Penulis: Mansurya Manik
Mansurya Manik
(Ketua Persatuan Orang Tua Peserta Didik/Portudik)
Berdasarkan
olah data yang dilakukan oleh Persatuan Orang Tua Peserta Didik (Portudik) dengan
mengunduh data dari website PPDB Kota
Bandung Tahun 2024 : https://ppdb.bandung.go.id dan website Dapodik Bandung : https://simdik.bandung.go.id/ didapatkan data yang luar biasa mencengangkan dan mencoreng dunia
pendidikan.
Dari data
yang ada, hanya 30% SMP Negeri di Kota Bandung kuota PPDB 2024 sama dengan
jumlah Rombongan Belajar per Peserta Didik di sekolahnya. Artinya hanya 32 SMP
Negeri dari 75 SMP Negeri yang sesuai antara kuota PPDB dengan jumlah Rombongan
Belajar per Peserta Didik di sekolah.
Pola
kecurangan yang dilakukan sangat sederhana, para Kepala Sekolah menyembunyikan
kuota sebenarnya tentang jumlah Rombongan Belajar dan Peserta Didik yang dapat
diterima di sekolah masing masing. Mereka mempublikasikan kuota PPDB lebih
sedikit dari kuota siswa yang dapat ditampung di sekolah.
Hasil olah
data yang dilakukan Persatuan Orang Tua Peserta Didik (Portudik) bahwa Kepala
SMP Negeri yang berpotensi melakukan kecurangan dengan menyembunyikan 1 kelas
atau 32 siswa per sekolah ada 32%, setara dengan 24 SMP Negeri, yaitu; SMPN 3,
SMPN 6, SMPN 9, SMPN 13, SMPN 15, SMPN 20, SMPN 21, SMPN 22, SMPN 23, SMPN 24,
SMPN 25, SMPN 29, SMPN 33, SMPN 35, SMPN 39, SMPN 40, SMPN 46, SMPN 47, SMPN
48, SMPN 49, SMPN 52, SMPN 53, SMPN 57, SMPN 59.
Kepala SMP
Negeri yang berpotensi melakukan kecurangan dengan menyembunyikan 2 kelas atau
64 siswa per sekolah ada 25%, setara dengan 19 SMP Negeri, yaitu : SMPN 1, SMPN
7, SMPN 8, SMPN 10, SMPN 11, SMPN 12, SMPN 14,SMPN 16, SMPN 18, SMPN 28, SMPN
37, SMPN 38,SMPN 42, SMPN 43, SMPN 44, SMPN 50, SMPN 51, SMPN 56, SMPN 62.
Para Kepala
Sekolah yang menyembunyikan 3 kelas atau 96 siswa per sekolah ada 7%, setara
dengan 5 SMP Negeri, yaitu: SMPN 4, SMPN 27, SMPN 30, SMPN 34, SMPN 35.
Para Kepala
Sekolah yang menyembunyikan 4 kelas ada 4% atau setara 3 SMP Negeri yaitu; SMPN
2 menyembunyikan 108 siswa, SMPN 5 menyembunyikan 108 siswa, SMPN 31
menyembunyikan 128 siswa.
Sedangkan
Kepala Sekolah yang menyembunyikan 5 kelas atau setara dengan 192 siswa adalah
SMPN 17 Kota Bandung, beralamat di Jalan Pacuan Kuda Arcamanik Kota Bandung.
SMPN 17 ini luar biasa kacaunya, kuota yang dipublikasikan hanya 160 siswa
sedangkan yang disembunyikan 192 siswa, lebih banyak yang disembunyikan
daripada yang dipublikasikan.
Entah apa
yang melatarbelakangi 70% atau 43 Kepala Sekolah SMP Negeri di Kota Bandung
sehingga punya niat untuk berlaku curang. Berita yang beredar walau sulit untuk
dicari buktinya, selain motif mengakomodir titipan dari berbagai kalangan,
terutama motif yang sangat kuat adalah motif uang. Dari
pengolahan data ditemukan total kuota yang disembunyikan itu ada 3 ribu siswa.
Jika kemudian para siswa ini membayar 5 juta saja maka akan ditemukan 15 miliar
uang yang beredar. Dengan rincian para Kepala sekolah yang menyembunyikan 1
kelas atau 32 siswa bisa mendapatkan 150 juta, yang menyembunyikan 2 kelas atau
64 siswa bisa mendapatkan 320 juta, yang menyembunyikan 3 kelas atau 96 siswa
bisa mendapatkan 480 juta, yang menyembunyikan 4 kelas atau 128 siswa bisa
mendapatkan 640 juta. Untuk yang menyembunyikan 5 kelas atau 192 siswa bisa
mendapatkan 960 juta. Untuk SMPN 2 dan SMPN 5 konon angkanya bisa diatas 10
juta berarti ada perputaran uang lebih dari 1 miliar Suatu jumlah yang cukup
fantastis dan dapat mengalir sampai jauh, bahkan kalau memakai konsep hidrolik,
airnya dari bawah bisa naik mengalir sampai ke atas.
Menjadi
pekerjaan besar bagi Pejabat Walikota Bandung Bapak Tirtoyuliono dan Kepala
Dinas Pendidikan Kota Bandung Bapak Hikmat Ginanjar untuk segera mencegah
terjadinya potensi kecurangan tersebut. Pakta integritas yang sudah di
tandatangani harus di tindaklanjuti dengan kerja nyata.
Kalau tidak
dilakukan pencegahan sejak dini, maka para Kepala Sekolah SMP Negeri yang
berlaku curang berpotensi terkena Undang Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik pasal 35 dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun
dan atau denda paling banyak 12 miliar rupiah.
Ga percaya
dengan ancaman pidananya.. lakukan saja kecurangan itu..!!