LAKSANA BERGURU DARI TURKI (Keberhasilan Erdogan Itu Karena Kelompok Pengajian)

Penulis: DR. H Dedi Nurhadiat, M.Pd

Dibaca: 453 kali

DR. H Dedi Nurhadiat, M.Pd

Oleh DR. H Dedi Nurhadiat, M.Pd

(Komunitas Cinta Indonesia/KACI)

 

Di saat masyarakat sibuk mengejar duniawi, suami istri semuanya meninggalkan keluarga di rumah untuk sementara waktu. Pertemuan untuk anak tersayang di rumah relatif sedikit. Tak jarang pendidikan anak-anak di rumah diserahkan kepada mekanisme yang ada di masyarakat. Maka peran pembantu, dan medsos menjadi sangat dominan. Tidak demikian di Turki. Sekian puluh tahun dikuasai pemerintahan sekuler, akhirnya kembali pada jati dirinya.

A.  Turki dalam Cengkraman Pemerintahan Sekuler

Mustafa Kemal Atatürk, nama lainnya adalah Gazi Mustafa Kemal Pa?a. Beliau seorang perwira militer dan negarawan Turki yang memimpin revolusi negara itu (1934). Ia merupakan pendiri dan presiden pertama Republik Turki. Sejak saat itulah Turki menjadi negara sekuler di bawah pimpinannya.

Sekularisme adalah pemisahan antara negara dan agama. Atatürk sebagai intelektual Turki "mencari" sekularisme sebagai prinsip moderinisasi negara dan juga gagasan progresif yang meliputi tidak hanya kehidupan politik dan pemerintahan namun juga lingkungan sosial dan budaya.

Jika saat ini, banyak masyarakat di Turki yang masih didominasi takhayul, dogma dan ketidaktahuan. Diduga karena keberhasilan pembangunan ideologi dari pemerintahan sekuler itu. 

Tak jarang para turis dari Indonesia dewasa ini, banyak juga digiring ke hal seperti barang kerajinan yang memiliki keganjilan/mistis. Seperti hiasan berupa gelang dan cincin yang menjurus pada keyakinan mistis, dengan corak hiasan berupa gambar mata satu (Seperti logo Yahudi/bermata satu). Tak jarang pula turis Indonesia membeli barang-barang pembodohan seperti itu. Walau barang oleh-oleh dibeli karena nilai keindahannya, padahal sangat kental dengan takhayul.

Kecuali para turis dengan wisata umroh, mungkin tak banyak diajak memasuki dunia takhayul seperti itu. Karena wisatawan umroh, banyak mengunjungi Turki untuk mempertebal keimanan. Karena di Turki banyak benda peninggakan sejarah masa lampau.

Di Turki banyak benda peninggalan kejayaan Islam dan benda sejarah yang ada dalam Qur'an dan dalam buku sejarah dunia seperti; Tongkat Nabi Musa, Rambut Nabi Muhammad SAW, pakaian istri Rosulullah, pedang asli yang digunakan para sahabat nabi, dll. Benda bersejarah tentang Islam sangat terpelihara di berbagai tempat. Bahkan benda sejarah sebelum Islam seperti tiang obelish dari Mesir dengan tulisan hieroglifnya, serta benteng-benteng pertahanan zaman Romawi berdiri dengan kokohnya.

Peninggalan sekuralisme di Turki, menunjukkan kontrol negara dan peraturan keadaan sikap sebagai salah satu dari "netralitas aktif". Tindakan Turki yang berkaitan dengan agama, di zaman sekuler adzanpun diubah menjadi berbahasa Turki. Konon banyak sekali mu’adzzin yang terbunuh karena mempertahankan adzan berbahasa Arab.

Dalam wikipedia dituliskan bahwa tugas-tugas pemerintahan urusan agama adalah "untuk melaksanakan pekerjaan yang menyangkut keyakinan, ibadah, dan etika, mencerahkan masyarakat tentang agama mereka, dan mengelola tempat ibadah suci"

Banyak macam kegiatan sekularisasi yang dilakukan pada zaman kepemerintahan Ataturk, salah satunya yang paling banyak dikecam, ganti Azan dengan bahasa Turki, tanpa memasukkan unsur Arab. Bahkan pembunuhan terhadap pelanggaran itu sering terjadi. Dapat ditonton di film youtube (boleh buka di https://youtu.be/9Gvc4aOf-ss)

Adzan saat itu, masih diperbolehkan berkumandang, dengan syarat harus menggunakan bahasa Turki, dan para wanita harus melepaskan jilbab mereka jika masuk lembaga negara.

B.  Kembali ke Ruh Islam

Puluhan tahun Turki dalam kendali pemerintahan sekuler. Kini bangkit kembali dalam tatanan Islami. Diduga karena keberhasilan pendidikan dalam keluarga dan pengajian rutin yang dibina masyarakat secara turun temurun. Banyak masjid besar dijadikan tempat aktivitas anak balita di bawah bimbingan para guru mereka.

Desakan masyarakat mayoritas muslim untuk mengaktifkan kembali Aya Sophia terus bergelora. Gedung ini dibangun pada abad keenam sebagai katedral namun sempat dijadikan perebutan antarpenganut gereja yang berbeda paham, dengan cara kekerasan. Akhirnya menjadi masjid pada 1453 ketika zaman Ottoman.

Kekuasaan Otoman biasa disebut juga dengan Kekhalifahan Utsmaniyah, di bawah Mehmed II atau Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan Konstantinopel yang kemudian berganti nama menjadi Istanbul. Kini hampir semua buku yang ada di Turki menulisnya Istambul.

Di bulan lalu, 10 Juli 2020 Aya Sophia diputuskan untuk dipelihara kembali sebagai tempat peribadatan. Dengan pembukaan resminya pada hari Jumat 24 Juli 2020. Berita ini heboh ke seantero jagad raya, terutama berita di medsos. Aya Sophia kembali menjadi masjid, dengan pembacaan Quran oleh sang Presiden. Ruangannya dipenuhi jemaat hingga kepelataran depan, semua yang hadir khusyu mendengarkan lantunan Surat Albaqoroh oleh Erdogan.

Seandainya saja Paus Fransiskus mengetahui perbandingan pemeliharaan Aya Shophia saat jadi musium dengan saat jadi masjid. Kemungkinan akan merasa senang karena perawatan gedung tua ini, lebih terjaga dan terjamin kelestariannya.

Kalau kita tengok sejarah saat jadi musium, bangunan ini tampak dari luarnya sangat kotor oleh bercak-bercak kotoran burung dan faktor pelapukan karena hukum alam. Saat memasuki bangunan, sangat tampak lorong tangga naik ke lantai atas, kurang terawat, ubin lantai mulai rapuh dan berdebu, di samping ubin bangunan banyak yang miring-miring. Kemungkinan karena banyaknya hilir mudik wisatawan yang berkunjung setiap harinya.

Masyarakat dunia yang tidak paham lebih dekat tentang kondisi bangunan. Hanya mengetahui lewat media saja, pasti sangat kecewa. Hingga Paus Fransiskus tak mampu berbicara banyak, hanya mengeluarkan beberapa patah kata tentang perkara ini: "Saya memikirkan Istanbul. Saya memikirkan Santa Sophia dan saya sangat terluka." Begitu tertulis di beberapa media. Padahal peristiwa ini, merupakan peningkatan pemeliharaan bangunan tua bersejarah, demi pelestarian. Di samping membuka mata dunia. Karena beda perilaku manusia antara perawatan terhadap tempat peribadatan dengan perawatan terhadap musium. Di samping masalah-masalah lainnya.

Tempat peribadatan itu biasanya dirawat dengan keikhlasan. Karena merawat bangunan peribadatan itu, adalah ibadah. Kita tahu, Aya Shophia sejak tahun 1934, di bawah kepemimpinan Presiden Mustafa Kemal Ataturk, pendiri Turki modern, setelah jatuhnya Ottoman, masjid itu dijadikan museum. Realitanya kondisi gedung tua ini, sangat mengkhawatirkan. Sangat jauh dengan realita di foto-foto yang beredar di majalah atau kalender.

Masyarakat dunia mengenal indahnya Aya Sophia, mayoritas hanya dari dalam gambar, yang tampak begitu indah. Padahal karena kepiawaian para ahli fotografi. Kondisi yang ada, sangat jauh dibanding masjid di sekitarnya. Pelapukan material bangunan seperti itu, memang perlu keseriusan dalam menanganinya. Kondisi memprihatinkan itu berjalan hingga menjelang tahun 2020.

Ketika Aya Sophia dijadikan musiun, masyarakat kebingungan untuk beribadat. Maka lahirlah masjid yang setara besarnya berjarak beberapa kilo meter di seberangnya. Sangat kontras kondisinya dengan Aya Sophia. Kondisi masjid mentereng dan kokoh karena perawatannya.

Kini ketika Aya Sophia sudah menjadi masjid, karpet yang digelar sebagai landasan orang salat  memancarkan pamor cemerlang. Tentu saja kelak hampir pasti akan berimbas pada sistem instalasi air, listrik, perawatan pengecatan bagian luar gedung, pemeliharaan taman, hingga publikasi republik Turki itu sendiri.

Dari Aya Sophia ini, memancar sinar anugerah rakhmatan lilalamin. Lintas agama, tetap ikut memelihara dan tetap boleh dikunjungi masyarakat lintas agama. Di tahun 2020 ini sangat dirasakan oleh mayoritas masyarakat Turki, sangat bergairah. Tatkala Aya Sophia difungsikan kembali menjadi tempat peribadatan, kebutuhan untuk itu terpenuhi. Hingga berbagai pengamat politik membandingkannya lintas negara.

Dukungan mayoritas masyarakat Turki begitu kuatnya. Berdampak pada sorotan masyarakat dunia yang majemuk, imbasnya hingga ke gedung PBB menyangkut Masjidil Aqso di Palestina dan Alhambra di Cordova. Akhirnya banyak masyarakat dunia membuka mata atas mandulnya PBB terhadap Israel yang menguasai dan menjajah negara Palestina.

Berguru ke Aya Sophia yang dikuasai penguasa berpaham sekularisme, selama puluhan tahun sejak jatuhnya Otoman. Ternyata Pendidikan ruhani Islam tidak pernah mati. Anak-anak usia TK setiap hari banyak berlarian di atas karpet-karpet tua yang terawat. Lantunan ayat-ayat Alquran, ucapan salam dan sapa Islami selalu meluncur dari mulut-mulut generasi muda mereka.  

C.  Turki Gambaran Islam di Indonesia

Lupakan dulu Turki, mari kita lihat di tanah air kita. Ternyata hal serupa dirasakan di Indonesia. Pengajian anak kecil dari mulai para balita hingga pesantren dalam ruangan bentuk kobong terus bergerak. 

Para lulusan pesantren itu, berbeda dengan lulusan sekolah umum. Mari kita tengok peran alumni pesantren di kampung-kampung yang tidak tersentuh bantuan pemerintah. Terutama pesantren yang mandiri dan indipenden dalam berpolitik. Para santri lulusannya berpikir sangat merdeka.

Para santri mondoknya di kobong, ada yang nyambi bersekolah juga. Para santri berijazah itu punya cerita berbeda dengan mereka lulusan pesantren tanpa ijazah. Mereka yang punya ijazah telah banyak mewarnai pemerintahan.

Para alumni pesantren yang tidak punya ijazah juga perannya sangat penting. Alumni pesantren banyak mewarnai rumah mewah. Buah pernikahan itu, ditinggal orangtua di rumah mewah, bersama alumni pesantren yang mereka percaya.

Karena kejujurannya, tak jarang, alumni pesantren menjadi ahli kebun, teknisi, sopir, hingga juru masak dan perawat bayi mungil di istana pemburu dunia. Anak-anak gedongan itu, laksana Nabi Musa dalam Istana Firaun yang disusui seorang ibu dari kampung (Ibunya sendiri).

Para lulusan pesantren itu saat berada di Istana kerajaan modern, banyak jadi perhatian karena ketauladanan. Makanya sangat dibutuhkan. Mereka sangat jujur, dampak produk pendidikan akidah dari kobong. Kejujuran alumni pesantren ini, banyak melahirkan Musa-Musa baru dalam kerajaan modern. Jasa alumni pesantren telah menunjukkan jati dirinya dalam sebuah pendidikan anak di rumah mewah.

Jika hal ini terus terpelihara, suatu saat akan lahir Erdogan Erdogan baru di Indonesia. Bahkan mungkin akan lahir Nabi Musa abad modern. Atau pembaruan akan terlahir di negeri ini.

Karena kekuasaan presiden Erdogan di Turki itu merupakan buah pengajian yang bergerilya dan terus bergerak secara evolusi.

Siklus perubahan zaman yang mengkhawatirkan ditandai dengan pergeseran nilai moral generasi muda. Perubahan itu terus menampakan kengerian.

Terpuruknya moral generasi, karena pengaruh pendidikan lewat medsos yang liar. Namun di balik itu, ada alumni pesantren yang indipenden, menyelinap masuk lewat sendi-sendi kemasyarakatan.

Stigma atau pelabelan negatif tentang pesantren sebagai sarang terorisme, akan hilang dengan sendirinya. Karena karya nyata lewat pendidikan seperti di atas.

Pelabelan terorisme itu, patut diduga dibangun oleh kelompok tertentu, agar masyarakat menuju pemerintahan sekularisme seperti Turki masa lalu.

Dengan lahirnya alumni pesantren memasuki berbagai sektor, maka pelabelan negatif itu akan lenyap dengan sendirinya.

Jika pak Buya Hamka pernah masuk penjara, atau Habib Riziek mengasingkan diri. Itu adalah pupuk NKRI. Jangan dijadikan sebagai petaka yang tidak ada manfaat. Itu adalah tonggak untuk lahirnya Recep Tayyip Erdogan di Indonesia. Atau mungkin tokoh dunia lainnya yang lebih hebat dari itu.

Karena kita tahu populernya petinju Muhammad Ali karena ada lawan-lawan tangguh seperti George Foreman. Populernya sileher beton Mike Tyson karena ada Evander Holyfield dan sederet tokoh lainnya.

Kita pahami populernya riwayat para nabi dan rosul hingga akhir zaman, karena ada penganiayaan, penghinaan, meremehkan, atau bahkan penindasan hingga penderitaan. Tak terhitung korban anak manusia di kayu salib bahkan dipaksa minum racun. Peristiwa itu, banyak ditulis di buku sejarah. Hingga Allah melalui malaikat membelalakan mata kaum yang Dzalim. Banyak sudah lahir mukjizat kenabian yang tak terhitung jumlahnya.

Mukjizat atau perkara di luar kebiasaan itu, tidak akan lahir tanpa ada kisah asbabunnuzulnya. Kisah Nabi Musa dengan tongkat ular, Nuh dengan banjir besar dan perahu raksasanya. Bahkan Nabi Muhammad SAW lebih unik lagi, karena mukjizatnya ada yang muncul ketika beliau telah wafat. Hingga mukjizat itu disaksikan secara kasat mata oleh generasi sekian abad kemudian.

Filsafat Sunda “kunang-kunang nurih bumi” yaitu menyala lenyap dan akhirnya menyala kembali, dan begitulah seterusnya. Ada kalanya generasi penerus mulai mengabaikan akidah religi akibat tergerus budaya kebathilan.

Namun tatkala ditemukan sains, yang mencengangkan, dan spektakuler, seperti penemuan; Dua lautan bertemu tidak bersatu, api menyala di dasar laut, cakrawala menyerupai mawar, rahasiah sidik jari, rahasiah kulit ari. Semuanya tertulis di kitab suci. Dan membuka wawasan generasi abad berikutnya. Religi yang hampir pudar itu menyala kembali, laksana kunang-kunang menerangi kegelapan.

Kisah-kisah pahit, heroik, dan masa-masa suram, serta keji itu adalah bagian dari dinamika dunia. Agar makhluk mau berpikir; Bukankah kita tahu tentang burung gagak yang mengubur mayat sesama gagak, atau Siti Hawa (Eva) merengek meminta buah Khuldi. Tanpa kisah-kisah seperti itu, tampaknya dunia ini tidak terlalu indah.

Sekulernya Turki karena terpuruk dan terkuburnya kejayaan Otoman. Derasnya pengaruh kekuatan politik internasional, memarginalkan kaum tertindas.

Doa orang tertindas itu, melahirkan pendidikan menyatu bersama Nurani. Tatkala diperkuat nilai-nilai religi, maka perubahan itu terus merayap dengan pasti hingga bangkitlah Erdogan. Intinya adalah pendidikan yang punya peranan. (DN)

Pesan Moral: Jika keluarga terlalu sibuk, tak ada salahnya umat Muslim membidik alumni pesantren untuk bekerja di rumah kita (memelihara taman, kebun, memandikan anak, sebagai sopir, asisten pribadi, dst).

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...