Penulis: DR. H. Dedi Nurhadiat, M.Pd
DR. H. Dedi Nurhadiat, M.Pd
(Biarkan Burung Terbang Dengan Sayapnya)
Oleh DR. H. Dedi
Nurhadiat, M.Pd
(Komunitas Cinta Indonesia/KACI #PASTI BISA#)
Banyak orangtua menumpuk harta, dengan dalih
demi anak dan cucunya. Tapi ada orangtua unik, yang mewariskan sebuah cerita
menjadi nyata. Cerita berangkai hingga sampai ke cicit dan tembus lintas
generasi. Mimpi itu menjadi nyata setelah 4 generasi. Mungkin akan mengulang
sukses jika warisan leluhur berupa pendidikan lewat alur cerita ini,
terus ditularkan.
Filsafat burung terbang karena sayapnya akan selalu jadi
bukti di kemudian hari. Walaupun tulisan ini dibuat saat dies natalis UNJ
(Universitas Negeri Jakarta) ke 56. Namun cerita cikal bakalnya adalah dari Bumi
Siliwangi. Kini cerita ini sudah tembus ke generasi nomor 4. Tak lagi hanya bicara
tentang Bumi Siliwangi. Namun mengembang hingga ke mancanegara seperti; the
University Of Hongkong, Istambul Sabahattin Zaim University Turky, hingga
Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.
Dalam acara dialog dengan Indra Charismiadji di acara
Ngopi (ngobrol Pintar) pada statsiun kompas TV Jumat 24 April 2020. Terasa nuansa generalisasi dari beberapa
kasus, sangat keliru. Padahal Indonesia itu sangat luas. Mungkin kisah ini
salah satunya. Adapun bantahan Prof. Dr. Cecep Darmawan, SPd., S.IP.,
MSI.,M.H., Guru besar UPI, disajikan di akhir naskah ini.
Dalam biografi Indra Charismiadji itu
tertulis orang Bandung. Maka saya tuturkan seorang anak telanjang kaki di Bumi
Siliwangi yang melihat 4 bidadari.
A. Anak Telanjang Kaki Melewati Villa Isola
Alkisah ada anak kecil usia 8 tahun kala itu.
Dia berjalan kaki dari Cipedes, kampung Kenal Gede nama tempat kelahiran
keturunannya. Anak kecil itu selalu
berjalan telanjang kaki, menuju kampung yang berada di pedalaman perkebunan Tuan
Hofland di Subang. Tepatnya kampung
Babakan Kondang, Pasanggrahan, Kabupaten Subang (Sekarang di Kecamatan
Kasomalang). Anak kecil telanjang kaki itu, menjadi yatim sejak masih bayi.
Karena ditinggal orangtua lelaki. Orangtua yang termashur sebagai salah satu
penghapal Qur'an. Kyai yang sangat populer saat itu dikampungnya. Karena bisa membaca masa depan seseorang
dalam sebuah terawangan yang rasional. Walau ada sedikit mistis, katakanlah
seperti anak indigo Roy Kiyoshi yang ramai di TV saat ini.
Lelaki yang berstatus kyai itu, lulusan
pesantren tahfidz Qur"an, begitu kata seorang nenek tua yang sempat jadi istri
kyai untuk selamanya. Karena selama hidup nenek, hanya satukali menikah. Dengan
alasan kelak di sorga ingin dipertemukan kembali. Suatu cita-cita yang sangat
mulia.
Anak kecil telanjang kaki, adalah anak seorang kyai Holil. Begitu saja kita
katakan dalam cerita ini, yang saat kyai itu almarhum, meninggalkan 3 orang
anak bernama, bernama Naah, Dayat, & Badru.
Akhirnya 3 orang anak itu, dibesarkan oleh seorang ibu, dengan status janda
kampung di daerah pedalaman. Wanita yang menikah di saat dia masih lugu. Dikatakan
lugu, karena nikah tanpa dasar cinta pada awal mula, namun cinta itu lahir
belakangan, hingga tak mau dipisahkan oleh maut sekalipun.
Sayang wanita lugu itu, ditinggal pergi sang kyai
untuk selamanya, dikala cinta sedang bersemi. Karena cinta yang mendalam, walau
tanpa harta peninggalan yang memadai, dia ikhlas membesarkan anak-anaknya. Memang
ada peninggalan harta itu, namun hanya untuk
hidup darurat. Berupa bukit yang angker, kadang ada harimau ganas yang konon banyak
memakan korban hewan ternak dan korban manusia.
Penghasilan seorang ibu itu, hanya dari tani.
Untuk hidup di desa, paling cukup untuk
makan apa adanya. Wajar ketika seorang anak paling kecil bernama Badru, tragis
meninggal karena sakit yang tak sempat dibawa berobat secara medis. Maklum saat itu NKRI baru merdeka, jadi tak
ada Puskesmas. Yang ada cuma dukun beranak atau dikenal paraji di tempat
itu. Pada saat NKRI baru berdiri, cerita seperti itu, merupakan hal biasa. Yang
luar biasa justru adalah pendidikan lewat cerita berangkai yang
diterapkannya. Cerita itu tembus hingga tiga bahkan empat generasi.
Anak kecil telanjang kaki, yang diangkat dalam
cerita ini, adalah sosok sentral lintas generasi, yang sangat inspiratif. Anak
yang dilahirkan seorang ibu yang mendidik dirinya secara unik. Memang keberhasilannya
tak istimewa, bagi yang terbiasa hidup mewah bergelimang harta. Dalam cerita
ini, setiap kali anak berperilaku, hamper pasti selalu berdasarkan pilsafat
yang disampaikan ibunya. Inilah
keistimewaan itu.
Salah satu contohnya adalah do’a untuk sang
adik yang selalu dilantunkannya, hingga menjelang ajal. Selalu terdengar berdo'a, tak lepas dari nama Badru. Do'a
untuk sang adik kesayangan tempat senda gurau semasa kecil. Adik kecil yang
pergi mendahului, dikala sang kaka membutuhkan kehadiran seorang teman. Kata ibunya
saat itu kita akan bersatu kembali kelak jika kita sering mengingatnya setiap
kali habis salat. Begitulah nama Bandru selalu terucap dalam do’anya.
Kesedihan anak yang terbiasa berjalan
telanjang kaki itu, bertambah rapuh, tatkala kaka wanitanya pergi disunting seorang lelaki. Maka
tinggalah dia sendiri menapaki jejak kaki yang dulu bersama ibu, menyusuri
jejak sejarah masa lalu. Saat mereka Bersama-sama ibu dan tiga saudara, kumpul dan pergi
berjalan kaki agar dapat mengais rizqi.
Beban seorang ibu memang menjadi ringan,
dengan dipinangnya salah satu anak wanita yang dia cinta. Memang cukup meringankan beban hidup. Namun hal ini,
telah menyempurnakan kesepian seorang anak lelaki yang selalu telanjang kaki
itu.
Anak itu, kemudian sering berjalan sendiri,
ratusan kilo meter jauhnya. Hanya
berkunjung ke kampung tempat keturunan
yang melahirkannya. Kenal Gede, di Cimahi, katakan saja itu nama kampungnya.
Menelusuri jalan setapak melewati hutan lebat, turun ke lembah, mengarungi
sungai, naik gunung turun gunung,
akhirnya napaspun lega ketika jalan setapak itu tembus ke jalan raya Lembang.
Dari jauh tampaklah Bumi Siliwangi
begitu indah.
Sudah biasa anak itu beristirahat di puncak
bukit yang dipenuhi hamparan
rumput. Anak kecil itu biasanya mulai
melepaskan genggaman jari tangan ibunya yang
sudah berkeringat dan memerah ujung jarinya karna jadi tempat
gelantungan diri si anak kecil. Jari seorang ibu itulah sebagai tempat pegangan,
dikala sedih dan memerlukan bantuan. Tetapi Itu dahulu. Saat mereka masih
bersatu, menunggu usia dewasa. Tatkala si anak, berjalan sendiri, menyusuri
bekas jejak kaki yang konon katanya itu bekas kaki seorang kyai. Kyai itu
seorang ayah yang tidak pernah dia kenali semasa hidupnya. Tampak pada anak tu ada sebuah rindu pada sosok ayah, ada rindu
pada sosok adik, dan kakak satu-satunya.
B. Pendidikan
Lewat Cerita Penglipur Lara
Di salah satu tempat istirahat, tepatnya di
depan Isola, Bandung Utara, sesuai isi lagu Hymne IKIP Bandung, Ciptaan Dana
Setia.
Di lokasi itu, cerita seorang ibu biasanya
mulai berhenti dari satu topik, berganti dengan topik lainnya. Cerita seorang
ibu beranak tiga, janda tua tanpa harta yang memadai. Namun tarampil mendidik
anak dengan cara yang berbeda, dibanding dari kaum ibu yang lain pada umumnya.
Terbiasa mendidik lewat cerita selama bekerja di rumah, diperjalanan, atau mendidik lewat cerita sambil berkebun. Biasanya bercocok tanam padi
di kebun kering. Cara Bertani padi di lahan kering itu, HUMA Namanya. Mungkin
kebun itu, saat ini masih sesak dengan tumpukan cerita-cerita yang dipaparkan setiap harinya.
Cerita biasanya dimulai, saat ada peristiwa
yang dijumpai. Dirangkai dengan pilsafat hidup yang harus ditauladani.
Katakanlah seperti kisah tentang harimau yang sering mengitai orang yang
bekerja tanpa suara, di hutan belantara. Maka saat bekerja di hutan jangan sepi
tapi bernyanyi, solawat, atau canda dengan suara keras. Ini adalah pelajaran
pertama di hutan yang banyak binatang liar dan ganas. Binatang akan takut
dengan suara yang gemuruh. Begitu kata seorang ibu kepada anak-anaknya. Makanya
lantunan ayat suci dan solawat selalu terdengar nyaring. Kadang berselang
dengan nyanyian tradisional. Mungkin cerita itu tak akan diturunkan kembali
kepada keturunannya. Karena harimau ditempat itu kini telah musnah, di buru
oleh orang yang bisnis kulit. Saat itu, kehadiran pemburu sangat dibutuhkan
karena banyak musibah. Korbannya adalah
orang yang bekerja di hutan tanpa suara. Ilmu yang melekat adalah penyelamatan
diri yang ramah lingkungan. Aman bagi manusia, tanpa harus membunuh hewan liar.
Cerita lainnya, pilsafat pasca musim kemarau.
Lahan yang sudah bersih dari semak, mulai ditanami padi dengan cara melubangi
tanah dengan tiang kayu atau bambu. Perhitungan waktu tanam yang tepat
diperlukan, sehingga tak lama hujan lebatpun tiba. Filsafat lingkungan dan cara
membuka lahan hutan, yang ramah lingkungan sesuai zaman. Tidak seperti
pembakaran hutan di Sumatra atau Kalimantan yang selalu jadi musibah nasional. Dan
muncul di statsiun TV sangat tragis. Cerita seorang ibu berpilsafat tentang alam yang ramah dengan
lingkungan, saat itu; asap api ini
pengusir bala katanya. Asal asap api itu sesuai dengan aturan alam. Begitu
setiap mengawali cerita menggarap lahan di belantara. Menghitung jumlah area
lahan yang akan digarap, menghitung asap yang dibutuhkan untuk mengusir tawon
ganas dan ular berbisa. Begitu juga nyamuk, babi hutan, monyet, kera, taakan
berani mengganggu, karena takut terbakar, dan asap ini membumbung jauh
keangkasa itu seperti tampilan raksasa. Cerita itu sangat melekat pada anaknya.
Nilai sosial terungkap saat mengurus
perijinan. Kalau membakar hutan harus bicara sama tetangga, bicara ke desa,
bicara ke semua orang. Karena api itu sangat berbahaya, katanya. Begitu kata
seorang ibu dan selalu di ulang-ulang di pelajaran berikutnya. (saat ini orang
serakah tak menghiraukan hal ini)
Kearifan lokal dijunjung tinggi seorang ibu
yang ramah lingkungan. Membakar hutan dengan dasar pilsafat; mengusir binatang
liar tanpa membunuh. Tapi api itu harus terus di jaga, agar tidak menyebar ke
luar area batas yang ditentukan. Kita siapkan kayu dan bambu untuk
mematikannya, jangan lupa sediakan air juga untuk menuntaskan pada akhirnya.
Agar api benar-benar mati. Ciri api itu sudah mati ditandai tidak ada asap dan
bau wangi pembakaran. Kondisi angin juga harus diperhitungkan, sebab angin bisa
menyalakan api membakar hutan yang dilindungi. Jika tidak mampu jangan lakukan
ini, begitu katanya. Api itu sahabat, asal tidak serakah, pungkasnya.
Kebiasaan mendidik lewat cerita itu
disesuaikan dengan kebutuhan. Dan akan terhenti dengan topik lainnya ketika ada
peristiwa yang menyita perhatiannya. Seperti ketika ada ayam hutan, ada suara
gemuruh pesawat lewat, ada angin, ada hujan, atau ketika ada suara yang keluar
dari perut tandanya lapar. Perut berbunyi itu pilsafat tandanya waktu
makan tiba, sendawa itu tanda kita makan sudah berlebihan. Berhentilah
makan sebelum kenyang, dan tutup dengan doa. Khusunya berdoa harus seperti
diawal makan, sebagai tanda syukur atas nikmat yang kita peroleh. Begitu cerita
yang meluncur dari seorang ibu, sambil memperagakan cara cuci tangan dan
berwudhu di kebun yang minim dengan air. Pembelajaran terus berjalan
sambil praktek, bukan pelajaran tumpukan teori-teori.
Saat bercerita sepanjang perjalanan menuju
kota Bandung. Ibu akan berganti bercerita pada saat yang tepat. Begitulah saat
perjalanan jauh menuju kota bandung dengan jalan kaki. Topik cerita akan
berhenti sesaat, ketika melewati isola. Berhenti
cerita setiap menatap bangunan megah itu. Selalu berulang begitu kejadiannya di waktu yang
berbeda. Tidak terasa bosan karena, disesuaikan dengan kondisi. Kadang
bercerita karena terpukau dengan indahnya bangunan yang unik dan langka
disambungkan dengan cerita yang ada. Dan bukan hanya itu. Suatu saat pernah sang ibu, dengan jari
lentiknya menunjuk bangunan indah dengan cerita perang dunia II dan cerita
pahlawan revolusi NKRI. Cerita duka dan juga cerita patriotik pernah di
tuturkan di lokasi ini.
Anak kecil telanjang kaki itu, seperti
biasanya. Kesekian kali dia beristirahat sejenak sambil menatap bangunan unik.
Bernama Gedung Bumi Siliwangi. Saat itu sudah ada plang bertuliskan Universitas
Padjadjaran Bandung. Fakultas Ilmu Pendidikan. Di depan gedung itu biasanya
banyak mahasiswa dan mahasiswi, sibuk berjalan dan bercerita dengan buku yang
mereka bawa di tas, juga di tangannya. Saat itu anak kecil berjalan telanjang
kaki, pernah menyaksikan ada 4 orang wanita cantik berjalan sambil bercanda dengan teman-temannya.
Ternyata jika bersekolah, akan banyak teman, begitu tersirat pada imajinasinya.
4 mahasiswi itu selalu jadi inspirasi pelengkap hidupnya.
Inilah bedanya Pendidikan yang ada di USA,
yang alam dan lingkungannya berbeda dengan Indonesia. Indra Charismiadji di
acara Ngopi (ngobrol Pintar) pada statsiun kompas TV Jumat 24 April 2020.
Sangat keliru jika mutu pendidikan digeneralisasi dari sebuah kasus. Saat ada
covid-19 saja, untuk PBM virtual banyak siswa yang tidak punya Hp. Dan tidak
ada sinyal internet.
C. Belajar Memakai Sepatu
Sang anak yang selalu berjalan telanjang kaki
itu suka teringat cerita ibunda. Kata ibu waktu itu, kalua bersekolah, harus
belajar memakai sepatu. Terbukti saat tertangkap oleh aparat desa dia diajari
memakai sepatu. Karena ada aturan saat itu, bagi anak usia sekolah tak boleh
pergi ke kebun. Alangkah senangnya saat itu. Dikala ada operasi wajib
bersekolah. Masyarakat sekitar sering
berupaya menyembunyikan anaknya. Setiap anak sudah terbiasa bersembunyi di
kolong rumah panggung, saat ada Razia, agar tidak ditangkap. Tapi berbeda bagi
anak ini, Dia sangatlah senang saat
digiring aparat desa menuju sekolahan. Dalam benaknya berkata “kini saatnya belajar memakai sepatu”. Dan
benar adanya beasiswa telah menggiringnya masuk SGB (Sekolah Guru Bawah), &
SGA (Sekolah Guru Atas). Walau cerita lucu selalu menyertainya. Dari rumah
selalu berjalan telanjang kaki, dengan sepatu masuk di tas buku. Saat melewati
sungai kaki di cuci sampai bersih, lalu dibungkus plastik dan diikat karet
gelang. Sesampainya di jalan raya, plastik yang jadi alas kaki dibuka, diganti
kaos kaki dan sepatu. Walau terpaksa harus berjalan terhuyung-huyung, kadang
kakinya lecet-lecet bekas sepatu. Beban berat mengenakan sepatu itupun sirna
ketika beasiswa mengikutinya. Masuk kelas percepatan selalu menyertainya (saat
ini dikenal kelas CI / cerdas Istimewa. Nama siswa CI dikenal dengan
sebutan siswa akselerasi.
Selalu terbayang dalam benaknya. Saat seorang
ibu, mengiring ke tiga anaknya untuk bisa mengais rizqi melewati bangunan
Isola/Bumi siliwangi. Terngiang ditelinganya “Kalua ingin bersekolah harus bisa
memakai sepatu”, begitu kata seorang ibu waktu itu.
Pembelajaran lewat cerita dari seorang ibu, yang
selalu tampil jadi ibu setia pada suami yg menitipkan 3 anaknya. Seorang ibu
belia dititipi anak yang masih kecil dan tanpa harta benda. Si ibu sering bercerita tentang gedung indah yang
berasal dari puing sebuah Villa, milik orang Belanda, yang bernama Villa Isola.
Bangunan itulah yang menggiring anak telanjang kaki untuk belajar memakai
sepatu. Dengan beasiswa dari negara yang baru merdeka. Mungkin ini adalah hasil
perjuangan para tantara kemerdekaan yang menempati isola itu.
Jasa pejuang penghuni gedung bekas villa
Belanda, yang sempat jadi puing-puing. Merupakan gedung bekas peninggalan masa
sebelum perang dunia ll (gedung itu, pernah jadi markas pejuang kemerdekaan).
Ketika puing-puing itu dibangun kembali. Tampaklah seperti gedung villa aslinya, kemudian diberi
nama Bumi Siliwangi.
Cerita sejarah di atas ini, disampaikan
alakadarnya. Maklum hanya cerita seorang ibu yang menikah disaat masih lugu.
Katanya, bangunan karya Prof. Walf Scheomaler ini merupakan salah
satu ikon bersejarah di kota Bandung. Terkait perang dunia II dan perang kemerdekaan di Bandung kala itu.
Tercatat 16 februari 1946 gedung ini di bom pasukan devisi India, Inggris dan
pasukan Belanda untuk menyelamatkan para tawanan. Ditahun 1951 Villa Isola di
nasionalisasi oleh pemerintah RI, namanya diganti menjadi Bumi Siliwangi.
Anak kecil telanjang kaki itu tak sempat
duduk, belajar di bangku kuliah yang dicita-citakannya. Di Gedung Siliwangi
yang sering dia lewati. Namun tampaknya kata hati itu adalah do'a. Setiap membaca plang Universitas Pajajaran,
selalu membara semangat di hatinya.
Bahkan ketika plang yang ada, berganti namanya menjadi IKIP. Anak yang selalu
terbiasa telanjang kaki itu sudah lulus SGA atau Sekolah Guru Atas. Namun
tidak sempat duduk di gedung Bumi
Siliwangi sesuai harapannya. Karena Ibu sudah tidak berdaya membiayainya lagi.
Tatkala cucu kiai
melahirkan Cicit, cerita isola yang bertuliskan UNPAD dan berubah jadi IKIP
sampai juga ke cucu dan cicitnya. Perjalanan panjang cerita anak lelaki telanjang
kaki, hingga menular ke cicit-cicitnya. Saat sang cucu mulai menikmati belajar
di bangku isola. Sang cucu berkata “wajar jika anak kecil telanjang kaki itu
terpesona dengan indahnya gedung Villa yang megah itu’. Karena dari temuan sang
cucu dari buku, bangunan arsitektur gaya Art Deco yang populer
setelah perang dunia I dan berakhir sebelum perang dunia II. Dikatakan indah karena penataan bentuk bangunan hingga ke taman dan
kolam. Nilai estetikanya merupakan gabungan berbagai gaya seni abad ke-20
seperti konstruksionis, kubisme, modernis, bauhaus, Art Neoveaume dan
futurisme. Begitu kata Cucu Kyai yang menamatkan kuliah jurusan seni.
Walau sempat dicaci karena dicap sebagai seorang cucu kyai penghafal Qur’an
kini jadi pembuat desain berhala. Jurusan Seni Rupa memang belajar membuat patung-patung dan belajar membuat desain
bangunan arsitek. Hingga hafal sejarahnya.
Sang cucu kyai, meresapi cerita tentang anak
telanjang kaki. Bertemu dengan 4 bidadari di gerbang Isola. Sampai juga cerita
itu pada cicitnya. Begitu seterusnya hingga mengharap ada 4 bidadari yang
dijumpainya tempo dulu. Wanita itu adalah wanita yang dapat mengubah wajah
dunia lewat cerita yang merasuk sukma. seperti Dewi Sartika, Cut
Nyak Dien atau R.A Kartini. Entah kapan lahir 4 wanita yang bisa mengubah dunia
itu. 4 wanita yang sempat diceritakan anak lelaki telanjang kaki. Semoga jadi
inspirasi. Indra Charismiadji di acara Ngopi (ngobrol Pintar) diharap bisa
meralat pembicaraannya pada statsiun kompas TV Jumat 24 April 2020. Karena
cerita seperti ini, hanya secuil kisah. Indonesia berbeda dengan USA. Memang
mutu Pendidikan itu didominasi negara OECD, karena lingkungannya.
D. Trimakasih Indra Charismiadji
Sedang ramai-ramainya arus bawah di
organisasi PGRI dan Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) menyoroti pendapat
Indra Charismiadji di Media TV. Seorang yang menyelesaikan studi dari The
University of Toledo, negara bagian Ohio, Amerika Serikat, dengan gelar
ganda di bidang keuangan dan pemasaran. Kemudian melanjutkan di Dana University,
Otawa Lake. Dia, mengatakan
pendidikan di Indonesia banyak yang harus diubah. Ironisnya, pendidikan gerbang
utama perubahan, tapi di Indonesia justru Pendidikan paling sulit berubah,
katanya. Yang menyakitkan adalah menilai perilaku guru yang tidak menciptakan
siswa belajar. Fisik siswa datang di sekolah tapi ruhaninya
tidak berada di sana.
Seperti Mas Menteri Nadiem yang suskes di bisnis aplikasi Gojek, Indra
Charismiadji berkiprah di CALL (computer-Assisted language learning) bergerak
di bidang teknologi pendidikan dan jejaring internasional. Maka didaulat
pemerintah pusat, sebagai pengembangan pembelajaran abad 21. Seharusnya dia
tunjukkan saja dalam bentuk karya nyata. Jika ada guru
yang seperti dalam kritikannya segera tegur lewat sistem. Kecuali jika dia tidak pernah punya peran. Karena tampaknya
para pakar ICT inilah yang jadi perhatian dunia pendidikan di Indonesia saat
ini. Wajar jika Prof. Dr. Cecep Darmawan, SPd., S.IP.,
MSI., M.H.,
Guru Besar UPI dan sebagai ketua harian Persatuan Guru Besar (PERGUBI) Jawa Barat mengklarifikasi
dengan ?antang.
Prof dari UPI itu menjelaskan, "Indra
Charismiadji bisa mengkritik guru karena ilmu dari gurunya, namun sayang bukan
kritik membangun, cenderung melecehkan profesi guru. Harusnya yang dikritik
indra itu mengapa ada sebagian guru. Jangan digeneralisir. Banyak faktor dan
variabel yang mempengaruhi kinerja guru. Salah satunya kebijakan pendidikan.
Harusnya Indra turut memperbaiki.”
Dalam acara dialog dengan Indra Charismiadji di acara
Ngopi (ngobrol Pintar) kompas TV Jumat 24 April 2020. Terasa nuansa
generalisasi dari beberapa kasus. Padahal Indonesia itu sangat luas. Memang patut diakui kiblat kemajuan
pendidikan itu adanya di negara OECD. Namun ingat di era covid-19 ini.
Ketahanan pangan di negara OECD tidak akan mengalahkan NKRI. Karena Pendidikan
itu harus menyatu dengan pijakan kaki di Bumi. Mengapa? Ingat saat krisis
moneter melanda dunia, orang desa-desa di Indonesia tidak merasakan dampaknya.
Indra Charismiadji, lupa Indonesia itu sangat
luas, jika beberapa kasus digeneralisasi maka yang dikritik itu adalah termasuk
guru-guru yang telah mendidiknya. Yang telah mengantarkan dia ke gerbang
keberhasilan, lewat konsep Ki Hajar Dewan Toro. Jangan menganggap remeh
jasa guru yang tidak mencicipi pendidikan di USA. Karena guru di Indonesia itu,
kakinya berpijak ke tanah yang tidak rata. World Class University itu syaratnya
memiliki kandidat peraih nobel. Jika jurinya netral peraih nobel itu adalah
guru Indonesia yang melahirkan B.J. Habibie.
SUMBER BACAAN
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Universitas_Pendidikan_Indonesia
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Art_Deco
https://beritagar.id/artikel/tabik/orang-tua-dan-orangtua
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Universitas_Al-Azhar
http://nirmalutami.blogspot.com/2015/08/lirik-hymne-upi-mars-upi-totalitas.html?m=1
https://books.google.co.id/books?id=HMClDwAAQBAJ&pg=PT188