Penulis: Torik Imanurdin, M.Pd.
Torik Imanurdin, M.Pd.
Oleh Torik Imanurdin, M.Pd.
(Pengurus BMPS.
Kab. Cianjur)
Keputusan Gubernur
Jawa Barat No. 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang petunjuk teknis pencegahan
anak putus sekolah seolah menjadi angin segar bagi dunia pendidikan. Namun, di
balik narasi mulia itu, terselip ironi yang tak bisa diabaikan: ketimpangan
baru sedang disiapkan dengan rapi.
Bayangkan, satu
rombongan belajar (rombel) di sekolah negeri diisi hingga 50 siswa. Apa ini
strategi pendidikan atau sekadar pengalihan tanggung jawab ke pundak guru dan
ruang kelas yang sudah sesak? Regulasi pusat sendiri, yakni Permendikbudristek
No. 22 Tahun 2023, menetapkan bahwa satu siswa berhak atas ruang belajar seluas
minimal 2 m². Maka, kelas ideal untuk 50 siswa setidaknya harus berukuran 100
m²—ukuran yang nyaris mustahil ditemui di sekolah negeri kita hari ini.
Lebih jauh,
kebijakan ini memberi efek domino yang mengancam ekosistem pendidikan. Sekolah
swasta, yang selama ini berperan vital dalam menampung siswa dari kelompok
rentan, kini diposisikan sebagai pesaing tak setara. Jika semua siswa diarahkan
ke sekolah negeri, maka sekolah swasta kehilangan calon peserta didik. Apa yang
tersisa dari semangat kolaborasi antar penyelenggara pendidikan jika pemerintah
justru mendorong sekolah swasta ke pinggir jurang?
Konsekuensinya pun
bukan hanya soal angka. Ribuan guru, termasuk yang bersertifikasi, berpotensi
kehilangan jam mengajar. Kualitas pembelajaran tergerus karena guru harus
membagi perhatian pada jumlah siswa yang tidak manusiawi. Dan pada akhirnya,
peserta didik lah yang akan merasakan getirnya: ruang kelas menjadi ruang
bertahan hidup, bukan ruang tumbuh.
Kita butuh solusi
yang lebih dari sekadar menaikkan daya tampung sekolah negeri. Kita butuh
pendekatan yang menyeluruh—melibatkan sekolah swasta, mempertimbangkan standar
mutu, dan menempatkan peserta didik sebagai pusat kebijakan, bukan sebagai
beban administratif.
Pencegahan anak
putus sekolah tidak boleh berhenti pada niat baik. Ia harus diiringi dengan
kebijakan yang cerdas, adil, dan berpihak pada kualitas serta keberlanjutan
pendidikan.