PEMIMPIN SUBUR ATAU PEMIMPN GERSANG?

Penulis: Drs. KAMAJAYA, M.Pd.

Dibaca: 1005 kali

Drs. KAMAJAYA, M.Pd.

Oleh Drs. KAMAJAYA, M.Pd.

(Kabid. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum Industri PP IGVI-Maju)

 

Harapan dunia vokasi di Indonesia bisa meningkat pesat setelah program dan inovasi Ditjen Vokasi dalam membenahi dunia vokasi di Indonesia tidak terjadi secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh adanya dua tipe pepimpin yang subur dan gersang di dunia vokasi Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Dirjen Vokasi, Wikan Sakarinto. Padahal program-program yang telah digulirkan bagi kemajuan pendidikan vokasi telah cukup banyak dan beragam, seperti:

Link and Match, Center of Exelence (CoE), Chief Executive Officer (CEO), Teaching Factory (Tefa), LSP-P1, Pendidikan Kecakapan Kewirausahaan (PKW), Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK), Gerakan Sekokah Menyenangkan (GSM), Gelora Bangga Buatan Indonesia (GBBI), SMK Fast Track, D3 Fast Track, D4 Fast Track, S-2 Terapan, S-3 Terapan, Karya Inovasi, BLUD, dll.  

Semua program tersebut  dimaksudkan untuk kemajuan dunia vokasi di Indonesia agar bisa sejajar dengan dunia vokasi negara maju. Namun apa yang terjadi? Dirjen Vokasi tidak melihatnya program yang telah digulirkan tersebut secara serta merta dapat mengubah dunia vokasi di Indonesia menggeliat menjadi lebih baik secara signifikan. Hal tersebut beliau ungkapkan dengan bahasa yang halus dalam menyindir pemimpin di sekolah/ kampus melalui gambaran terhadap tanaman yang ditanam di tanah yang subur dan di tanah gersang untuk memudahkan pemahaman. Apa yang dikatakan beliau, dapat kita simak, melalui pernyataannya, sbb:

“Ini benih atau bibit tanaman yang saya harapkan akan tumbuh menjadi tanaman yang bisa menghasilkan buah yang seperti ini (Tanaman yang berdaun dan berbuah lebat), saya taburkan, saya tanam di tanah yang gersang, tanah yang  belum dibajak, belum digarap dan belum mencapai tingkat kesuburan yang minimal, meskipun kemudian saya siram dengan air dan saya beri pupuk secukupnya, apa yang kemudian terjadi dengan dengan benih ini mungkin tidak akan tumbuh tanaman apapun karena tanahnya gersang, atau yang kedua mungkin tumbuh tanaman namun tidak berbuah apapun kosong karena tanahnya gersang, atau yang ketiga mungkin tumbuh tanaman namun menghasilkan buah yang dibayangkan tetapi kualitasnya jauh dari yang diharapkan, atau yang keempat menghasilkan buah yang berbeda dengan kualitas yang jauh dari harapan, sekali lagi itu semua karena tanahnya yang gersang, sangat beresiko kalau tiba tiba kita tanami apapun suatu tanah yang gersang dengan benih atau bibit tanaman bisa menguap semua bibit yang kita tanam dan bisa menguap investasi apapun yang kita lakukan pada proses penanaman ini.

Berbeda ceritanya apabila tanahnya subur ditanami benih kemudian disiram diberi pupuk, maka kemungkinan besar akan menghasilkan pohon yang baik berdaun lebat, dan berbuah lebat sesuai harapan.

Nah..! berikutnya saya analogikan dengan program dana hibah yang diluncurkan untuk SMK atau Kampus Vokasi, bayangkan dana hibah tersebut adalah benih atau bibit tanaman yang tadi serta plus dengan pupuk yang kita kucurkan untuk proses penanaman ini, kita deliver ke SMK atau Kampus yang kepala sekolahnya atau SDM pengelolanya masih berkarakter dan memiliki mindset leadership yang gersang, maka resikonya adalah menghasilkan apa? satu menghasilkan gedung dan peralatan, jelas karena dana hibah itu bisa mencapai miliaran rupiah, tetapi hasil yang kedua justru lebih penting dan memusingkan yaitu adalah lulusan lulusan yang bakal mengecewakan industri dan dunia kerja, artinya kita menghasil sesuatu yang tidak sesuai dengan dambaan dunia industri dan dunia kerja, kalau tidak sampai kecewa ya... minimal bikin pihak industri itu gemes, secara spesifik apa sih yang dimaksud dengan pemimpin yang gersang atau SDM yang gersang?, ini bisa terjadi pada misalnya  kepala sekolah atau pengelola prodi yang satu berkarakter zona nyaman, takut atau malas atau dua duanya takut dan malas melakukan inovasi dan perubahan, dua tidak mampu mengembangkan  komunikasi networking dengan industri dan dunia kerja sebagai calon user lulusan, dan yang ketiga tidak mampu membaca perkembangan zaman, yang keempat tidak paham apa sih yang sebenarnya diinginkan industri dan dunia kerja?, apa yang mereka iginkan?, lulusan seperti apa yang mereka inginkan?, yang mereka dambakan ketika tidak mampu untuk menangkap  yang diinginkan industri, atau yang kelima mereka lebih suka untuk memberlakukan kurikulum yang terlalu fokus terlalu berat pada porsi hardskills hard, alias tidak mau untuk menginovasi kurikulum dan cara mengajar menjadi berbasis project base learning misalnya untuk menguatkan softskills dan karakter, sekali lagi softskills dan karakter, karena inilah sebenarnya yang diinginkan oleh industri dan dunia kerja, atau jangan jangan kurikulum yang cuman ngajarin teori saja.

Bayangkan investasi miliaran dalam bibit tadi atau mungkin triliunan rupiah hanya atau cuma jadi gedung dan peralatan saja, hanya menghasilkan fisik tanpa menghasilkan buah yang didambakan, bukan, bukan ini yang kita ingin lakukan, jadi syarat utama sebelum investasi kita kucurkan Karakter, Mindset, dan Leadership yang Kuat harus dipastikan dulu jangan sampai dana yang kita investasikan jatuh ke tangan pemimpin gersang, pastikan investasi harus jatuh atau ter-deliver ke pemimpin subur.

Mari kita bayangkan bahkan kalau pada dasarnya pemimpinnya sudah kreatif, leadership-nya kuat, tanpa investasi apapun otomatis mereka akan selalu melahirkan inovasi dan terobosan untuk menghasilkan lulusan yang benar benar kompeten dan sesuai dengan keinginan dunia kerja dan industri, itulah karakter pemimpin subur dan SDM subur.

Pemimpin gersang selalu berpikir bring industry to school diartikan ujug ujug harus membangun infrastruktur sekolah, membeli peralatan pembelajaran yang sama plek persis yang ada di industri itu yang dipikirkan oleh pemimpin gersang bring industry to school, yaitu copy paste, kondisi fisik industri harus ada di sekolah.

Sementara itu pemimpin subur mengartikan bring industry to school harus diawali dengan membawa dan menciptakan karakter dan mindset profesional industri kedalam SDM dan kurikulum di sekolah serta merombak dan merenovasi dan mengimprove metode pembelajaran di sekolah,

Sebenarnya kalau kita tanya ke industri, lulusan seperti apa sih?, SDM seperti apa sih? yang diinginkan dan didambakan industri dan dunia kerja, apakah lulusan yang punya gelar atau ijazah? atau lulusan yang IPK nya tinggi?, bisa ya.. bisa tidak, faktanya dari berbagai sumber berbagai analisa dan kajian serta pengalaman nyata, faktual di lapangan, inilah daftar kompetensi dan skill yang sebenarnya diinginkan oleh dunia kerja dan dunia industri, ini faktanya dan kalau kita amati prioritas dan porsinya sudah sangat jelas dominan pada aspek softskills dan karakter siap untuk bekerja dan siap untuk mengembangkan diri secara mandiri, bukan hardskills sekali lagi bukan hardskills porsi utamanya, prioritas dan dominannya adalah softskills dan karakter, bahkan mereka meyakini hardskills pun penting, tetapi hardskills is easy to be trained, hardskills akan lebih mudah untuk dikembangkan pada SDM yang softskills dan karakternya sudah siap dan baik, hardskills akan terus berkembang karena apa, perubahan dan perkembangan teknologi di dunia kerja akan terus terjadi, untuk mengikuti perkembangan teknologi, SDM yang baik akan terus ingin belajar hal hal yang baru secara mandiri dengan gairah belajar yang kuat.

Pemimpin gersang akan melihat konsep link and match ini adalah beban yang memberatkan pekerjaannya, sementara itu pemimpin subur akan melihat konsep link and match seperti ini  merupakan peluang dan potensi solusi untuk menyelesaikan masalah lulusan yang kualitas dan kompetensinya selama ini belum sesuai dengan tantangan nyata industri dan dunia kerja.

Buat apa kita menghasilkan lulusan, merelease ijazah tetapi ibarat kita memasak makanan untuk industri atau konsumen ternyata masakan kita tidak disukai oleh konsumen, tidak membuat konsumen memakan masakan itu masakan lezat kemudian bikin kangen untuk makan lagi dan makan lagi dan parahnya kita merasa selama ini everything a just fine, seolah seolah kalau kita sudah meluluskan siswa atau mahasiswa kita, kemudian otomatis industri pasti puas dengan resep makanan kita dengan kualitas makanan kita, atau resep kurikulum yang selama ini kita bayangkan sudah hebat atau sudah wow.. dimata kita, padahal di mata konsumen sangat jauh dari wow.., benar benar tidak link atau bahkan tidak match atau mungkin sudah link tapi tidak match, tetap saja itu tidak match dan ini bahayanya sudah merasa benar, tetapi sebenarnya belum benar tidak sadar kalau sebenarnya belum benar padahal sudah jelas industri belum puas dan kita bisa melihat faktanya PISA atau kualitas pendidikan kita diukur dengan PISA masih seperti ini (data capaian  PISA) dan selama industri dan dunia kerja belum puas dengan lulusan kita ya.. pasti harus kita sadari pasti ada yang salah selama ini dengan apa yang kita selenggarakan simpelkan.

Yang jadi masalah pemimpin gersang akan cenderung tidak mau atau tidak mampu menterjemahkan keinginan industri dan dunia kerja kedalam kurikulum kedalam metode pembelajaran yah.. inilah susahnya, bahasa inggrisnya “angle banget” sulit sekali cenderung mempertahankan cara cara lama dengan berbagai alasan klise, intinya memang tidak mampu atau tidak mau atau dua duanya untuk berubah, itu pemimpin gersang.

Pemimpin subur akan sebaliknya ketika kurikulum dan metode pembelajaran ternyata kok belum ya.. menghasilkan lulusan yang cocok sesuai dengan dambaan industri dan dunia kerja, maka mereka cenderung tidak tinggal diam mereka akan terus berpikir kreatif, tidak takut untuk mmencoba melakukan perubahan perubahan dan inovasi, berkomunikasi dan ber-network dengan industri dan dunia kerja meyakinkan mereka untuk masuk secara mendalam berpartisipasi secara signifikan untuk bersama sama membangun menghasilkan solusi konkrit yang hebat itu karkter pemimpin subur, pemimpin yang agak gersang mungkin akan secara aktif mengundang industri untuk memberi masukan pada kurikulum mencoba mencocokkan dan mensikronkan kurikulum, namun metode pembelajaran di dalam kelas masih berbasis hardskills dan cara cara lama, pemimpin agak gersang memang tidak perduli dengan lulusannya yang terlalu condong pada hardskills tapi lemah softskills-nya.

Pemimpin subur belum tentu bisa menghasilkan yang memuaskan tetapi paling tidak sudah menyadari bahwa aspek softskills adalah aspek yang super penting dan akan terus mencoba menginovasi kurikulum dan metode pembelajarannya, misalnya mempraktekkan pola pembelajaran project base learning atau PBL yang akan membuat anak didiknya belajar dalam berbagai mata pelajaran atau mata kuliah tetapi sambil praktek menyelesaikan project real dari industri dan kalau hasil dari project real itu, hasil dari team work anak anak tidak mmemuaskan industri ya.. maaf anak anak kalian hanya akan lulus  mata pelajaran ini dan mata pelajaran itu hanya bila menghasilkan produk yang memuaskan industri atau konsumen yang memesan project ini, nah..itu prinsipnya.

Ibarat belajar berenang ya.. harus nyemplung ke kolam, tidak ada belajar berenang terlalu lama teori berenang dan tidak pernah nyemplung ke kolam.

Belajar menyetir mobil ya... harus langsung praktek nyetir mobil project base learning dengan proses belajar sambil praktek dengan target profesional akan membuat adrenalin anak anak kita dan talenta anak anak kita mencapai level yang yang terbaik itu kuncinya.

Jadi kesimpulannya hardskills dan softskills serta karakter harus kuat dan unggul semuanya, hardskills dan softskills serta karakter harus kuat semuanya tetapi dengan softskills dan karakter yang kuat maka otomatis hardskills akan ikut meningkat dan terjaga kematangannya.

Seiring dengan karakter pembelajaran mandiri sepanjang hayat, pembelajar Pancasila, itu adalah penguatan kompeten yang sesungguhnya, marilah kita menjadi memimpin subur  marilah menjadi orang orang atau SDM yang subur, ayo..! berubah berinovasi dan jangan berhenti untuk berkreasi untuk melakukan terobosan menjadi pemimpin perubahan bukan justru larut dan terpukul atau bahkan terhempas oleh perubahan yang terjadi dengan cepat di dunia ini dan saya yakin kita pasti bisa, Indonesia pasti bisa”.

Begitu kuatnya keinginan Dirjen Vokasi dalam usaha memajukan dunia vokasi di Indonesia untuk bisa sejajar dengan dunia vokasi negara maju. Sudah sepatutnya para pemimpin dunia vokasi menengah dan tinggi dan insan vokasi lainnya keluar dari zona nyaman, untuk bersama-sama membangun, mengembangkan dan memajukan dunia vokasi di Indonesia.

#vokasi kuat menguatkan Indonesia

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...