Penulis: Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana
Suatu bangsa dapat menjadi
besar jika sumber daya manusianya mempunyai kemampuan yang besar. Dengan
kemampuan yang besar pasti mempunyai visi dan misi yang besar pula. Oleh karena
itu masyarakat banyak yang mengkritik profesi guru yang tidak melaksanakan
tugas dan kewajiban secara profesional.
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang menurut Sanusi, dkk
(1991), profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise)
dari pada anggota. Artinya, pekerjaan itu tidak bisa dilakukan oleh sembarang
orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan secara khusus untuk
melakukan pekerjaan itu. Keahlian diperoleh melalui apa yang disebut
profesionalisasi, yang dilakukan baik seseorang menjalani profesi itu
(pendidikan dan latihan pra-jabatan) maupun setelah menjalani profesi
(in-service-training). Guru profesional adalah orang yang terlibat dalam
pendidikan yang tugasnya tidak hanya sekedar mentransfer ilmu dari guru kepada
peserta didik akan tetapi lebih dari itu. Guru profesional melaksanakan segala
kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Demikian juga guru bisa dikatakan
sebagai guru profesional ketika ia memiliki kompetensi dasar sebagai
guru. Adapun kompetensi yang
harus dimiliki yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan
professional. Melihat tugas dan peran guru yang begitu kompleks dengan tugas
yang sangat berat yaitu untuk menjadikan anak-anak bangsa menjadi seorang yang
memiliki kecerdasan IQ, EQ, dan SQ sehingga bisa menjadikan manusia seutuhnya.
Untuk menghadapi kondisi yang
sangat dinamis dalam kehidupan di masyarakat, mau tidak mau setiap guru harus
mengembangkan keterampilan menulis dan tidak ada alasan bahwa seorang guru
tidak dapat menulis. Guru sejatinya mampu menuangkan gagasan dirinya dalam
bentuk tulisan. Namun faktanya, kemampuan guru untuk menulis dan menghasilkan
karya ilmiah yang sesuai dengan ketentuan ilmiah masih rendah. (Mulyono 2019).
Memang kemampuan seseorang
dalam menulis ditentukan dari ketepatannya dalam menerapkan setiap unsur
bahasa, pengorganisasian ide ke dalam bentuk narasi, ketepatan dalam menerapkan
bahasa, dan pemilihan diksi yang akan diambil. Namun terlepas dari itu semua,
sesungguhnya kemampuan menulis sangat
dipengaruhi oleh intensitas seseorang dalam membaca. Seseorang dengan intesitas
membaca yang tinggi akan lebih mudah dalam menulis karena ia paham bagaimana
bentuk tulisan yang indah dan baik. Bahkan tidak jarang seseorang akan
terpengaruh oleh sumber bacaan yang biasa ia baca. (Septafi 2019).
Padahal profesi guru sangat
penting dalam pengondisian sumber daya manusia. Sumber daya manusia anak didik
akan menjadi penentu nasib bangsa dan negara. Menulis adalah kemampuan untuk
mengungkapkan gagasan dalam bentuk tulisan sehingga menjadi sebuah sumber
informasi bagi masyarakat. Jika guru tidak mampu melakukannya, Guru tidak dapat
melakukan proses pendidikan dan pembelajaran dengan baik.
Rusyana, yang memiliki
pandangan bahwa menulis adalah kompetensi menggunakan pola-pola bahasa dan
disampaikan secara tertulis untuk mengekspresikan suatu gagasan/pesan.
Sementara dalam perspektif Alwasilah, menulis merupakan kegiatan produktif
dalam berbahasa. Sebuah proses psikolinguistik, yang asalnya dengan formasi ide
melalui aturan semantik, kemudian didata dengan aturan sintaksis, lalu
digelarkan dalam prosedur sistem tulisan (Susanto, 013). Menurut Saleh Abas,
menulis merupakan aktifitas berfikir yang berkelanjutan, mulai dari mencoba
sampai dengan kembali mengulas. Menulis juga dapat didefinisikan sebagai
aktivitas untuk mengekspresikan ide, gagasan, perasaan, pikiran, kegelisahan,
ke dalam lambang-lambang kebahasaan (bahasa tulis) (Abas, 2006).
Semakin banyak guru yang
menulis, semakin banyak informasi dan bahan kajian yang harus dibahas dalam
dunia pendidikan, setiap kali dunia pendidikan menghadapi permasalahan, guru
segera melakukan analisis dan menuliskan hasilnya dalam bentuk karya tulis.
Kegiatan ini sangat bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi
guru-guru yang lain untk mencoba menulis karya ilmiah.
Sejatinya guru memang harus
kreatif dalam pengembangan dan peningkatan kualitas dirinya. agar proses
pembelajarannya dapat berlangsung maksimal. Guru yang melakukan proses
pembelajaran tanpa kreativitas akan menyebabkan anak didiknya merasa jenuh dan
bosan. Kreativitas menulis sangat
terkait dengan pengembangan dan peningkatan kualitas kompetensi guru adalah
keterampilan menulis karya ilmiah. bemodalkan literasi. Pengembangan dan
peningkatan kualitas guru merupakan tanggung jawab individual. Setiap guru
harus melaksanakan kegiatan yang bertujuan mengembangkan dan meningkatkan
kualitas. Kualitas diri inilah yang selanjutnya menjadi personal branding untuk
tiap guru. Oleh sebab itu setiap guru seharusnya segera mengembangkan dan
meningkatkan kompetensi dirinya secara individual.
Pertama; Untuk melakukan proses tulis menulis
tersebut, guru dapat melakukannya secara autodidak atau dalam bimbingan
seseorang yang memang ahli dalam hal tulis menulis.
Kedua; agar guru terus menulis dan menulis
karena rumus menjadi penulis harus berani menulis dan percaya diri. Dengan
semakin banyaknya karya tulis, semakin lama semakin kompeten dalam keterampilan
menulis, arinya menilis dijadikan tuntutan dan pembiasaan.
Ketiga; Ketersdiaan Jurnal pendidikan sekolah;
Media Online sekolah, dan penelitian Tindakan merupakan salah satu sarana yang
konkret untuk pengembangan dan peningkatan jenjang karier guru. Dengan adanya
Jurnal pendidikan sekolah; Media Online/opline sekolah, dan penelitian Tindakan
ini, setidaknya guru dapat mengumpulkan portofolio sebagai tambahan angka
kridit pada profesinya.
Keempat; Semakin banyak karya tulis yang
dipublikasikan, berarti semakin banyak angka kredit portofolio yang dimiliki,
dan hal tersebut semakin banyak angka kredit yang disimpannya. Pada saatnya,
angka kredit ini sangat membantu pada saat guru maju dalam upaya peningkatan
jenjang karier profesinya. Bukankan
kesulitan naik pangkat guru/dosen karena mininya karya tulis?
Oleh karena itu, Kompetensi yang
sangat penting dalam konteks ini adalah tulis menulis, dengan segera
memulainya, percaya diri; pembiasaa dan penyedianaa media dan jangan lupa jadikan portofolio bulanan
semesteran. Maka dengan itu, setidaknya terbuka kesempatan bagi guru untuk
belajar secara intensif pada kegiatan tulis menulis.
Wallahu A'alam Bishowab.
Wallahu A'lam Bishowab.
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati
Bandung. Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun
2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan
Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan
MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan
Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun
1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan
pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50
mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Pegiat Rumah Baca
Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan.
Panawangan Kabupaten. Ciamis Jawa Barat.
Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui:
(1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators.
(2) https://www.google.com/search?q=buku+a.rusdiana+shopee&source
(3)
https://play.google.com/store/books/author?id=Prof.+DR.+H.+A.+Rusdiana,+M.M.