Penulis: Ade Munajat
Ade Munajat
Oleh Ade Munajat
(Anggota Masyarakat PemerhAti Sekolah)
Burnout
adalah konsep dalam disiplin
psikologi yang merujuk pada kondisi kelelahan emosional,
fisik, dan mental yang disebabkan oleh stres berkepanjangan, terutama dalam
konteks pekerjaan atau tanggung jawab yang menuntut. Burnout pertama kali
diperkenalkan oleh psikolog Herbert Freudenberger pada tahun 1970-an dan
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Christina Maslach, seorang ahli
psikologi sosial.
Menurut
Maslach, burnout adalah sindrom psikologis yang ditandai oleh tiga dimensi
utama: 1. Kelelahan Emosional (Emotional Exhaustion).
Perasaan terkuras secara emosional dan fisik akibat tuntutan pekerjaan yang
berlebihan. Individu merasa tidak memiliki energi atau
motivasi untuk melanjutkan aktivitas. 2. Depersonalisasi (Cynicism atau Detachment).
Perasaan terpisah secara emosional dari pekerjaan atau orang lain. Individu
mungkin menjadi sinis, acuh tak acuh, atau bahkan kasar terhadap rekan kerja,
klien, atau tanggung jawabnya. 3. Penurunan Prestasi Kerja (Reduced Personal Accomplishment).
Perasaan tidak kompeten atau tidak mampu mencapai tujuan. Individu merasa bahwa
usahanya tidak dihargai atau tidak membuahkan hasil.
Burnout
sering kali disebabkan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal, termasuk:.
Beban Kerja yang Berlebihan. Tuntutan pekerjaan yang terlalu
tinggi atau tidak realistis. Kurangnya Kontrol. Ketidakmampuan
untuk mengambil keputusan atau mengendalikan situasi kerja. Kurangnya
Dukungan Sosial. Minimnya dukungan dari rekan kerja, atasan, atau
keluarga. Ketidakseimbangan antara Usaha dan Imbalan. Perasaan
bahwa usaha yang diberikan tidak sebanding dengan penghargaan atau kompensasi
yang diterima. Konflik Nilai. Ketidaksesuaian antara
nilai-nilai pribadi dan tuntutan pekerjaan. Lingkungan Kerja yang Tidak
Sehat. Budaya kerja yang kompetitif, tidak adil, atau penuh konflik.
Gejala Burnout. Burnout
dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang, termasuk fisik, emosional,
dan perilaku: Gejala Fisik: Kelelahan kronis, sakit kepala,
gangguan tidur, atau penurunan imunitas. Gejala Emosional: Frustrasi,
mudah marah, perasaan tidak berdaya, atau kehilangan minat pada pekerjaan. Gejala
Kognitif: Sulit berkonsentrasi, penurunan produktivitas, atau pikiran
negatif yang terus-menerus. Gejala Perilaku: Menghindari
tanggung jawab, menarik diri dari interaksi sosial, atau sering absen dari
pekerjaan.
Dampak Burnout
Burnout
tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga dapat berdampak pada lingkungan
sekitarnya: Pada Individu: Gangguan kesehatan mental (seperti
depresi atau kecemasan). Masalah kesehatan fisik (seperti penyakit jantung atau
gangguan pencernaan). Penurunan kualitas hidup secara keseluruhan. Pada
Pekerjaan: Penurunan kinerja, produktivitas, dan kepuasan kerja. Peningkatan
absensi atau turnover (pergantian karyawan). Pada Hubungan Sosial:
Konflik dengan rekan kerja, keluarga, atau teman. Isolasi sosial.
Apakah Anda Kepala Sekolah (KS) Burnout?
Menyimak tayangan platform media sosial yang riuh mengenai persoalan
seputar persoalan dunia persekolahan dan pendidikan, tampaknya, dapat diduga,
secara hipotetikal, ada KS, mungkin mayoritas KS, mengidap gejala burnout.
Dari tayangan platform media sosial milik Dedi Mulyadi, setidaknya,
secara random, memang para kepala sosial tengah mengidap gejala penyakit itu. Dari
pengakuan KS yang merasa dirinya dianggap “maling”, dianggap “rampok”, merasa “diperas” oknum tertentu, berputus asa
ingin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai KS, merasa serba salah, merupakan penanda bahwa sungguh-sungguh
mereka tengah merasakan kelelahan mental akut.
KS merasa terdapat sejumlah tekanan. Dari atas ada aturan dan perintah
pimpinan yang harus mereka jalankan. Mereka hampir kurang tidur untuk
mengindahkan perintah pimpinannya itu, yang kadang sesegera mungkin harus
mereka selesaikan. Kekhawatiran
dengan maladministrasi yang dibuat oleh para pembantunya dan para staff di
ketatatusahaan.. Hak memenuhi kebutuhan sosialisasi dengan keluarganya hilang,
apalagi sosialisasi dengan masyarakat seputar lingkungan tempat kerjanya. Seringkali
mereka merasa terasing ditengah keramaian keluarga dan lingkungan tempat
tinggalnya.
Dari bawah terdapat tuntutan guru. Guru berharap
kesejahteraan, terpenuhi seluruh alat dan media yang mereka butuhkan. Dinamika
kerja sekolah yang tinggi karena guru bermasalah dengan administrasi dan
pelanggaran norma atau tata aturan hukum, konflik guru dengan guru, konflik
guru dengan masyarakat, guru indisipliner, kenakalan anak yang di luar batas
kepatutan dan kepantasan yang sesegera memerlukan penanganan. Persoalan
insidental disekolah dari mulai kerusakan pompa yang menyebabkan tidak ada air
disekolah hingga WC yang minim jumlahnya mampet tidak fungsional. Persoalan sampah sekolah.
Perayaan-perayaan macam-macam hari besar yang sama dan sebangun dengan
kontribusi keuangan dari sekolah, penawaran buku, barang dan jasa yang
kadang memelas atau bahkan “memaksa”
atas nama pulan, pejabat ini atau pejabat itu.
Dari samping kiri ada
kontrol aparat penegak hukum yang mengawasi tidak ada pungutan liar seiring kontrol
dan kritik sosial masyarakat yang berlebihan. Tidak jarang karena persoalan itupun,
KS harus meninggalkan sekolah, berhari, beberapa hari dalam hitungan minggu
atau bulan, untuk sekadar klarifikasi atas pengaduan masyarakat pada aparat
penegak hukum. Melelahkan. Kepedihan mendalam, setelah klarifikasi tumbuh
stigma KS melakukan Tindakan pungli dan korupsi.
Dari samping kanan, ada
masyarakat yang mengeluhkan persoalan anaknya. Susah diatur, melawan pada orang
tua, terus bermain hp, sulit belajar, bergaul dengan sebaya berandal, perilaku
menyimpang, hingga anak yang dibelanya padahal banyak melakukan pelanggaran
disiplin sekolah. Termasuk hal yang memedihkan karena kemiskinan, penyakit,
meminta pembebasan ini itu, atau mengeluh kenapa anak saya tidak dapat ini itu,
padahal sebayanya ada yang dapat ini itu. Kenapa anak saya tidak dapat bantuan
KIP? Yang dapat KIP “kenapa uang tidak bisa dicairkan”. Dan lain-lain.
Harapan apa yang dapat
diharap dari KS yang mengidap gejala burnout seperti itu? KS menjadi sekadar penikmat jabatan. Pembuka
acara seremonial sekolah. Tanpa kepemimpinan pembelajaran, tidak dapat konsentrasi
utuh pada peningkatan mutu Pendidikan.
Apa kabar para pemangku
kepentingan sekolah dan pendidikan?
Apa kabar mutu pendidikan?
Kehidupan harus tetap
dijalani.
Jika hari gelap segera
nyalakan lilin jangan mencaci kegelapan.
Si Pesimis mengeluh, yang
optimis melihat kesempatan.
Wallohu’alam bishawab.