Penulis: Ahmad Rusdiana
Ahmad Rusdiana
Malam Selasa pukul 00.45. WAG Komunitas Alumni berdering mengingatkan
ternyata Mih Eha (nama samaran) mengirim pesan "Sepertinya panjenengan
sering menabur benih...sekarang sudah panenkah?" entah darimana asalnya Walahu
A'alam. Padahal pukul 22.44. Saya mengirim Ucapan Selamat&Sukses an.
angkatan 1982, kepada teman alumni S-1 se Fakultas, kakak kelas/angkatan 1980, Prof.
Dr. H. Dody S Truna, MA. yang baru menyandang Prestasi Akademik tertinggi Guru
Besar Bidang Ilmu Pendidikan Islam. Namun apapun pesan-nya yang dikirim Mih Eha
tadi, memgingatkan saya pada peribahasa waktu di SD diajarkan Guru Kelas IV. “Siapa
Yang Menanam, Dia Yang Akan Menuai”. Saya pikir ini juga relevan dengan ucapan
selamat&sukses kami bertiga kepada Prof. Dr. Dody S. Truna MA. sebagai
kakak tingkat panutan.
Peribahasa “Siapa Yang Menanam, Dia Yang Akan Menuai” adalah pepatah
lama dikenanal di Indonesia. Maksudnya, jika seseorang menanam kebaikan, maka
ia akan menuai kebaikan pula. Dan sebaliknya jika seseorang menanam kejelekan,
maka ia akan menuai hasil yang jelek pula. Yang melatar belakangi pepatah ini, saya
kaitkan dengan persoalan dalam pola pengasuhan dan pemberian stimulasi pada
anak yang dapat mempengaruhi perilaku dan karakter yang dimiliki anak.
Memang perjalanan hidup manusia
berliku-liku dan penuh tantangan juga cobaan. Begitu juga mencapai puncak karir
Akademik. Kehidupan manusia dimulai dari sendiri, kemudian keluarga, kemudian
masyarakat yang beragama, berbangsa, dan kemudian bernegara. Hidup ini ibarat bercocok tanam, sementara
dunia ini ibarat ladangnya. Pemilihan lahan yang tepat dan benih yang baik akan
memberikan hasil tanam yang baik pula. Apa yang kita tanam pasti itulah yang
akan kita tuai. Lingkungan hidup yang nyaman dan sesuai merupakan lahan
yang baik untuk menanam kebaikan dan memberikan karya terbaik untuk kehidupan,
sebagai bekal menghadap Tuhan Yang Maha Esa.
Apapun yang terjadi Sang pencipta (Allah SWT.), menghedaki kita untuk
memimpin diri dengan baik dan bersikap baik terhadap lingkungan sekitar. Jika
manusia prustasi dan malas memimpin diri dengan baik, tentulah akibatnya
ditanggung sendiri dan akan menuai keburukan dari yang ditanam tadi. Peran iman
memang sangat penting dalam meminpin diri
agar menuai kebaikan bukan keburukan. Ketika seorang ayah atau ibu menginkan
naknya menjadi baik, menjadi hebat dan sukses, namun dalam mengatasi persoalan
keluarga dengan cara tidak baik atau tidak bijak, maka sulitlah mendapatkan
yang diharapkan.
Setiap orang tua akan berbeda-beda dalam memberikan pola asuh pada
anaknya. Santrok (2002) mengajarkan
bahwasanya pola asuh ada tiga jenis:
Pertama; Pola Asuh Otoriter; Pola asuh ini menekankan aturan-aturan
atau perilaku yang harus dipenuhi dan tidak boleh dipertanyakan. Adapun dampak
yang diperoleh dari pola asuh ini adalah: anak tidak dapat mengambil keputusan
secara mandiri, menjadikan kurang terbuka pada orang tua, pelanggar norma, dan
penekanan diri akibat tidak adannya ruang diskusi antar anak dan orang
tua.
Kedua Pola Asuh Demokratis; Pola asuh ini menekankan pada
individualitas atau kemandirian anak, namun tetap dalam pengawasan orang tua.
Adapun polaasuh demokratis merupakan pola asuh yang relevan dalam keserasian
antara kehendak orang tua dan perilaku anak. Dampak dari pola perilaku ini
adalah: anak menjadi terbuka dengan
orang tua yang dapat membangun relasi antar keduanya, dan anak akan memilki
inisiatif untuk bertindak pada hal apapun.
Ketiga Pola Asuh Permisif; Pola asuh ini adalah sebuah pengasuhan
tanpa adanya penerapan disiplin pada anak ataupun tanpa adanya pengawasan
yangdilakukan orang tua dalam perilaku anak. Maka dari itu, akibat dari pola
pengasuhan ini anakakan terbiasa menentukan kehendaknya sendiri dan menjadikan
anak egois, dan tanpa arahan serta pengawasan dari orang tua akan membiasakan
anakuntuk melanggar terhadap norma sosial yang berlaku.
Kemudian, pertanyaanya "Seberapa Penting Pengaruh Lingkungan dengan
Peerkembangan Moral Anak ?" Persoalan-persoalan yang terjadi sebab pola asuh
dan lingkungan yang mencangkup interaksi dengan orang tua, guru, teman sebaya, dan
lingkungan masyarakat sangat berpengaruh dalam proses pembentukan perilaku dan
karakter anak dalam berbagai aspek kehidupan sosial (norma-norma kehidupan)
dalam masyarakat. Pembinaan terhadap lingkungan dengan pola asuh yang baik
atau tidak, juga akan berkaitan dengan kepribadian anak. Maka dari itu,
kualitas hubungan keterkaitan anak dengan orang tua dalam awal masa
kanak-kanak, sangatlah penting untuk perkembangan moral. Wallau
A'lam Bisowab.
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN
Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidik,
Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, dan Pengabdi; Pendiri dan
Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang
mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta
garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat
Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri
Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap
tahunnya tidak kurang dari 70 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung.
Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket
A-B-C. Pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag
Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis Jawa Barat.
Karya Lengkap sd. Tahun 2022
dapat di akses melalui:
(1)http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators.2)https://www.google.com/search?q=buku+a.rusdiana+shopee&source(3)https://play.google.com/store/books/author?id=Prof.+DR.+H.+A.+Rusdiana,+M.M.