Mengapa Ayah tidak Boleh Mengawini Anak Lelakinya?

Penulis: Taopik ipebe

Dibaca: 339 kali

Taopik ipebe

Oleh Taopik ipebe

(Kepala SMAN 1 Leuwiliang)

 

 

Kalimat ini muncul ketika terjadi diskusi antara seorang pendakwah luar negeri bernama Hashim dengan pendukung fanatik LGBT di salah satu chanel youtube. Pendukung LGBT itu mengatakan bahwa homoseksual itu adalah kelainan (penyakit) yang tidak bisa diobati. Pendukung LGBT itu melanjutkan pernyataannya bahwa kelainan seksual itu muncul di dalam otak manusia, seperti halnya autisme dan seperti halnya autisme, maka kelainan seksual itu tidak dapat diobati.

 

Para pendukung itu bersikukuh bahwa LGBT adalah hak asasi manusia, hak yang harus dihormati oleh setiap manusia baik mereka yang termasuk pelaku LGBT maupun tidak. Pertanyaan apakah boleh seorang ayah mengawini anak lelakinya, dilontarkan Hashim kepada pendukung LBGT. Serta merta dan kompak para pendukung LGBT menjawab, “Tidak boleh.” Alasannya karena ayah dan anak melakukan hubungan sedarah (incest) sementara homoseksual berdasarkan cinta.

 

Terlihat dengan jelas nalar para pendukung LGBT ini di bawah standar, di satu sisi membela HAM tapi di sisi lain mengabaikannya. Berkaitan dengan masalah nafsu seks yang ditolelir secara sosial dan diukur dengan “tidak ada pihak yang dirugikan”, Hashim bertanya: “Bagaiman jika ada orang yang melampiaskan nafsu seksnya kepada mayat, apakah itu salah?” Pendukung LGBT menjawab: “Salah.” Dengan alasan “tidak menghormati mayat”. Hashim mengatakan, “Mayat tidak merasa dirugikan, karena dia sudah mati.” Pendukung LGBT, “Pokoknya itu tidak boleh.”

 

Seperti halnya para pelaku maksiat lainnya, jika telah terdesak akan mencari pijakan lain yang juga tidak kuat. Lompat kanan lompat kiri dan pada akhirnya kabur karena sudah tidak memiliki argumen lain lagi. Mereka terkadang dengan congkaknya menjaminkan dirinya untuk memikul dosa para pengikutnya, padahal untuk memikul dosa diri sendiri saja, mereka tidak akan sanggup. Allah Subhanahu wata'ala berfirman:

Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: "Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu", dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta. (QS. Al-Ankabuut: 12).

 

Dalam sebuah artikel disebutkan bahwa perilaku LGBT khususnya homoseksual dibagi dua, pertama karena bawaan dan yang kedua karena tertular. Walaupun bawaan, bukan berarti dibiarkan, tetap harus diobati. Seseorang dengan bawaan disabilitas (memiliki kekurangan dalam melakukan sesuatu) bukan berarti dibiarkan hidup dengan kekurangannya tanpa ada usaha untuk melakukan aktifitas yang dia butuhkan. Mereka diobati dengan cara diajarkan, dilatih sampai akhirnya bisa melakukan aktifitas walaupun dengan alat bantu tertentu.

 

Kelainan kromosom seorang manusia yang menggiringnya berfikir seperti lawan jenisnya, laki-laki berkecenderungan seperti perempuan atau sebaliknya merupakan ujian hidup baik bagi dirinya maupun keluarganya, tapi tidak berarti kemudian keadaan itu dibiarkan apalagi dipupuk sehingga tumbuh subur. Celakanya lagi banyak penyandang kelainan ini mencari sasaran orang lain yang normal, sehingga orang normal itu menjadi pelaku homoseksual baru karena tertular atau karena terdorong kebencian dan balas dendam.

 

Langkah bijaksana adalah mengobatinya, baik secara medis maupun non medis (konseling atau langkah lainnya). Islam telah menggariskan langkah yang harus ditempuh umatnya jika menemukan salah satu dari mereka memiliki kelamin ganda. Ilmu fiqih sebagai ilmu rujukan dalam hal ibadah menggariskan bahwa seseorang dengan kelamin ganda dihukumi fiqih (shalatnya, menutup auratnya, warisnya dan lain-lain) didasarkan kepada kelamin mana yang dominan atau paling besar ukurannya dibanding yang lain. Jika kelamin laki-laki yang dominan, maka dia dihukumi sebagai kaum laki-laki, begitupun sebaliknya.

 

Kembali kepada kaum LGBT, saat ini yang terjadi bukan karena kelamin ganda tapi kelainan jiwa. Hal ini banyak diakui baik oleh pelaku homoseksual maupun para pendukungnya. Mereka mengatakan bahwa cinta sejenis itu muncul dari kepala mereka (otak, pikiran dan hayalan) mereka, sehingga mereka ingin diakui eksistensinya dan diijinkan mencintai sesama jenisnya. Tapi di sisi lain mereka melarang incest (hubungan sedarah), misalnya antara ayah dengan anak laki-lakinya atau antara ibu dengan anak perempuannya, karena menurut mereka itu hubungan “kurang baik” secara sosial.

 

Sebuah pelarian dari masalah yang tidak mampu dijawabnya. Di tayangan youtube Hashim vs LGBT juga sempat dilontarkan oleh Hashim, jika secara sosial bahwa ketidak bolehan itu karena ada pihak yang dirugikan, apakah boleh dan tidak dilarang jika ada manusia yang hobi menyetubuhi mayat. Para pembela LGBT mengatakan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan. Hashim mengatakan, kenapa tidak boleh, mayat tidak akan pernah merasa dirugikan karena dia sudah mati. Pembela LGBT itu menjawab, perilaku itu tidak menghormati mayat. Hashim menyampaikan lagi, bagaimana mungkin mayat orang sudah mati masih memiliki harga diri. Akhirnya para pembela LGBT itu membubarkan diri karena kalah debat.

 

Pertanyaan “Mengapa ayah tidak boleh mengawini anak lelakinya” sebenarnya merupakan pertanyaan yang mencoba mengikuti alur pikir para pelaku dan pembela LGBT. Ketika dalih mereka adalah saling suka walaupun sejenis dan boleh kawin, maka kenapa seorang ayah dan anak laki-lakinya saling cinta (karena kelainan) tidak boleh kawin.  Memang jijik membayangkannya, sama seperti jijiknya membayangkan hubungan sejenis antar laki-laki dan hubungan sejenis antar perempuan, maka wajar jika Allah subhanahu wata'ala menyebutnya sebagai perbuatan keji:

“Dan (ingatlah)ketika Luth berkata kepada kaumnya:” Sesungguhnya kamu benar benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat umat sebelum kamu. Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat tempat pertemuan?” (Al Ankabut:28-29).

 

Ada beberapa pembela dan pelaku LGBT mengatakan bahwa yang dilarang Allah Subhanahu wata'ala terhadap kaum Nabi Luth 'alaihissalaam adalah perbuatan kejinya bukan karena perilaku homoseksualnya. Padahal di ayat tersebut jelas Allah Subhanahu wata'ala menyebut perbuatan keji itu adalah homoseksual dan dua perbuatan lainnya yakni menyamun dan berbuat kemungkaran.

 

Selain menjijikan, telah jelas setiap perilaku kemungkaran akan menimbulkan mudarat, maka perilaku homoseksual pun sama. Media TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR mrnuliskan - Yayasan Kerti Praja mengungkap data terbaru terkait kasus HIV/AIDS di Bali.

Berdasarkan data di yayasan yang bergerak khusus dalam penanggulangan HIV/AIDS ini, jumlah kasus baru HIV/AIDS yang ditemukan berdasarkan hasil tes sebanyak 10 hingga 22 orang per bulan.

 

Dari jumlah tersebut, 75 persen berasal dari kalangan lelaki seks dengan lelaki (LSL) atau yang dikenal dengan sebutan homoseksual. 

Wallahu a’lam

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...