Pendidikan Inklusi dan Peran SLB

Penulisan: Torik Imanurdin, S.Pd., M.Pd.

Dibaca: 136 kali

Torik Imanurdin, S.Pd., M.Pd.

Oleh Torik Imanurdin, S.Pd., M.Pd.

(Ketua Yayasan Bina Asih Cianjur)

 

Pendidikan inklusi sering kali dipahami secara keliru oleh banyak pihak, termasuk pengawas sekolah dan pemangku kebijakan. Dalam diskusi saya dengan kepala sekolah SMK, SMA, dan pengawas, saya menemukan pemahaman yang masih rancu mengenai peran Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah inklusi.

Saya menganggap lucu ketika sekolah umum membuka layanan inklusi tanpa kesiapan sumber daya manusia, terutama guru yang memiliki kompetensi dalam pendidikan khusus. Lebih parah lagi, ketika seorang pengawas menyatakan bahwa SLB tidak bisa melayani anak dengan slow learner, keterlambatan belajar, atau gangguan spektrum lainnya, sehingga lebih cocok ditempatkan di sekolah inklusi. Pernyataan ini jelas menunjukkan minimnya pemahaman terhadap fungsi dan tujuan SLB.

Faktanya, SLB berada di bawah PKLK (Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus) yang memang dirancang untuk menangani berbagai jenis kebutuhan khusus, termasuk anak-anak dengan keterlambatan belajar dan spektrum gangguan lainnya. SLB memiliki kurikulum yang disesuaikan, guru yang terlatih secara khusus, serta metode pembelajaran yang dirancang untuk mendukung perkembangan anak berkebutuhan khusus secara optimal. Jika SLB dianggap tidak mampu menangani kasus-kasus tersebut, maka ada masalah dalam sistem pemahaman dan sosialisasi di tingkat dinas pendidikan.

Lebih konyol lagi, ada unit lembaga pra-sekolah (TK) yang membuka layanan inklusi tanpa memiliki guru khusus. Bahkan, mereka menahan anak-anak berkebutuhan khusus yang seharusnya sudah masuk jenjang SD-LB dengan alasan tidak akan ada perkembangan jika masuk SLB. Pernyataan ini jelas menyesatkan dan berbahaya bagi perkembangan anak. Justru dengan menahan anak di TK tanpa kurikulum dan metode pembelajaran yang sesuai, perkembangan mereka akan semakin terhambat.

Pihak dinas pendidikan harus turun tangan untuk mensosialisasikan peran SLB dan sekolah inklusi dengan lebih baik. Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru merugikan anak-anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi bukan sekadar tren, tetapi membutuhkan kesiapan yang matang, baik dari segi tenaga pendidik, sarana, maupun pemahaman yang benar di tingkat pengambil kebijakan.

Sebagai Ketua Yayasan SLB Bina Asih, saya merasa tertantang untuk terus mengedukasi dan mengadvokasi kebijakan pendidikan yang lebih berpihak kepada anak berkebutuhan khusus. Karena yang menjadi taruhan di sini bukan hanya sekadar konsep inklusi, tetapi masa depan anak-anak yang berhak mendapatkan pendidikan yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya.

Tag:
Nalar Lainnya
...
Dadan Supardan

Semangat Revitalisasi di Mata Angkie

Nalar Lainnya
...
ENDANG KOMARA

INDEPENDENSI ASN

...
Asep S. Muhtadi

Komunikasi Pembelajaran di Masa Pandemi

...
Prof. Dr Cecep Darmawan, S.Pd., S.IP., S.H.,M.H.,M.Si.

EKSISTING DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DI JAWA BARAT

...
...
...