Penulis: Iwan Kartiwa
Iwan Kartiwa
leh Iwan Kartiwa
(Pengajar
Praktek PPGP Angkatan 5 Kab. Sumedang dan CKS SMA Provinsi Jawa Barat Tahun
2021)
VUCA sebagai sebuah pendekatan dalam sebuah kajian ilmiah saat ini
cukup banyak diaplikasikan oleh berbagai kalangan. VUCA merupakan sebuah akronim dari volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity.
Sebagaimana disitir oleh Victor Yasadhana, VUCA merupakan istilah yang pertama
kali dipopulerkan oleh US Army War College untuk menggambarkan sebuah
keadaan dunia yang makin rentan, tidak pasti, rumit dan membingungkan sebagai
dampak multilateralisme dunia pasca Perang Dingin. VUCA dalam konteks ini
merupakan alat analisis dan identifikasi terhadap fenomena dan situasi masa
depan yang makin sulit ditebak (unpredictable)
sehingga dapat disiapkan berbagai skenario untuk menjawab tantangan dari situasi
tersebut.
Sekali lagi VUCA menggambarkan situasi yang penuh
dengan kegamangan dan ketidakpastian. Dalam situs https://metode.id/2020/05/23/vuca/?amp=1 disebutkan bahwa pendekatan VUCA berasal
dari sebuah analisis situasi sulit ketika menghadapi keadaan yang minim
informasi dan cepat berubah. Dikisahkan suatu operasi tempur di era
sembilan puluhan yang menggambarkan situasi medan tempur yang dihadapi
oleh pasukan operasional Amerika, dimana informasi medan tempur yang ada amat
terbatas. Bertempur dalam keterbatasan informasi serasa berjalan dalam kebutaan
dan bisa menimbulkan chaos. Keadaan ini diistilahkan sebagai
medan perang kabut (fog war). Pengalaman itu selanjutnya menjadi
pemikiran dan pembelajaran bagi para pegiat ekonomi khususnya untuk mengatasi
masalah yang bersifat Volatile, Uncertain, Complexity and Ambiguity yang
selanjutnya disingkat VUCA. Penjelasan mengenai komponen-komponen VUCA tersebut
adalah sebagai berikut.
Volatility (perubahan
cepat tak terduga). Hal ini ditandai
munculnya berbagai tantangan baru yang sulit terbaca penyebabnya. Tantangan
baru ini tidak memiliki pola yang konsisten. Perubahan sangat cepat terjadi, apa
yang sebelumnya menjadi ancaman dua tahun lalu, bisa jadi sudah tergantikan
oleh ancaman lain saat ini.Proses terbentuknya lingkungan volatile tidak
terlepas dari pengaruh teknologi, munculnya tatanan ekonomi baru, berubahnya
nilai-nilai dan gaya hidup, dan tersedianya pertukaran arus informasi, barang
dan jasa dengan trend harga menurun dibarengi tingginya kecepatan arus
perpindahan barang/jasa dan penyebaran informasi.
Uncertainty (Ketidakpastian). Ketidakpastian lingkungan
menjadi kondisi umum yang suka tidak suka menjadi bagian keseharian dalam dunia
kehidupan kita. Imbas dari kondisi global yang cepat atau lambat akan terasa
akibatnya. Contoh nyatanya adalah munculnya perbankan online yang telah
berimbas terhadap ditutupnya 46000 kantor cabang bank di seluruh Eropa sejak
tahun 2007. Impak dari Brexit telah mempengaruhi sebagian besar operasional
perbankan dunia yang menggantungkan transaksi foreks di pasar London sebagai
pasar kedua terbesar dunia.
Complexity (kerumitan).
Dalam hal ini kerumitan untuk
memahami penyebab suatu masalah secara langsung. Interdepensi dan interkoneksi
berbagai kejadian menjadi penyebab yang saling mempengaruhi satu sama lain dan
mengakibatkan timbulnya masalah yang ada. Penyebab kompleksitas bisa berasal
dari berbagai multiple faktor seperti: munculnya beragam kompetitor baru,
disrupsi teknologi, berubahnya pola konsumsi, regulasi yang kompleks, perubahan
pola supply dan dimand, dan masih banyak
faktor lainnya.
Ambiguity (membingungkan). Ambiguitas diibaratkan
seperti hidup dalam lingkungan berkabut yang menutupi pandangan jernih
kesekelilingnya. Apa yang seolah dianggap fakta sebenarnya tidak lebih
merupakan fatamorgana. Sementara itu sebuah kebenaran dengan asumsinya, baru
dapat diterima karena sudah menjadi kebiasaan dan juga dilakukan oleh banyak
orang tanpa mempertanyakan lagi eksistensinya. Orang yang berani mengajukan
pertanyaan apa yang sesungguhnya terjadi, relatif lebih sedikit daripada yang
diam. Mereka bisa jadi akan dianggap menentang arus atau bahkan dianggap aneh
dalam kelompoknya.
Situasi VUCA melanda banyak bidang kehidupan,
tidak terkecuali bidang pendidikan. Bidang pendidikan di Indonesia tentu
merasakan hal yang sama, bagaimana situasi saat ini dan kedepan yang dirundung dan
dilingkupi oleh berbagai hal yang serba cepat berubah, penuh dengan
ketidakpastian, dirundung berbagai kerumitan/kesulitan dan segala sesuatunya yang
serba membingungkan. Sektor pendidikan dalam hal ini, jelas tidak mungkin lepas
dan menghindari dari situasi VUCA yang serupa dengan berbagai dampak
turunannya.
Menghadapi situasi VUCA yang semacam tadi, maka
muncul pendekatan VUCA yang berbeda dalam konteks solusi yang ditawarkan. VUCA
yang dimaksud adalah pendekatan strategi yang dapat dirancang dengan menerapkan
sejumlah langkah strategis dan sistematis. VUCA dalam hal ini berakronim (vision, understanding, clarity dan agility).
VUCA dalam konteks ini berasal dari pendapatnya Bob Johansen seorang peneliti
pada Institute for the Future. Dalam bukunya Leaders Make the
Future: Ten New Leadership Skills for an Uncertain World sebagaimana dikutip
Freddy Nababan dalam web https://analisadaily.com/berita/arsip/2018/4/9/535362/vuca-dalam-dunia-pendidikan/#.Yqkj9h2b-jw.whatsapp. Dalam buku ini disebutkan bahwa VUCA
yang dimaksud adalah dengan menerapkan (vision, understanding, clarity dan agility).
Selanjutnya proses penerapan pendekatan VUCA model seperti ini dalam dunia
pendidikan, aplikasinya kurang lebih seperti berikut ini.
Pertama, Volatility (perubahan
cepat tak terduga). Untuk aspek ini bisa diakomodir dengan menerapkan visi (vision)
yang jelas. Apa yang hendak dicapai di masa depan ditetapkan hari ini. Guru
harus menetapkan apa yang menjadi program bulanan, semester, dan tahunan.
Guru harus memastikan semua materi sudah on the track, kontekstual
dan sinkron dengan tren terbaru.
Kedua, Uncertainty (sulit
terprediksi/ketidakpastian). Hal ini dapat diantisipasi dengan pemahaman (understanding)
yang baik akan apa yang menjadi penyebabnya. Hal ini umumnya berkaitan dengan
karakter siswa. Untuk itu, guru harus menjadi fasilitator yang lebih banyak
mendengar, membaca dan melihat perspektif yang berbeda dari para muridnya.
Guru harus mengenali gaya belajar mereka karena mengenali murid secara utuh
adalah keharusan.
Ketiga, complexity (keruwetan dan
kerumitan) yang dialami dari para siswa dalam pembelajaran dapat diatasi
dengan kemauan para pendidik untuk lebih banyak merespon, tidak reaktif, dan
mengklarifikasi setiap permasalahan yang ada agar tercipta kejelasan (clarity)
dalam mengambil keputusan.
Keempat,ambiguity (kebingungan/kebimbangan)
dalam pembelajaran dapat diselesaikan dengan agility (kelincahan/keluwesan)
para guru melihat solusi-solusi yang ada. Kelincahan (baca: kearifan) para
guru dalam memberikan jalan keluar yang terbaik dari kebimbangan siswa
berkorelasi dengan kematangan seorang pendidik dan “jam terbangnya” yang
hanya bisa didapat dari kemauan para guru untuk terus belajar, baik individual
maupun kolaboratif dengan siapa saja dan di mana saja. Termasuk didalamnya
kesadaran untuk tergerak, bergerak dan menggerakan. Tak kalah pentingnya
bagaimana setiap guru mampu menggerakan komunitas praktisi sebagai salah satu
sasaran dan medan garapan transformasi pendidikan Indonesia yang dapat ia
lakukan kapanpun dan dimanapun yang bersangkutan bertugas.
Dalam konteks yang paling actual dan factual
penerapan VUCA dalam dunia pendidikan di Indonesia salah satunya adalah dengan melakukan
perubahan paradigma berpikir (mindset) para guru, memahami peta jalan
pendidikan Indonesia dan berikhtiar menerapkan program merdeka belajar yang
dicanangkan KemendikbudRistek. Untuk perubahan paradigma berpikir (mindset)
dilakukan dengan merekonstruksi layanan pendidikan terhadap peserta didik
dengan berbasis pada filosofi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara.
Selanjutnya para guru didorong untuk terus melakukan prakarsa perubahan,
melaksanakan karya dan aksi nyata yang dapat berkontribusi dalam perbaikan dan
kemajuan pendidikan nasional kita. Para guru juga dituntut memahami peta jalan
pendidikan yang tengah dirumuskan minimalnya memahami visi pendidikan
Indonesia. Visi pendidikan Indonesia 2035 yang tertuang dalam draf dokumen Peta
Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 adalah membangun rakyat Indonesia untuk
menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang sejahtera dan
berakhlak mulia dengan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.
Sementara itu program merdeka belajar juga
menjadi bagian penting tak terpisahkan dalam merespon situasi VUCA yang terus
terjadi. Saat ini program merdeka belajar sudah memasuki episode yang ke 19.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
Merdeka Belajar episode 1: Asesmen Nasional,
USBN, RPP dan PPDB,
Merdeka Belajar episode 2: Kampus Merdeka,
Merdeka Belajar episode 3: Penyaluran dan
Penggunaan Dana BOS,
Merdeka Belajar episode 4: Program Organisasi
Penggerak,
Merdeka Belajar episode 5: Guru Penggerak,
Merdeka Belajar episode 6: Transformasi Dana
Pemerintah untuk Perguruan Tinggi,
Merdeka Belajar episode 7: Program Sekolah
Penggerak,
Merdeka Belajar episode 8: SMK Pusat Keunggulan,
Merdeka Belajar episode 9: KIP Kuliah Merdeka,
Merdeka Belajar episode 10: Perluasan Program
Beasiswa LPDP,
Merdeka Belajar episode 11: Kampus Merdeka
Vokasi,
Merdeka Belajar episode 12: Sekolah Aman
Berbelanja dengan SIPLah,
Merdeka Belajar episode 13: Merdeka Berbudaya
dengan Kanal Indonesiana,
Merdeka Belajar episode 14: Kampus Merdeka dari
Kekerasan Seksual,
Merdeka Belajar episode 15: Kurikulum Merdeka
dan Platform Merdeka Mengajar,
Merdeka Belajar episode 16: Akselerasi dan Peningkatan
Pendanaan PAUD dan Pendidikan Kesetaraan,
Merdeka Belajar episode 17: Revitalisasi Bahasa
Daerah,
Merdeka Belajar episode 18: Merdeka Berbudaya
dengan Dana Indonesiana,
Merdeka Belajar episode 19: Rrapor Pendidikan
indonesia
Tak kalah pentingnya adalah semua pihak
bergerak bersama secara gotong royong, kolektif dan kolaboratif untuk
melaksanakan transformasi pendidikan nasional Indonesia. Transformasi
pendidikan nasional Indonesia sebagaimana kita ketahui mengacu pada 4 pokok
penting yaitu pertama, infrastruktur dan teknologi. Kedua,
kebijakan, prosedur, dan pendanaan. Ketiga, kepemimpinan, masyarakat, dan
budaya. Keempat, kurikulum, pedagogi dan asesmen. Semoga dunia pendidikan
Indonesia semakin membaik, mampu bersaing, kompetitif dan berkualitas serta
sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya. Aamiin YRA.