Penulis: Krisdi Supriadi
Krisdi Supriadi
Krisis
regenerasi petani muda di Indonesia menjadi perhatian yang serius karena
menurunnya minat generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian. Saat ini,
hanya 8% dari total petani berusia 20-39 tahun, sementara mayoritas petani
didominasi usia di atas 40 tahun. Faktor penyebabnya adalah urbanisasi,
kurangnya akses terhadap modal dan teknologi yang belum memadai, serta
pandangan negatif terhadap profesi petani yang dianggap tidak menguntungkan.
Dilansir dari Detik News pada Rabu (22/05/2024), Kondisi sektor pertanian di Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan yang cukup signifikan, terutama akibat perubahan iklim, fluktuasi cuaca, dan pergeseran pola tanam. Meskipun pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menunjukkan angka yang positif, sektor pertanian mengalami kontraksi yang cukup serius. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada triwulan pertama 2024, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mengalami penurunan sebesar 3,54 persen dibandingkan tahun sebelumnya. (https://s.id/ruHAg pada Rabu, 22/05/2024 13:11 WIB)
Keadaaan
sektor pertanian di Indonesia saat ini sangat terpengaruh oleh perubahan iklim
dan fluktuasi cuaca. Penurunan 3,54 persen pada triwulan pertama 2024 ini
menunjukkan dampak yang sangat serius terhadap produktivitas, terutama akibat
kejadian ekstrem seperti banjir dan kekeringan. Perubahan pola curah hujan dan
suhu juga menyulitkan petani dalam menentukan waktu tanam yang tepat, sehingga
berpotensi menyebabkan gagal panen dan kerugian ekonomi. Oleh karena itu,
strategi mitigasi dan adaptasi diperlukan untuk meningkatkan ketahanan pangan
nasional di tengah tantangan ini.
Salah
satu penyebab utama dari kontraksi ini adalah fenomena El Niño yang menyebabkan
perubahan pola tanam dan panen. Produksi beras pada Maret 2024 tercatat hanya
3,38 juta ton, jauh lebih rendah dibandingkan dengan 5,13 juta ton pada Maret
2023. Pergeseran musim tanam ini tidak hanya mempengaruhi hasil pertanian tetapi juga mengancam ketahanan pangan nasional. Selain itu,
petani kecil atau petani gurem yang berjumlah lebih dari 10 juta orang menjadi
kelompok yang paling rentan terhadap dampak ini, karena mereka sering kali
tidak memiliki sumber daya untuk beradaptasi. (https://s.id/FJ6ly Kamis
(25/01/2024).
Pemerintah
harus secepatnya mengambil sebuah tindakan dalam mengatasi keadaan tersebut
karena secara tidak langsung ini akan berdampak terhadap ketahanan pangan
nasional di Indonesia. Oleh karena itulah pemerintah harus bisa memberikan
sebuah solusi baik itu di sektor pertanian, kehutanan, maupun perikanan,
khususnya petani kecil yang paling rentan terkena dampak tersebut. Mereka perlu
mendapatkan dukungan lebih untuk beradaptasi dengan perubahan iklim dan
meningkatkan sumber daya mereka. Jika pemerintah tidak secepatnya menyelesaikan
masalah tersebut, dikhawatirkan akan berdampak terhadap keberlangsungan hidup
seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah
juga telah mengakui perlunya strategi baru untuk meningkatkan produksi
pertanian dan mendukung kesejahteraan petani. Hal ini termasuk reformasi
agraria untuk mencegah fragmentasi lahan dan meningkatkan akses petani terhadap
teknologi dan pelatihan.
Dalam
konteks ini, petani muda di Indonesia memiliki peran yang sangat penting. Wakil
Menteri Pertanian Sudaryono menekankan bahwa generasi milenial diperlukan untuk
membawa inovasi dan kreativitas ke dalam sektor pertanian. Mereka dianggap
lebih adaptif terhadap teknologi baru dan mampu menerapkan praktik pertanian
berkelanjutan yang dapat meningkatkan produktivitas.
Adapun
Peluang bagi Petani Muda Antara lain sebagai berikut:
1.
Inovasi Teknologi: Petani muda
diharapkan dapat memperkenalkan teknologi modern dalam pertanian, seperti
penggunaan alat pertanian canggih dan Teknik budidaya yang
efisien.
2.
Kewirausahaan: Dengan meningkatnya
minat terhadap kewirausahaan di kalangan generasi muda, terdapat peluang untuk
mengembangkan produk turunan dari hasil pertanian yang dapat meningkatkan nilai
tambah.
3.
Pelatihan dan Dukungan: Pemerintah berkomitmen
untuk memberikan akses pelatihan dan dukungan finansial kepada petani muda.
Program pelatihan kewirausahaan bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
manajemen dan pemasaran mereka.
4.
Ketahanan Pangan: Petani muda
diharapkan dapat berkontribusi pada upaya swasembada pangan nasional dengan
menerapkan praktik pertanian yang lebih efisien dan berkelanjutan. (https://s.id/SmYV3 Pada Selasa 07/05/2024)
Dengan
dukungan yang tepat dari pemerintah dan lembaga terkait, serta semangat
inovatif dari generasi muda, sektor pertanian Indonesia dapat menghadapi
tantangan yang ada dan berkembang menuju masa depan yang lebih cerah. Petani
muda bukan hanya sebagai penerus tetapi juga sebagai agen perubahan dalam
mewujudkan ketahanan pangan dan keberlanjutan sektor pertanian di Indonesia.
Adapun
dampak krisis regenerasi ptani muda memiliki potensi yang cukup mengkhawatirkan
di antaranya:
1.
Penurunan Produktivitas Pertanian:
Berkurangnya jumlah petani muda yang terampil dapat menyebabkan penurunan
produktivitas pertanian. Ini berdampak pada ketersediaan bahan pangan dan dapat
meningkatkan harga pangan di pasar.
2.
Stagnasi Inovasi: Petani muda
cenderung lebih terbuka terhadap inovasi teknologi. Jika mereka tidak tertarik
untuk terlibat dalam pertanian, pengembangan teknologi baru akan terhambat.
3.
Tingkat Pengangguran yang Meningkat:
Ketidakminatan pemuda untuk menjadi
petani
dapat meningkatkan pengangguran di pedesaan, karena banyak pemuda mencari
pekerjaan di kota atau sektor non-pertanian.
4.
Daya Saing Sektor Pertanian Menurun:
Dalam jangka panjang, penurunan jumlah petani muda dapat mengurangi daya saing
sektor pertanian Indonesia, yang berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas sosial di pedesaan.
Lalu apakah tidak ada solusi untuk mengatasi krisis
regenerasi petani muda tersebur? Di sini penulis berusaha untuk memberikan
sebuah solusi agar regenerasi petani muda di Indonesia bisa dikendalikan.
Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis regenerasi
petani muda meliputi:
1.
Meningkatkan Akses Modal dan Teknologi:
Pemerintah perlu memberikan bantuan atau subsidi bagi petani muda untuk membeli
peralatan pertanian dan mengakses teknologi terbaru.
2.
Edukasi dan Pelatihan: Memberikan
pelatihan kepada petani muda tentang teknologi pertanian modern dan cara
mengoptimalkan sumber daya alam dapat meningkatkan daya tarik profesi ini.
3.
Peningkatan Kualitas Pendidikan:
Memperbaiki akses pendidikan di pedesaan dan menyediakan program pelatihan
keterampilan terkait pertanian dapat menarik minat pemuda untuk berkarier di
bidang ini.
4.
Dukungan Sosial: Membangun jaringan
dukungan sosial bagi petani muda dari komunitas dan organisasi terkait akan
membantu mereka menghadapi tantangan dalam sektor pertanian.
5.
Partisipasi dalam Pengambilan
Keputusan: Melibatkan petani muda dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan
pertanian akan memberikan mereka rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap
masa depan sektor ini.
Dengan
langkah-langkah tersebut, diharapkan krisis regenerasi petani muda di Indonesia dapat segera teratasi, sehingga sektor pertanian
Indonesia dapat tumbuh secara berkelanjutan dan berkontribusi pada ketahanan
pangan nasional.
Selain
itu Pemerintah dan berbagai organisasi juga telah mulai mengambil langkah untuk
mengatasi masalah ini melalui program-program inovatif, seperti Petani Milenial
dan Gerakan Petani Organik Muda. Program-program ini bertujuan untuk
meningkatkan daya tarik profesi petani dengan memberikan pendidikan, pelatihan,
serta akses ke teknologi modern dan pasar. Dengan kolaborasi antara pemerintah,
akademisi, dan masyarakat sipil, diharapkan regenerasi petani muda dapat
terwujud dan sektor pertanian Indonesia dapat berkembang secara berkelanjutan.
BIOGRAFI SINGKAT PENULIS
Penulis
bernama Krisdi Supriadi yang Lahir di Bogor, 19 Maret 2002. Saat ini penulis
sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi yaitu Institut Ummul Quro Al
Islami Bogor, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Semester lima. Penulis
bercita-cita menjadi seorang entrepreneur yang sukses dunia akhirat.