telanjang dan mendengar dengan telinga tanpa meminjam,
pernyataan-pernyataan dari figur-figur terkenal yang bicara asal nyablak tanpa
dipikir terlebih dahulu. Padahal kebanyakan mereka berpendidikan tinggi alias
berijazah.
Tantangan bagi
seorang pendidik adalah meningkatkan karakter mulia dan karakter berpikir
positif peserta didik, Sehingga “sindiran” Rocky Gerung bisa terjawab dengan
mudah dan tidak membuat kita menjadi baperan.
Wallahu a’lam