Penulis: Taopik ipebe
Taopik ipebe
(Kepala SMAN 1 Leuwiliang)
Kehidupan manusia memang penuh dengan masalah dan ujian. Rasa
lelah dan capai adalah bagian dari efek kehidupan. Namun kondisi itu harus
tetap dijalani manusia sampai akhir kehidupannya. Masalah dan solusi datang silih
berganti, bahagis dan kesedihan datang seperti antre. Syukur dan sabar
merupakan solusi agar beban tidak terlalu terasa berat. Keduanya, yakni syukur
dan sabar adalah kebaikan yang berdampak baik untuk pelakunya.
Manusia memiliki cara masing-masing dalam menjalani kehidupannya.
Belajar merupakan bagian dari proses menjalani kehidupan ini. Saat manusia
lahir dari rahim sang bunda, ia baru mulai mengenal tentang hidup dan kebutuhan
yang harus dipenuhinya. Dia belajar bagaimana menyambung hidup melalui air susu
ibunya.
Bartambah usia, disadari atau tidak, manusia banyak melakukan
pembelajaran, dengan memperhatikan orang-orang sekitarnya yang kemudian dia
tiru apa yang mereka perbuat. Belajar membalikan tubuh, merangkak, duduk,
berdiri, berjalan, memanjat dan lain-lain. Bicara pun mereka pelajari dali cadel
sampai jelas, satu kata, dua kata,
tiga kata dan seterusnya.
Perjalanan waktu kehidupan membuat manusia bukan hanya mampu
mempelajari dengan melihat, membaca, mendengar dan meniru saja, manusia pun mampu
menganalisa dengan otak dan akal pikirannya. Analisanya membawa manusia kecil makin
dewasa, mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar
dan mana yang salah, mana yang prirotas dan mana yang tidak.
Pada perjalanan berikutnya, seorang manusia akan melakukan interaksi
dengan sesama baik di rumah maupun di luar rumahnya, baik dengan kerabat maupun
dengan orang lain. Interaksi antar sesama bisa dilaksukan saat bermain, belajar
di lembaga pendidikan maupun di tempat bekerja. Interaksi ini menumbuhkan efek
positif maupun negatif, menumbuhkan persahabatan atau permusuhan, menumbuhkan kolaborasi dan kompetisi.
Ada saat manusia merasakan enjoy, santai dalam menikmati
hidupnya. Namun seringnya manusia merasakan lelah atau capai menjalani
kehidupannya, melakukan pekerjaannya, memikirkan permasalahan yang dihadapinya.
Rasa lelah akan semakin bertambah jika hidup, aktifitas, atau pekerjaan yang
dijalaninya tidak disukai atau tidak disyukurinya. Selain itu secara fitrah,
manusia juga diciptakan dalam keadaan susah payah.
Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. (QS. Al-Balad: 4)
Kelelahan menjalani hidup juga akan makin bertambah jika
terlalu banyak berkeluh kesah. Ada dua penyebab keluh kesah manusia, tidak syukur
saat mendapat karunia/kebahagiaan dan tidak sabar/ berkeluh kesah ketika mengalami
kesempitan hidup. Hal ini telah disampaikan Allah Subhanahu wata'ala dalam
firman-Nya:
(19). Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (20). Apabila ia ditimpa kesusahan ia
berkeluh kesah, (21). Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
(QS. Al-Ma’aridj:
19-21).
Kelelahan yang dialami oleh seseorang, bukan hanya lelah
fisik semata, melainkan kelelahan psikis (jiwa). Jika kelelahan fisik bisa
dipulihkan salah satunya dengan istirahat, maka kelelahan psikis yang menimbulkan
keluh kesah seperti pada ayat diatas harus diobati dengan me-refresh jiwa/psikis
sesuai tuntunan Allah Subhanahu wata'ala.
Diam saja melelahkan, begitu yang diucapkan seorang sahabat
ketika mengeluhkan betapa beban hidup makin berat. Sebenarnya hal ini bisa
dilanjutkan dengan kalimat berikutnya yakni, maka bekerjalah atau maka
bergeraklah. Walaupun berkeluh kesah itu merupakan salah satu ciri manusia,
namun berkeluh kesah bukan pada tempatnya bisa menimbulkan efek negatif. Terkadang
ketika berkeluh kesah kepada orang lain, belum tentu dia berempati yang ada malah
mupuas (senang dengan keadaan kita).
Tempat keluh kesah atas beban hidup yang paling tepat adalah
kepada Allah Subhanahu wata'ala. Maka wajar, jika shalat, dzikir, dan do’a
adalah cara/waktu istimewa yang diberikan Allah Subhanahu wata'ala untuk menumpahkan
keluh kesah itu. Lihatlah ayat yang menyampaikan solusi untuk keluh kesah
manusia, satu solusi diantaranya adalah shalat yang dilaksanakan secara dawam
(terus-menerus). Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
(22). kecuali
orang-orang yang mengerjakan shalat, (23). yang mereka itu tetap mengerjakan
shalatnya, (QS. Al-Ma’aridj: 12-23).
Kuncinya memang
harus beriman dulu, percaya adanya Allah Subhanahu wata'ala, percaya bahwa DIA
satu-satunya Tuhan yang patut disembah, percaya bahwa hanya DIA-lah yang akan
mendengar do-doa manusia dan mampu memberikan solusi terbaik. Seorang yang
mengaku Muslim, dengan ber-KTP Islam pun masih banyak yang enggan melaksanakan
shalat. Bisikan setan masih terlalu menarik untuk diikuti daripada ajakan
kebaikan dari Allah Subhanahu wata'ala, Rosulullah shalallaahu ‘alaihi wasalam
maupun orang-orang shaleh.
Jika manusia yang
tidak beriman (kafir) saja akan mati, mengapa tidak memilihi menjadi Muslim
saat mati nanti. Jika manusia yang mengaku Muslim tapi tidak beribadah pasti
akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat, mengapa tidak mengisi waktu dengan
istiqomah dalam ibadah agar mampu mempertanggungjawabkan kehidupan di hadapan Allah
Subhanahu wata'ala kelak. Jika manusia yang berkeluh kesah sambil berpangku tangan
makin berkurang waktu hidupnya, mengapa tidak mengisi waktu dengan mencari
keberkahan yang Allah Subhanahu wata'ala.
DIA, Dzat yang
Mahakaya telah menyediakan rejeki yang melimpah di muka bumi ini. Ketika ihktiar
itu dilakukan, maka peluang akan mendapatkan rejeki yang berkah jauh lebih
besar daripada berpangku tangan. Bonus besarnya adalah setiap ikhtiar mencari
rejeki ada keberkahan dan pahala besar dari-Nya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
39. dan bahwasanya
seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, (40). dan
bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). (41). Kemudian akan
diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna (QS. An-Najm:
39-41).
Rosulullah
shalallaahu ‘alaihi wasalam juga menyampaikan pedoman tentang bekerja atau
mencari rejeki. Bekeria atau berikhtiar harus selalu diikuti ketawakalan kepada Allah Subhanahu wata'ala.Tawakal
berarti, proses harus dilakukan, sementara hasil diserahkan kepada-Nya.
Dari Umar
Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku
pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Kalau kalian
bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, maka niscaya Allah akan
memberikan kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung; ia
pergi pagi hari dalam keadaan perutnya kosong, lalu pulang pada sore hari dalam
keadaan kenyang”. [HR Tirmidzi, no.
2344; Ahmad (I/30); Ibnu Majah, no. 4164]
Tawakal bukanlah diam, melainkan proses aktif melakukan usaha. Namun,
sekali lagi hasil akhirnya diserahkan kepada Allah Subhanahu wata'ala. Tawakal bukanlah
dia, karena diam yang hanya menyerahkan semuanya kepada Allah Subhanahu wata'ala
sementara proses ikhtiar tidak dilakukan akan membawa pelakunya kepada kelelahan
menanti hasil tanpa wujud yang jelas. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
“Barang siapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan keluar. Dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang
bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”
(QS. Ath-Thalaq: 2-3).
Wallahu a’lam