KEPALA SEKOLAH BURNOUT

Penulis: Ade Munajat

Dibaca: 336 kali

Ade Munajat

Oleh Ade Munajat

(Anggota Masyarakat PemerhAti Sekolah)

 

Burnout adalah konsep dalam disiplin psikologi yang merujuk pada kondisi kelelahan emosional, fisik, dan mental yang disebabkan oleh stres berkepanjangan, terutama dalam konteks pekerjaan atau tanggung jawab yang menuntut. Burnout pertama kali diperkenalkan oleh psikolog Herbert Freudenberger pada tahun 1970-an dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Christina Maslach, seorang ahli psikologi sosial.

Menurut Maslach, burnout adalah sindrom psikologis yang ditandai oleh tiga dimensi utama: 1. Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion). Perasaan terkuras secara emosional dan fisik akibat tuntutan pekerjaan yang berlebihan. Individu merasa tidak memiliki energi atau motivasi untuk melanjutkan aktivitas. 2. Depersonalisasi (Cynicism atau Detachment). Perasaan terpisah secara emosional dari pekerjaan atau orang lain. Individu mungkin menjadi sinis, acuh tak acuh, atau bahkan kasar terhadap rekan kerja, klien, atau tanggung jawabnya. 3. Penurunan Prestasi Kerja (Reduced Personal Accomplishment). Perasaan tidak kompeten atau tidak mampu mencapai tujuan. Individu merasa bahwa usahanya tidak dihargai atau tidak membuahkan hasil.

Burnout sering kali disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal, termasuk:. Beban Kerja yang Berlebihan. Tuntutan pekerjaan yang terlalu tinggi atau tidak realistis. Kurangnya Kontrol. Ketidakmampuan untuk mengambil keputusan atau mengendalikan situasi kerja. Kurangnya Dukungan Sosial. Minimnya dukungan dari rekan kerja, atasan, atau keluarga. Ketidakseimbangan antara Usaha dan Imbalan. Perasaan bahwa usaha yang diberikan tidak sebanding dengan penghargaan atau kompensasi yang diterima. Konflik Nilai. Ketidaksesuaian antara nilai-nilai pribadi dan tuntutan pekerjaan. Lingkungan Kerja yang Tidak Sehat. Budaya kerja yang kompetitif, tidak adil, atau penuh konflik.

Gejala Burnout. Burnout dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk fisik, emosional, dan perilaku: Gejala Fisik: Kelelahan kronis, sakit kepala, gangguan tidur, atau penurunan imunitas. Gejala Emosional: Frustrasi, mudah marah, perasaan tidak berdaya, atau kehilangan minat pada pekerjaan. Gejala Kognitif: Sulit berkonsentrasi, penurunan produktivitas, atau pikiran negatif yang terus-menerus. Gejala Perilaku: Menghindari tanggung jawab, menarik diri dari interaksi sosial, atau sering absen dari pekerjaan.

Dampak Burnout

Burnout tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga dapat berdampak pada lingkungan sekitarnya: Pada Individu: Gangguan kesehatan mental (seperti depresi atau kecemasan). Masalah kesehatan fisik (seperti penyakit jantung atau gangguan pencernaan). Penurunan kualitas hidup secara keseluruhan. Pada Pekerjaan: Penurunan kinerja, produktivitas, dan kepuasan kerja. Peningkatan absensi atau turnover (pergantian karyawan). Pada Hubungan Sosial: Konflik dengan rekan kerja, keluarga, atau teman. Isolasi sosial.

Apakah Anda Kepala Sekolah (KS) Burnout?

Menyimak tayangan platform media sosial yang riuh mengenai persoalan seputar persoalan dunia persekolahan dan pendidikan, tampaknya, dapat diduga, secara hipotetikal, ada KS, mungkin mayoritas KS, mengidap gejala burnout.

Dari tayangan platform media sosial milik Dedi Mulyadi, setidaknya, secara random, memang para kepala sosial tengah mengidap gejala penyakit itu. Dari pengakuan KS yang merasa dirinya dianggap “maling”, dianggap “rampok”,  merasa “diperas” oknum tertentu, berputus asa ingin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai KS, merasa serba salah,  merupakan penanda bahwa sungguh-sungguh mereka tengah merasakan kelelahan mental akut.

KS merasa terdapat sejumlah tekanan. Dari atas ada aturan dan perintah pimpinan yang harus mereka jalankan. Mereka hampir kurang tidur untuk mengindahkan perintah pimpinannya itu, yang kadang sesegera mungkin harus mereka selesaikan. Kekhawatiran dengan maladministrasi yang dibuat oleh para pembantunya dan para staff di ketatatusahaan.. Hak memenuhi kebutuhan sosialisasi dengan keluarganya hilang, apalagi sosialisasi dengan masyarakat seputar lingkungan tempat kerjanya. Seringkali mereka merasa terasing ditengah keramaian keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya.

Dari bawah terdapat tuntutan guru. Guru berharap kesejahteraan, terpenuhi seluruh alat dan media yang mereka butuhkan. Dinamika kerja sekolah yang tinggi karena guru bermasalah dengan administrasi dan pelanggaran norma atau tata aturan hukum, konflik guru dengan guru, konflik guru dengan masyarakat, guru indisipliner, kenakalan anak yang di luar batas kepatutan dan kepantasan yang sesegera memerlukan penanganan. Persoalan insidental disekolah dari mulai kerusakan pompa yang menyebabkan tidak ada air disekolah hingga WC yang minim jumlahnya mampet tidak fungsional. Persoalan sampah sekolah. Perayaan-perayaan macam-macam hari besar yang sama dan sebangun dengan kontribusi keuangan dari sekolah, penawaran buku, barang dan jasa yang kadang  memelas atau bahkan “memaksa” atas nama pulan, pejabat ini atau pejabat itu.

Dari samping kiri ada kontrol aparat penegak hukum yang mengawasi tidak ada pungutan liar seiring kontrol dan kritik sosial masyarakat yang berlebihan. Tidak jarang karena persoalan itupun, KS harus meninggalkan sekolah, berhari, beberapa hari dalam hitungan minggu atau bulan, untuk sekadar klarifikasi atas pengaduan masyarakat pada aparat penegak hukum. Melelahkan. Kepedihan mendalam, setelah klarifikasi tumbuh stigma KS melakukan Tindakan pungli dan korupsi.

Dari samping kanan, ada masyarakat yang mengeluhkan persoalan anaknya. Susah diatur, melawan pada orang tua, terus bermain hp, sulit belajar, bergaul dengan sebaya berandal, perilaku menyimpang, hingga anak yang dibelanya padahal banyak melakukan pelanggaran disiplin sekolah. Termasuk hal yang memedihkan karena kemiskinan, penyakit, meminta pembebasan ini itu, atau mengeluh kenapa anak saya tidak dapat ini itu, padahal sebayanya ada yang dapat ini itu. Kenapa anak saya tidak dapat bantuan KIP? Yang dapat KIP “kenapa uang tidak bisa dicairkan”. Dan lain-lain. 

Harapan apa yang dapat diharap dari KS yang mengidap gejala burnout seperti itu?  KS menjadi sekadar penikmat jabatan. Pembuka acara seremonial sekolah. Tanpa kepemimpinan pembelajaran, tidak dapat konsentrasi utuh pada peningkatan mutu Pendidikan.

Apa kabar para pemangku kepentingan sekolah dan pendidikan?

Apa kabar mutu pendidikan?

Kehidupan harus tetap dijalani.

Jika hari gelap segera nyalakan lilin jangan mencaci kegelapan.

Si Pesimis mengeluh, yang optimis melihat kesempatan.

Wallohu’alam bishawab.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...