Memahami Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Penulis ENCU EDI SUKMADI, M.Pd.

Dibaca: 3965 kali

ENCU EDI SUKMADI, M.Pd.

Oleh ENCU EDI SUKMADI, M.Pd.

(CGP Angkatan 6/Guru SMP Negeri 2 Cingambul Kabupaten Majalengka)

 

A.    Pendahuluan

Indonesia telah memberlakukan beberapa kurikulum sejak jaman kemerdekaan sampai tahun 2023. Setiap pemberlakuan kurikulum memiliki titik penekanan sebagai fokus dari hasil pembelajaran, di antaranya ada kurikulum yang menitikberatkan pada proses pembelajaran, tujuan pembelajaran, hasil pembelajaran, kompetensi, dan materi pembelajaran.

Beberapa pergantian kurikulum yang telah berlaku di Indonesia diantaranya: KBK, KTSP, dan K13. Di beberapa sekolah di Kabupaten Majalengka sekarang ini sudah mulai memberlakukan Kurikulum Merdeka. Sebagai bahan refleksi menyikapi pemikiran filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD) ada beberapa hal sebagai berikut:

1.     Semula guru memiliki anggapan bahwa: Siswa memiliki kemampuan sama untuk belajar dan mempelajari apa disampaikan guru sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Pembelajaran yang dilakukan diseragamkan untuk semua murid. Siswa seakan-akan dipaksa dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Siswa sebagai obyek pembelajaran. Pembelajaran banyak didominasi oleh guru. pembelajaran hanya dominasi ranah kognitif.

2.     Perubahan cara pandang pendidikan masa kini bahwa pembelajaran harus berpusat pada murid yang memiliki kodrat yang berbeda dan unik. Pendidikan harus menjadi sebuah tuntunan kodrat yang telah dimiliki anak, tidak memaksakan kepada anak karena pendidikan merupakan sebuah tuntunan.

 

B.    Intisari Pemikiran Filosofi Pendidikan KHD

Pemikiran filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD) sungguh dalam, beliau memaknai pendidikan adalah “tuntunan” terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan. Beliau mengibaratkan pendidikan sebagai petani dan bibit. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah penanaman budi pekerti baik di sekolah maupun di keluarga yang merupakan awal mula pendidikan anak.

C.    Konstruksi Pemikiran KHD Dalam Proses Pembelajaran di Kelas dan Sekolah.

Di bawah ini pemaparan rekonstrusi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pembelajaran di kelas dan di sekolah. Makna kata menuntun berasal dari kata tuntun dan diserangkaikan dengan awalan (pefiks) me -. Kata tuntun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2005:1227) bermakna; 1) berjalan dengan memegang tangan atau menggandeng tangan orangl ain, 2) menggunakan pedoman untuk melakukan sesuatu. Sedangkan menuntun bermakna 1) membimbing dengan menggandeng tangan, 2) menunjuk (mengarahkan) ke jalan yang benar.

Menuntun meliputi makna: Memberi arahan , memberi contoh, memberi bimbingan, menjag atau melindungi, mengawasi, mengembangkan, menunjukkan, mengajari, melatih, memfasilitasi, menemani . Makna kata “menuntun” dalam konteks sosial budaya di daerah yang memiliki kearifan lokal yang berbeda sosial kulturalnya harus cermat dilakukan. Sosial budaya di daerah merupakan kekayaan daerah yang tidak dapat dihilangkan. Sosial budaya sudah ada sejak dahulu dan terus berkembang sesuai kemajuan zaman. Sosial budaya mewarnai cara interaksi antar warga di daerahnya. Makna kata “menuntun” dalam konteks sosial budaya daerah adalah pendidik dan murid harus ikut menjaga, mengembangkan dan melestarikan sosial budaya yang ada di daerahnya agar tetap terjaga dan lestari.

Hal-hal yang dapat dilakukan dalam mewujudkan pendidikan anak yang relevan dengan konteks sosial budaya di daerah adalah berkewajiban menjaga dan memelihara sosial budaya yang ada, dengan cara menjaga, melestarikan dan mengembangkan sosial budaya yang baik sebagai aset daerah dan sebagai ciri khas daerah sebagai kearifan lokal yang harus dilestarikan.  Tugas pendidik adalah menyelaraskan pendidikan anak di sekolah dengan kearifan lokal yang ada. Anak dikenalkan, diajarkan dan dibimbing unuk mengenal dan mau peduli dengan kearifan lokal yang ada. Misalnya adat istiadat, budaya, kesenian daerah, bahasa daerah, tatakrama dan tika bermasyarakat di daerah anak berada.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses menuntun kodrat anak menurut pemikiran Ki Hajar Dewantara:

1.     Pendidikan anak perlu mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman.

 Seperti yang telah disampaikan di bagian atas, menurut Ki Hajar Dewantara bahwa pendidikan yang diberikan adalah untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kodrat memiliki makna: 1) kekuasaan (Tuhan), 2) hukum, 3) sifat asli, sifat bawaan (KBBI,2005:578). Setiap anak memiliki kodrat (sifat asli, sifat bawaan) masing- masing yang berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya.  Mereka memiliki keunikan baik kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Tugas pendidik yaitu mengoptimalkan tumbuh dan berkembangnya kodrat anak tersebut. Hal yang tak kalah pentingnya dalam pendidikan adalah kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam merupakan karunia Alloh yang meski disyukuri dan dimanfaatkan sebaik-bainya. Kodrat zaman perlu disikapi bijak demi tumbuh kembangnya kodrat anak.

Pertama, Pendidikan harus benar-benar mempertimbangkan kodrat alam anak, yaitu sosial budaya/kultur, adat istiadat, lingkungan alam tempat anak tinggal, agama yang dianut, dan lain-lainnya. Kondisi daerah tertentu pasti berbeda dengan kodisi daerah lainnya, seorang guru tidak boleh menyamaratakan perlakuan pendidikan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Pendidik perlu memperhatikan kearifan lokal yang berlaku. Biarkan anak tumbuh dan mengembangkan kodratnya dengan kodrat alam mereka sendiri.

Kedua, pendidikan harus mempertimbangkan kodrat zaman ketika anak belajar, tidak boleh perlakuan disamakan antara jaman sekarang yang dialami oleh siswa dengan jaman yang dialami oleh pendidik dahulu saat belajar.

Sudah pasti berbeda. Kemajuan jaman yang sangat pesat menuntut seorang pendidik harus lebih waspada menjaga anak agar dapat memilihi dan memilah informasi dan teknologi yang berkembang saat ini, jangan sampai pengaruh jaman dapat merusak tumbuh kembangnya kodrat siswa secara maksimal.

2.     Pendidikan yang berhamba pada anak

Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang mengemukakan “Pendidikan yang berhamba pada anak” sangat relevan dengan peran pendidik. Sebagai pendidik harus berhamba pada anak yang maknanya memberikan pelayanan kepada anak semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhannya dalam menumbuhkembangkan kodrat anak. Berhamba pada anak maknanya, guru memberikan kebebasan kepada anak dalam belajar, memenuhi segala kebutuhan yang diinginkan dalam belajar. Guru tidak memaksakan keinginannya untuk diikuti oleh anak, tetapi sebaliknya guru harus mengakomodasi apa yang diinginkan dan diperlukan oleh anak dalam belajar. Seorang pendidik harus jadi fasilitator bagi anak yang menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan anak dalam belajar baik sarana prasarana maupun yang lainnya.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...