Penulis: Drs. KAMAJAYA, M.Pd.
Drs. KAMAJAYA, M.Pd.
Oleh Drs. KAMAJAYA, M.Pd.
(Kabid. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum
Industri PP IGVI-Maju)
Harapan
dunia vokasi di Indonesia bisa meningkat pesat setelah program dan inovasi
Ditjen Vokasi dalam membenahi dunia vokasi di
Indonesia tidak terjadi secara signifikan. Hal
ini disebabkan oleh adanya dua tipe pepimpin yang subur dan gersang di dunia
vokasi Indonesia, seperti yang disampaikan oleh Dirjen Vokasi,
Wikan Sakarinto. Padahal
program-program yang telah digulirkan bagi kemajuan pendidikan vokasi telah cukup
banyak dan beragam, seperti:
Link and Match, Center of Exelence (CoE),
Chief Executive Officer (CEO), Teaching Factory (Tefa), LSP-P1, Pendidikan
Kecakapan Kewirausahaan (PKW), Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK), Gerakan
Sekokah Menyenangkan (GSM), Gelora Bangga Buatan Indonesia (GBBI), SMK Fast
Track, D3 Fast Track, D4 Fast Track, S-2 Terapan, S-3 Terapan, Karya Inovasi,
BLUD, dll.
Semua
program tersebut dimaksudkan untuk
kemajuan dunia vokasi di Indonesia agar bisa sejajar dengan dunia vokasi negara
maju. Namun apa yang
terjadi? Dirjen Vokasi tidak melihatnya program yang telah
digulirkan tersebut secara serta merta dapat mengubah dunia
vokasi di Indonesia menggeliat menjadi lebih baik secara signifikan.
Hal tersebut beliau ungkapkan dengan bahasa
yang halus dalam menyindir pemimpin di sekolah/ kampus melalui gambaran
terhadap tanaman yang ditanam di tanah yang subur dan di tanah gersang untuk
memudahkan pemahaman. Apa yang dikatakan
beliau, dapat kita simak, melalui pernyataannya, sbb:
“Ini benih atau bibit tanaman yang saya
harapkan akan tumbuh menjadi tanaman yang bisa menghasilkan buah yang seperti
ini (Tanaman yang berdaun dan berbuah lebat), saya taburkan, saya tanam di tanah yang gersang, tanah yang belum dibajak, belum digarap dan belum
mencapai tingkat kesuburan yang minimal, meskipun kemudian saya siram dengan
air dan saya beri pupuk secukupnya, apa yang kemudian terjadi dengan dengan
benih ini mungkin tidak akan tumbuh tanaman apapun karena tanahnya gersang, atau
yang kedua mungkin tumbuh tanaman namun tidak berbuah apapun kosong karena
tanahnya gersang, atau yang ketiga mungkin tumbuh tanaman namun menghasilkan
buah yang dibayangkan tetapi kualitasnya jauh dari yang diharapkan, atau yang
keempat menghasilkan buah yang berbeda dengan kualitas yang jauh dari harapan,
sekali lagi itu semua karena tanahnya yang gersang, sangat beresiko kalau tiba
tiba kita tanami apapun suatu tanah yang gersang dengan benih atau bibit tanaman
bisa menguap semua bibit yang kita tanam dan bisa menguap investasi apapun yang
kita lakukan pada proses penanaman ini.
Berbeda ceritanya apabila tanahnya subur
ditanami benih kemudian disiram diberi pupuk, maka kemungkinan besar akan
menghasilkan pohon yang baik berdaun lebat, dan berbuah lebat sesuai harapan.
Nah..! berikutnya saya analogikan dengan
program dana hibah yang diluncurkan untuk SMK atau Kampus Vokasi, bayangkan
dana hibah tersebut adalah benih atau bibit tanaman yang tadi serta plus dengan
pupuk yang kita kucurkan untuk proses penanaman ini, kita deliver ke SMK atau
Kampus yang kepala sekolahnya atau SDM pengelolanya masih berkarakter dan
memiliki mindset leadership yang gersang, maka resikonya adalah menghasilkan
apa? satu menghasilkan gedung dan peralatan, jelas karena dana hibah itu bisa
mencapai miliaran rupiah, tetapi hasil yang kedua justru lebih penting dan memusingkan
yaitu adalah lulusan lulusan yang bakal mengecewakan industri dan dunia kerja,
artinya kita menghasil sesuatu yang tidak sesuai dengan dambaan dunia industri
dan dunia kerja, kalau tidak sampai kecewa ya... minimal bikin pihak industri
itu gemes, secara spesifik apa sih yang dimaksud dengan pemimpin yang gersang
atau SDM yang gersang?, ini bisa terjadi pada misalnya kepala sekolah atau pengelola prodi yang satu
berkarakter zona nyaman, takut atau malas atau dua duanya takut dan malas
melakukan inovasi dan perubahan, dua tidak mampu mengembangkan komunikasi networking dengan industri dan dunia
kerja sebagai calon user lulusan, dan yang ketiga tidak mampu membaca
perkembangan zaman, yang keempat tidak paham apa sih yang sebenarnya diinginkan
industri dan dunia kerja?, apa yang mereka iginkan?, lulusan seperti apa yang
mereka inginkan?, yang mereka dambakan ketika tidak mampu untuk menangkap yang diinginkan industri, atau yang kelima
mereka lebih suka untuk memberlakukan kurikulum yang terlalu fokus terlalu
berat pada porsi hardskills hard, alias tidak mau untuk menginovasi kurikulum
dan cara mengajar menjadi berbasis project base learning misalnya untuk
menguatkan softskills dan karakter,
sekali lagi softskills dan karakter, karena inilah sebenarnya yang diinginkan oleh
industri dan dunia kerja, atau jangan jangan kurikulum yang cuman ngajarin
teori saja.
Bayangkan investasi miliaran dalam bibit
tadi atau mungkin triliunan rupiah hanya atau cuma jadi gedung dan peralatan
saja, hanya menghasilkan fisik tanpa menghasilkan buah yang didambakan, bukan,
bukan ini yang kita ingin lakukan, jadi syarat utama sebelum investasi kita
kucurkan Karakter, Mindset, dan
Leadership yang Kuat harus dipastikan dulu jangan sampai dana yang kita
investasikan jatuh ke tangan pemimpin gersang, pastikan investasi harus jatuh atau
ter-deliver ke pemimpin subur.
Mari kita bayangkan bahkan kalau pada
dasarnya pemimpinnya sudah kreatif, leadership-nya kuat, tanpa investasi apapun
otomatis mereka akan selalu melahirkan inovasi dan terobosan untuk menghasilkan
lulusan yang benar benar kompeten dan sesuai dengan keinginan dunia kerja dan
industri, itulah karakter pemimpin subur dan SDM subur.
Pemimpin gersang selalu berpikir bring industry
to school diartikan ujug ujug harus membangun infrastruktur sekolah, membeli
peralatan pembelajaran yang sama plek persis yang ada di industri itu yang
dipikirkan oleh pemimpin gersang bring industry to school, yaitu copy paste,
kondisi fisik industri harus ada di sekolah.
Sementara itu pemimpin subur mengartikan
bring industry to school harus diawali dengan membawa dan menciptakan karakter
dan mindset profesional industri kedalam SDM dan kurikulum di sekolah serta
merombak dan merenovasi dan mengimprove metode pembelajaran di sekolah,
Sebenarnya kalau kita tanya ke industri,
lulusan seperti apa sih?, SDM seperti apa sih? yang diinginkan dan didambakan
industri dan dunia kerja, apakah lulusan yang punya gelar atau ijazah? atau
lulusan yang IPK nya tinggi?, bisa ya.. bisa tidak, faktanya dari berbagai
sumber berbagai analisa dan kajian serta pengalaman nyata, faktual di lapangan,
inilah daftar kompetensi dan skill yang sebenarnya diinginkan oleh dunia kerja
dan dunia industri, ini faktanya dan kalau kita amati prioritas dan porsinya
sudah sangat jelas dominan pada aspek softskills dan karakter siap untuk
bekerja dan siap untuk mengembangkan diri secara mandiri, bukan hardskills sekali
lagi bukan hardskills porsi utamanya, prioritas dan dominannya adalah softskills
dan karakter, bahkan mereka meyakini hardskills pun penting, tetapi hardskills is easy to be trained,
hardskills akan lebih mudah untuk dikembangkan pada SDM yang softskills dan
karakternya sudah siap dan baik, hardskills akan terus berkembang karena apa,
perubahan dan perkembangan teknologi di dunia kerja akan terus terjadi, untuk mengikuti
perkembangan teknologi, SDM yang baik akan terus ingin belajar hal hal yang
baru secara mandiri dengan gairah belajar yang kuat.
Pemimpin gersang akan melihat konsep link
and match ini adalah beban yang memberatkan pekerjaannya, sementara itu pemimpin
subur akan melihat konsep link and match seperti ini merupakan peluang dan potensi solusi untuk
menyelesaikan masalah lulusan yang kualitas dan kompetensinya selama ini belum
sesuai dengan tantangan nyata industri dan dunia kerja.
Buat apa kita menghasilkan lulusan,
merelease ijazah tetapi ibarat kita memasak makanan untuk industri atau
konsumen ternyata masakan kita tidak disukai oleh konsumen, tidak membuat
konsumen memakan masakan itu masakan lezat kemudian bikin kangen untuk makan
lagi dan makan lagi dan parahnya kita merasa selama ini everything a just fine,
seolah seolah kalau kita sudah meluluskan siswa atau mahasiswa kita, kemudian
otomatis industri pasti puas dengan resep makanan kita dengan kualitas makanan
kita, atau resep kurikulum yang selama ini kita bayangkan sudah hebat atau
sudah wow.. dimata kita, padahal di mata konsumen sangat jauh dari wow.., benar
benar tidak link atau bahkan tidak match atau mungkin sudah link tapi tidak
match, tetap saja itu tidak match dan ini bahayanya sudah merasa benar, tetapi
sebenarnya belum benar tidak sadar kalau sebenarnya belum benar padahal sudah
jelas industri belum puas dan kita bisa melihat faktanya PISA atau kualitas
pendidikan kita diukur dengan PISA masih seperti ini (data capaian PISA) dan selama industri dan dunia kerja
belum puas dengan lulusan kita ya.. pasti harus kita sadari pasti ada yang
salah selama ini dengan apa yang kita selenggarakan simpelkan.
Yang jadi masalah pemimpin gersang akan
cenderung tidak mau atau tidak mampu menterjemahkan keinginan industri dan
dunia kerja kedalam kurikulum kedalam metode pembelajaran yah.. inilah susahnya,
bahasa inggrisnya “angle banget” sulit sekali cenderung mempertahankan cara cara
lama dengan berbagai alasan klise, intinya memang tidak mampu atau tidak mau
atau dua duanya untuk berubah, itu pemimpin gersang.
Pemimpin subur akan sebaliknya ketika
kurikulum dan metode pembelajaran ternyata kok belum ya.. menghasilkan lulusan
yang cocok sesuai dengan dambaan industri dan dunia kerja, maka mereka
cenderung tidak tinggal diam mereka akan terus berpikir kreatif, tidak takut
untuk mmencoba melakukan perubahan perubahan dan inovasi, berkomunikasi dan
ber-network dengan industri dan dunia kerja meyakinkan mereka untuk masuk
secara mendalam berpartisipasi secara signifikan untuk bersama sama membangun
menghasilkan solusi konkrit yang hebat itu karkter pemimpin subur, pemimpin
yang agak gersang mungkin akan secara aktif mengundang industri untuk memberi
masukan pada kurikulum mencoba mencocokkan dan mensikronkan kurikulum, namun
metode pembelajaran di dalam kelas masih berbasis hardskills dan cara cara
lama, pemimpin agak gersang memang tidak perduli dengan lulusannya yang terlalu
condong pada hardskills tapi lemah softskills-nya.
Pemimpin subur belum tentu bisa menghasilkan
yang memuaskan tetapi paling tidak sudah menyadari bahwa aspek softskills
adalah aspek yang super penting dan akan terus mencoba menginovasi kurikulum
dan metode pembelajarannya, misalnya mempraktekkan pola pembelajaran project
base learning atau PBL yang akan membuat anak didiknya belajar dalam berbagai
mata pelajaran atau mata kuliah tetapi sambil praktek menyelesaikan project
real dari industri dan kalau hasil dari project real itu, hasil dari team work
anak anak tidak mmemuaskan industri ya.. maaf anak anak kalian hanya akan lulus
mata pelajaran ini dan mata pelajaran
itu hanya bila menghasilkan produk yang memuaskan industri atau konsumen yang
memesan project ini, nah..itu prinsipnya.
Ibarat belajar berenang ya.. harus
nyemplung ke kolam, tidak ada belajar berenang terlalu lama teori berenang dan
tidak pernah nyemplung ke kolam.
Belajar menyetir mobil ya... harus langsung praktek nyetir mobil
project base learning dengan proses belajar sambil praktek dengan target
profesional akan membuat adrenalin anak anak kita dan talenta anak anak kita
mencapai level yang yang terbaik itu kuncinya.
Jadi kesimpulannya hardskills dan
softskills serta karakter harus kuat dan unggul semuanya, hardskills dan softskills
serta karakter harus kuat semuanya tetapi dengan softskills dan karakter yang
kuat maka otomatis hardskills akan ikut meningkat dan terjaga kematangannya.
Seiring dengan karakter pembelajaran
mandiri sepanjang hayat, pembelajar Pancasila, itu adalah penguatan kompeten
yang sesungguhnya, marilah kita menjadi memimpin subur marilah menjadi orang orang atau SDM yang
subur, ayo..! berubah berinovasi dan jangan berhenti untuk berkreasi untuk melakukan
terobosan menjadi pemimpin perubahan bukan justru larut dan terpukul atau
bahkan terhempas oleh perubahan yang terjadi dengan cepat di dunia ini dan saya
yakin kita pasti bisa, Indonesia pasti bisa”.
Begitu
kuatnya keinginan Dirjen Vokasi dalam usaha memajukan dunia vokasi
di Indonesia untuk bisa sejajar dengan dunia vokasi negara maju.
Sudah sepatutnya para pemimpin dunia vokasi
menengah dan tinggi dan insan vokasi lainnya keluar dari zona nyaman, untuk bersama-sama
membangun, mengembangkan dan memajukan dunia vokasi di Indonesia.
#vokasi
kuat menguatkan Indonesia