Penulis Iyan Indriyani, S.Pd., S.D.
Iyan Indriyani, S.Pd., S.D.
Salah satu dasar
Pendidikan filosofi Ki Hadjar Dewantara adalah Pendidikan yang berpihak pada murid. “Pendidikan
yang berpihak pada murid adalah
bebas dari segala ikatan dengan suci hati mendekati
sang anak, bukan untuk meminta sesuatu hak melainkan untuk berhamba pada sang
anak” (Ki Hadjar Dewantara, 1922). Anak berperan penting sebagai subjek
dalam Pendidikan. Anak memiliki ide, karakter, minat berbeda, memiliki kodratnya
masing-masing dan harus kita tuntun
sebagai pendidik menuju keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Anak harus merasa bahagia tidak ada rasa terpaksa dan
tertekan. Tidak hanya teori abstrak yang didapat anak dalam pendidikan tetapi
lebih pada tingkah laku anak untuk menumbuhkan perilaku positif dengan
menumbuhkan dan membiasakan hal-hal perilaku positif yang nantinya akan tumbuh
menjadi budaya positif.
Untuk menerapkan
disiplin di sekolah seringkali kita sebagai
pendidik membuat peraturan
kelas yang dibuat oleh guru. Dampaknya membuat anak terpaksa
melakukannya. Tidak ada motivasi dari anak untuk menegakkan disiplin dengan
motivasi intrinsik (motivasi dari dalam), mereka
dituntut untuk patuh dan taat terhadap peraturan kelas yang sudah ada. Salah
satu mewujudkan keberpihakan murid dan penerapan budaya positif adalah dengan
keyakinan kelas yang dibuat dari dan oleh murid. Berdasarkan pendapat yang menyatakan bahwa, “suatu keyakinan akan lebih memotivasi
seseorang dari dalam atau memotivasi secara intrinsik. Seseorang akan lebih
tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, dari pada hanya sekadar
mengikuti serangkaian peraturan” (Gossen, 1998).
Sebagai wujud awal
penerapan budaya positif di sekolah adalah dengan membuat keyakinan kelas. Tujuan
disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang pada murid yang ketiga (tiga
motivasi perilaku manusia menurut Gossen) yakni menjadi manusia yang mereka
inginkan, menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang dipercaya. Pada saat murid kita memiliki
motivasi tersebut, maka mereka
telah memiliki motivasi intrinsik yang akan berdampak jangka panjang. Motivasi
inilah yang tidak akan terpengaruh oleh penghargaan (hukuman/hadiah). Murid
akan tetap berperilaku baik yang berlandaskan nilai-nilai kebajikan karena
mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka
hargai. Keyakinan kelas ini harus melibatkan murid. Keterlibatan murid sebagai
bentuk keberpihakan pada murid. Keyakinan kelas ini merupakan peraturan kelas
yang akan mereka yakini yang akan dijadikan sebagai motivasi dari dalam. Mereka
akan bersemangat untuk melakukannya karena mereka memahami dan meyakini nilai
kebajikannya dari pada peraturannya.
Keyakinan kelas ini
berisi nilai-nilai kebajikan universal yang telah diyakini dan dibuat oleh
warga kelas sehingga tercipta kelas yang nyaman dan tertib.
Contoh-contoh Keyakinan Kelas
Dalam pelaksanannya,
keyakinan kelas ini dapat ditinjau ulang dan diperbarui setiap waktu secara
berkesinambungan disesuaikan dengan kebutuhan warga kelas.
Keyakinan
kelas/kesepakatan kelas adalah bentuk keberpihakan murid sebagai alternatif dalam
membangun budaya positif di kelas. Keyakinan kelas ini akan menjadi motivasi
intrinsik yang muncul dari murid sehingga mereka akan melaksanakan keyakinan
kelas ini dengan senang, bersemangat dan bertanggung jawab terhadap peraturan
yang dibuatnya sendiri. Nilai-nilai kebajikan dalam keyakinan
kelas ini akan tertanam didalam jiwa anak.
Penulis berharap
agar semua pendidik
bisa menerapkan budaya
positif di sekolah
dengan cara membuat keyakinan kelas.
Nurcahyani, Andri, dkk.2022.Paket Modul 1.4 Budaya Positif Pendidikan
Guru Penggerak edisi keempat.Jakarta:Direktorat jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan Kemdikbudristek.
Rafael, Simon Petrus .2022.Paket Modul 1.1 Refleksi Filosofi Pendidikan
Nasional Ki Hadjar Dewantara Pendidikan Guru Penggerak edisi ketiga.Jakarta:Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbudristek.