Penulis: Rakhmi Ifada, S.Ag, M.Pd.I
Rakhmi Ifada, S.Ag, M.Pd.I
Oleh Rakhmi Ifada, S.Ag, M.Pd.I
(Guru PAI SMAN 1 Cigombong Bogor)
Konsep agama Islam
mengajarkan bagaimana etika keberagamaan dapat diaktualisasikan dalam
hubungannya dengan kehidupan sosial untuk lebih mampu berlaku adil kepada
siapapun dan dalam hal apapun. Sikap “adil” berhubungan langsung dengan
perbuatan baik/ihsan yang seharusnya menjadi perwujudan sikap dalam
keberagamaan seseorang.
Nilai moderasi
beragama tentang i'tidal/keadilan akan dikupas bersama di sini dan untuk
selanjutnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kita ketahui
bersama kata adil dalam bahasa arab artinya berada di tengah-tengah,
jujur, lurus, dan tulus. Adil itu wajar, pantas, patut, setimpal dan
bijaksana. Secara terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari
diskriminasi, ketidakjujuran. Kata i'tidal dalam nilai moderasi sering disamakan
dengan tawassuth yang dianggap sama artinya dengan adil. Menurut Muhamad Yunus
kata adil memiliki arti lain bisa berarti jujur atau benar, sedangkan orang
yang tidak bisa melakukan perbuatan adil itu disebut aniaya.
Berlaku adil dalam
Alquran dijelaskan dalam QS. Al Maidah Ayat 8 yang pembahasannya sudah kita
sampaikan dalam nilai tasamuh/toleransi yang erat pula kaitannya dengan
keadilan.
QS. An Nahl Ayat 90 dijelaskan bahwa Allah Tuhan Yang Maha Kuasa menyuruh
manusia untuk bersikap adil dan berperilaku baik serta menolong kerabatnya yang
terdekat, sekaligus melarang kepada manusia untuk berbuat keji, kemungkaran dan
permusuhan. Melihat kepada konteks ayat tersebut setiap muslim dapat menilai
bahwa adil sebenarnya akan mendatangkan sikap kebaikan dan kebajikan yang pada
tataran tertentu justru dapat mencegah perbuatan-perbuatan kejahatan yang
justru akan merugikan manusia.
Orang yang
bersikap adil adalah orang yang perilakunya sesuai dengan standar hukum baik
hukum agama, hukum positif/hukum negara, maupun hukum sosial/hukum adat yang
berlaku.
Orang yang adil
selalu bersikap tegas, jujur dan tidak memihak kecuali kepada kebenaran. Bukan
berpihak karena pertemanan, kelompok, persamaan suku, adat istiadat, bangsa
maupun agama.
Penilaian, pertimbangan,
kesaksian dan keputusan hukum hendaknya selalu berdasar pada kebenaran walaupun
kepada diri sendiri, saat di mana bersikap adil terasa berat dan sulit
melaksanakannya.
Sesungguhnya
keadilan itu adalah milik seluruh umat manusia tanpa memandang suku, kelompok,
agama, status jabatan ataupun strata sosial. Keadilan harus berlaku sama untuk
semua manusia. Di bidang yang selain persoalan hukum, keadilan membuat
seseorang harus dapat membuat penilaian obyektif dan kritis kepada siapapun.
Mengakui adanya kebenaran, kebaikan dan hal-hal positif yang dimiliki kalangan
lain yang berbeda agama, suku, adat istiadat dan bangsa serta dengan lapang
dada membuka diri untuk belajar dan dengan bijaksana memandang kelemahan atau
sisi-sisi negatif mereka.
Bersikap adil itu
merupakan salah satu cara untuk mendapat kepercayaan orang dan untuk
mendapatkan reputasi yang baik. Karena dengan reputasi yang baik itulah kita
akan memiliki kemampuan untuk berbagi dan menyampaikan nilai-nilai kebaikan dan
kebenaran dengan orang lain. Tanpa itu, kebaikan apapun yang kita sampaikan
hanya akan masuk ke telinga kanan dan keluar melalui telinga kiri. Karena apa?
Karena bersikap adil itu identik dengan konsistensi dan kesinambungan antara
perkataan, sikap dan perbuatan yang baik.
Bersikap adil
secara prinsip harus diterapkan dalam semua kegiatan beragama, bermasyarakat,
bernegara, terutama dalam bidang hukum atau pengadilan dan tata negara.
Dalam
bermasyarakat salah satu tantangan terberat yang dihadapi manusia adalah
permasalahan like and dislike, “kecintaan” (kesukaan) dan “kebencian”
(ketidaksukaan). Kecintaan dan kebencian yang berlebihan, seringkali
dapat menyebabkan seseorang tidak dapat bersikap adil, obyektif atau
proporsional.
Hal ini diingatkan
dalam Q.S. Al Maidah ayat 8;
“….Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong
kamu untuk bersikap tidak adil".
Jika seseorang
tidak suka (benci), apapun salah dan tidak baik. Sebaliknya jika seseorang suka
(cinta) apapun akan benar dan baik. Kebenaran adalah kebaikan dan kesalahan
adalah kejelekan. Kandungan makna ayat di atas mengingatkan kepada manusia
tidak hanya berlebihan dalam kebencian, tetapi juga tidak boleh berlebihan
dalam kecintaan yang menyebabkan seseorang tidak bersikap adil. Salah satu
bentuk ketidakadilan adalah ketika seseorang menilai sesuatu sudah diliputi
terlebih dahulu oleh rasa kesukaan atau ketidaksukaan. Ini tidak benar.
Bersikap adil
merupakan sebuah tuntutan dari agama yang justru harus dijalankan oleh semua
pihak, bukan pada persoalan mencari keadilan yang sering kita lihat
adanya demonstrasi, talkshow keadilan di televisi atau sindiran-sindiran di
konten you tube dan media sosial lainnya.
Upaya mencari keadilan yang diperlihatkan oleh seseorang atau sekelompok orang
ini sesungguhnya adalah akibat dari sikap dan perilaku seorang pemimpin yang
tidak bisa bersikap adil kepada rakyatnya.
Dalam Alquran
disebutkan " ....Bersikap adillah, karena adil lebih mendekatkan
seseorang kepada takwa".
Ketakwaan harus
terus menerus dilaksanakan sebagai implementasi dari sikap adil seseorang.
Berikut contoh-contoh bagaimana kita harus bisa bersikap adil ketika di rumah,
di sekolah atau di lingkungan masyarakat.
Ketika di rumah
orang tua harus bersikap adil dalam membagi waktu antara beribadah, bekerja,
bermain dan belajar. Ketika memberikan uang jajan kepada anak harus
disesuaikan dengan kebutuhan, bukan keinginannya. Orang tua tidak
membeda-bedakan anggota keluarga, misalnya ada anak yang sakit-sakitan dan ada
anak yang rajin atau kurang mau belajar tetap harus dicintai tanpa
dibeda-bedakan. Berbagi tugas pekerjaan rumah juga harus secara merata, jangan
ada yang diberikan pekerjaan yang banyak sedangkan yang lain tidak mendapatkan
tugas untuk dikerjakan. Menyimpankan makanan kepada anggota yang belum makan
itu penting dalam keluarga.
Membagi uang yang
adil kepada saudara jika diberikan uang kepada kerabat dan saudaranya.
Selanjutnya contoh
bersikap adil yang bisa dilakukan seorang guru di sekolah yaitu dengan
memperlakukan peserta didiknya sama dan tidak pilih kasih.
Membagikan tugas
membersihkan kelas secara merata kepada peserta didiknya.
Bergantian melaksanakan tugas piket dan dilakukan secara bergilir. Semua
peserta didik harus diberikan kesempatan untuk menjadi pengurus kelas dengan
memperbolehkan mereka untuk mengajukan diri menjadi pengurus kelas dan
pemilihannya dilakukan secara demokratis.
Pihak sekolah menyediakan beasiswa atau bantuan untuk peserta didik yang kurang
mampu yang berprestasi dan yang memang membutuhkan.
Pemberian nilai
oleh guru kepada peserta didik harus objektif bukan subjektif sesuai dengan
kemampuannya.
Dalam lingkungan
masyarakat ketika misalnya ada kegiatan perlombaan, salah satu aplikasi
perilaku adil adalah dengan tidak berpihak kepada salah satu team yang sedang
bertanding sehingga lain dirugikan.
Dalam
bermusyawarah kita harus memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk
mengeluarkan pendapat dan masukannya. Ketika di jalan raya kita memberikan
kesempatan kepada pejalan kaki untuk menyeberang melalui zebra cross jika
sedang lampu merah, tidak menerobos lampu merah karena itu adalah sikap tidak
adil terhadap pejalan kaki.
Memperlakukan setiap orang sama dalam tindakan hukum dan sesuai UU yang berlaku
ika ada pelanggaran hukum.
Masyarakat yang
mampu memberikan bantuan kepada yang memang membutuhkan, karena saat ini
sebagian bantuan-bantuan dari pemerintah justru tidak tepat sasaran. Dalam
keamanan lingkungan kita bisa membagi jadwal ronda dengan adil kepada setiap
warga di lingkungan tempat tinggal. Dan dalam kehidupan bertetangga kita saling
memberikan bantuan apabila ada yang sakit, meninggal atau sedang kesusahan
tanpa membeda-bedakan.
Dengan bersikap
adil diterapkan dalam keseharian kita akan menjadikan rasa aman, nyaman dan
ketentraman hidup berjalan dengan baik dan semakin mendekatkan diri kepada
Tuhannya.
Bogor, 14 Juli
2021